Cerita tentang pengalaman dalam menempuh studi di Yogyakarta dahulu, sekaligus merupakan nasehat dan pesan penulis sebagai bekal bagi semua cucu, khususnya cucu yang akan menempuh studi di Canada, sebagai berikut.
Pertama. Tuntutlah Ilmu Setinggi Langit.Â
Khusus buat mas Naufal dan dik Dika yang nantinya juga akan mengikuti jejak kakak, tolong diperhatikan kata - kata bijak berikut: TUNTUTLAH ILMU SETINGGI LANGITÂ begitu bunyinya. Dalam hal ini yangkung menambahkan, NAMUN KAKI TETAP BERPIJAK DI BUMI. Lalu apa arti semua itu?
Artinya, kuasailah ilmu apapun ilmunya setinggi dan seluas mungkin, dimanapun mas Naufal menimba ilmunya sebagai bekal masa depanmu.
Tetapi perlu diingat, meskipun mas Naufal menimba ilmunya di negeri orang, tetapi tetaplah ingat dan berpijak pada adat dan budayamu sendiri.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, yang pada dasarnya merupakan makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sehingga dalam melakoni hidup dan kehidupan di atas dunia ini kita wajib bersosialisasi tidak hanya dengan sesama manusia, tetapi juga sesama makhluk ciptaan Allah. Oleh karena itu kita wajib membangun keseimbangan antara hubungan vertikal yaitu hubungan manusia dengan Allah yang menciptakan, dan membangun hubungan horizontal bukan hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada sesama makhluk ciptaan Allah.
Agar hidup dapat membangun hubungan horizontal dengan baik sehingga keberadaan atau hidup kita ini bermanfaat bagi orang lain, adalah kewajiban kita untuk membekali diri dengan ilmu setinggi dan seluas mungkin sesuai dengan bidang studi yang dicitakan, dimanapun mas Naufal menimba ilmunya yang dalam hal ini di Canada.Â
Tetapi perlu diingat meskipun mas Naufal menimba ilmunya di Canada, kelak dalam menerapkan ilmunya dimanapun mas Naufal akan berkiprah, tetaplah teguh berdiri di atas adat dan budaya sendiri. Tidak perlu menerapkan, lebih -- lebih memaksakan adat dan budaya negara lain untuk menggeser, dan atau menjelek -- jelekkan adat dan budaya kita sendiri. Kalau hal ini yang dilakukan, sama saja kita menjadi orang yang tidak pandai mensyukuri nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita.Â
Mengapa kaki harus tetap berpijak di bumi? Ya mari diibaratkan layaknya layang -- layang. Kita semua mungkin sudah pernah melihat orang menerbangkan layang -- layang bukan? Iya benar sudah pernah melihat hal tersebut. Setinggi apapun layang -- layang terbang, dan dapat bermanuver ke kiri, ke kanan, menukik ke bawah, naik ke atas karena si layang -- layang yang terhubung benang tadi masih dapat dikendalikan oleh orang yang berpijak di bumi.
Mari kita bayangkan kalau layang -- layang tadi putus benangnya, sudah barang tentu layang -- layang sudah tidak dapat dikendalikan lagi oleh orang yang menaikkan; Akibatnya  layang -- layang akan terombang ambing kemana arah angin bertiup kesanalah layang -- layang melayang, dan yang akhirnya terhempas jatuh ke bumi.
Berkaca dari gambaran layang -- layang putus tersebut, hendaklah kita berusaha menjadi orang yang mumpuni dalam ilmu dan keahlian, tetapi tetap berpegang teguh pada jati diri, sehingga tidak mudah terpengaruh atau terombang -- ambing dengan hiruk pikuk suasana dilingkungannya, yang belum tentu cocok atau sesuai dengan adat dan budaya kita sendiri.