Mohon tunggu...
Yieen Banne
Yieen Banne Mohon Tunggu... Mahasiswa Pascasarjana UNDIKSAH Pendidikan IPA_Guru SMP Negeri 2 Ayamaru

Mendaki dialam yang asri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Harmoni Tri Hita Karana : Menjaga Keseimbangan melalui Tata Ruang Pendidikan SMA di Tengah Modernitas

6 Oktober 2025   00:30 Diperbarui: 6 Oktober 2025   00:37 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: implementasi nilai-nilai THK dalam tata ruang suatu wilayah dan integrasinya ke dalam kurikulum dan pengajaran di SMA  (Sumber:Dibuat Pribadi)

Pendahuluan 

Bayangkan pagi di pedalaman Papua Barat Daya, di mana kabut tipis menyelimuti hutan hijau lebat dan sungai jernih mengalir deras. Suara burung cendrawasih bercampur dengan nyanyian masyarakat adat yang sedang menanam sagu. Namun, di balik keindahan itu, ancaman nyata mengintai: penebangan liar yang merusak ekosistem, konflik lahan yang memecah belah komunitas, dan generasi muda yang semakin terpisah dari akar budayanya. Di sinilah nilai-nilai Tri Hita Karana (THK)---filosofi harmoni antara Parahyangan (harmoni dengan Tuhan), Pawongan (harmoni antarmanusia), dan Palemahan (harmoni dengan alam)---menjadi penyelamat. Meskipun berasal dari tradisi Bali, THK telah diadopsi secara nasional sebagai kerangka untuk pembangunan berkelanjutan, termasuk di Papua Barat Daya yang kaya akan keanekaragaman budaya dan alam.

Artikel ini mengkaji bagaimana implementasi nilai-nilai THK dalam tata ruang wilayah dapat melindungi lingkungan dan memperkuat ikatan sosial, serta bagaimana integrasinya ke dalam kurikulum dan pengajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA) di provinsi ini. Di tengah tantangan perubahan iklim dan urbanisasi, pendekatan ini bukan hanya teori, tapi alat praktis untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan. Relevansinya jelas: bagi warga Papua Barat Daya, ini berarti menjaga warisan leluhur sambil mempersiapkan anak muda menghadapi masa depan global. Dengan demikian, THK bukan sekadar konsep filosofis, melainkan panduan hidup yang bisa mengubah nasib wilayah terpencil ini menjadi model pembangunan hijau.

Latar Belakang Masalah

Papua Barat Daya, provinsi baru yang dimekarkan pada 2022, merupakan wilayah dengan potensi alam luar biasa: hutan tropis seluas jutaan hektar, garis pantai panjang, dan keanekaragaman etnis seperti suku Moi, Maya, dan Onin. Namun, keindahan ini terancam oleh isu tata ruang yang kacau. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2023, deforestasi di Papua mencapai 1,2 juta hektar per dekade, sebagian besar akibat pertambangan ilegal dan konversi lahan untuk pertanian. Di Papua Barat Daya, konflik lahan antara masyarakat adat dan investor sering memicu kekerasan sosial, seperti kasus di Sorong yang menewaskan puluhan orang pada 2022.

Mengapa THK penting di sini? Filosofi ini, yang diakui UNESCO sebagai warisan budaya takbenda, menekankan keseimbangan tiga pilar: spiritual, sosial, dan ekologis. Di Indonesia, THK telah diintegrasikan ke dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang mengharuskan perencanaan wilayah mempertimbangkan nilai budaya lokal. Di Papua Barat Daya, di mana 70% penduduk bergantung pada sumber daya alam (BPS 2023), ketidakseimbangan ini berdampak pada ekonomi: penurunan hasil tangkapan ikan sebesar 15% akibat polusi, dan kemiskinan yang mencapai 28% di kalangan pemuda.

Dari sisi pendidikan, kurikulum SMA di provinsi ini masih didominasi pendekatan nasional yang kurang kontekstual. Survei Kemendikbudristek 2022 menunjukkan hanya 40% siswa SMA memahami isu lingkungan lokal, sementara 60% merasa terputus dari budaya adat. Integrasi THK ke kurikulum bisa menjembatani ini, mengubah pendidikan menjadi alat pelestarian. Urgensi topik ini terletak pada isu sosial-budaya: tanpa harmoni, Papua Barat Daya berisiko kehilangan identitasnya, sementara ekonomi hijau bisa ciptakan lapangan kerja baru. Kasus nyata seperti program reboisasi di Teluk Bintuni menunjukkan potensi THK, tapi implementasinya masih sporadis. Oleh karena itu, kajian ini mendesak untuk mendorong kebijakan yang lebih inklusif.

Pembahasan 

Tri Hita Karana (THK) adalah filosofi sederhana namun mendalam: hidup harmonis dengan Tuhan (Parahyangan), sesama manusia (Pawongan), dan alam (Palemahan). Berasal dari ajaran Hindu Bali, konsep ini telah meluas ke seluruh Indonesia sebagai dasar pembangunan berkelanjutan. Dalam bahasa sehari-hari, THK seperti resep keseimbangan: tanpa satu pilar, yang lain runtuh. Di Papua Barat Daya, adaptasi THK relevan karena mirip dengan nilai adat lokal seperti "sasi" (larangan sementara memanen alam) di suku Biak, yang menekankan penghormatan terhadap roh alam dan komunitas.

Implementasi THK dalam tata ruang wilayah dimulai dari perencanaan spasial yang holistik. Tata ruang bukan sekadar peta dan zonasi, tapi desain yang menghormati ketiga pilar. Untuk Parahyangan, ruang dibuat dengan elemen spiritual, seperti zona suci untuk ritual adat di sekitar gunung-gunmaung di Manokwari. Pawongan menekankan inklusi: perencanaan melibatkan musyawarah adat, menghindari konflik seperti yang terjadi di Raja Ampat di mana pariwisata mewah menggusur nelayan lokal. Palemahan fokus pada pelestarian: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Papua Barat Daya 2023 mengalokasikan 60% lahan untuk konservasi hutan, terinspirasi THK, dengan koridor hijau yang menghubungkan desa-desa untuk mencegah fragmentasi habitat. Analisis dari penelitian Universitas Papua (2022) menunjukkan bahwa pendekatan ini mengurangi deforestasi hingga 25% di pilot project Teluk Wondama, di mana zonasi berbasis THK mengintegrasikan pertanian organik dengan area lindung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun