Mohon tunggu...
banne yieen
banne yieen Mohon Tunggu... Guru SMP Negeri 2 Ayamaru

Mendaki dialam yang asri

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

''Membangun Cahaya Dari Timur ": Menyelami Tujuan Insprirational, Preskritif dan Investigative Filsafat Pendidikan di Pp

25 September 2025   12:04 Diperbarui: 25 September 2025   12:04 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Mind Mapping Tujua Filsafat

Pendahuluan 

Bayangkan sebuah kelas di mana anak-anak bukan hanya duduk mendengarkan guru, melainkan terilhami untuk bermimpi besar, diarahkan ke jalan yang benar, dan didorong untuk menelisik dunia dengan rasa ingin tahu yang mendalam. Hari ini, banyak orang menganggap sekolah hanya sekadar tempat mengumpulkan nilai dan ijazah. Padahal, pendidikan jauh lebih luas daripada sekadar lulus ujian atau mengejar pekerjaan. Di balik semua proses belajar-mengajar, ada fondasi filosofis yang menuntun ke mana arah pendidikan seharusnya bergerak. Bayangkan seorang anak di pedalaman Papua yang harus berjalan kaki berjam-jam, melewati sungai dan bukit, hanya untuk sampai di sekolah. Di sisi lain, di kota besar seperti Jayapura, anak-anak bisa belajar dengan fasilitas internet, komputer, bahkan perpustakaan digital. Kontras ini bukan sekadar soal jarak, tapi soal arah: ke mana sebenarnya pendidikan di Papua ingin membawa generasi mudanya? Pendidikan, dalam filsafatnya, bukan hanya soal transfer ilmu. Ia adalah jalan panjang untuk membentuk manusia, memberi makna hidup, dan membuka pintu masa depan. Karena itu, tujuan pendidikan tidak boleh berhenti pada angka kelulusan atau capaian kurikulum. Ia harus menyentuh dimensi inspiratif—yang menyalakan mimpi, preskriptif—yang memberi arah jelas, dan investigatif—yang kritis mencari kebenaran. Papua, dengan segala kekayaan budaya dan tantangan geografisnya, memberi kita cermin: bagaimana filsafat pendidikan bisa hadir bukan hanya sebagai teori di buku, tetapi sebagai cahaya yang menuntun anak-anak dari pesisir hingga pegunungan?

Latar Belakang 

Pendidikan di Indonesia kerap menghadapi kritik. Di satu sisi, kita bangga dengan banyaknya sekolah, guru, dan murid. Namun di sisi lain, hasil survei internasional sering menunjukkan rendahnya literasi, kreativitas, dan daya kritis siswa kita. Banyak orang merasa pendidikan masih kaku, hanya mengejar target angka, dan kurang memberi makna bagi kehidupan nyata. Misalnya pendidikan di Papua menghadapi masalah kompleks: keterbatasan infrastruktur, minimnya tenaga guru di daerah pedalaman, rendahnya akses teknologi, hingga ketimpangan kualitas pendidikan antara kota dan desa. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat bahwa angka melek huruf di Papua sudah meningkat, tetapi kesenjangan dengan rata-rata nasional masih cukup jauh.

Namun, di balik tantangan itu, ada kekuatan besar: semangat masyarakat Papua yang ingin maju tanpa kehilangan jati diri. Anak-anak Papua dikenal memiliki bakat seni, olahraga, dan daya juang tinggi. Mereka hanya butuh sistem pendidikan yang tidak sekadar “mengajar”, tetapi juga “menghidupkan”. Di sinilah filsafat pendidikan berperan. Filsafat bukan sekadar teori abstrak, melainkan fondasi yang menentukan tujuan pendidikan: apakah ia hanya ingin mencetak tenaga kerja, atau membentuk manusia merdeka? Dalam konteks Papua, kita perlu menggali tiga tujuan utama filsafat pendidikan: inspiratif (menyalakan harapan dan motivasi), preskriptif (memberi pedoman yang sesuai dengan budaya lokal), dan investigatif (mendorong kritis dan kreatif dalam menghadapi realitas). Tanpa arah filsafat yang jelas, pendidikan di Papua berisiko menjadi proyek jangka pendek. Tetapi dengan filsafat yang berpijak pada ketiga tujuan itu, pendidikan bisa menjadi jembatan emas menuju masa depan yang lebih adil dan bermartabat.

Pembahasan 

1. Tujuan Inspiratif: Menyalakan Harapan

Inspirasi adalah bahan bakar pendidikan. Di Papua, banyak anak yang memiliki potensi besar tetapi kurang motivasi karena melihat keterbatasan di sekelilingnya. Pendidikan yang inspiratif bukan hanya mengajarkan rumus matematika atau teori sejarah, tetapi juga menyalakan api mimpi.

Misalnya, kisah Boaz Solossa di sepak bola atau atlet-atlet muda Papua yang menorehkan prestasi nasional. Mereka menjadi simbol bahwa anak Papua bisa mendunia. Jika kisah-kisah seperti ini masuk ke ruang kelas, pendidikan akan menjadi lebih hidup dan dekat dengan realitas anak.

Filsafat pendidikan inspiratif juga berarti menghadirkan guru yang tidak hanya “mengajar”, tapi juga menjadi teladan. Guru di pedalaman yang tetap mengajar meski berjalan kaki puluhan kilometer adalah inspirasi nyata. Anak-anak melihat, belajar, dan meneladani semangat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun