Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggapai Derajat Takwa 2

8 Juni 2020   21:29 Diperbarui: 8 Juni 2020   21:31 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah bagi kita semua.

Manusia sesungguhnya merupakan makhluk yang paling sempurna, diantara makhluk lain ciptaan Allah. Mengapa demikian? Karena malaikat saja diperintahkan sujud  kepada Adam, yang pada dasarnya atau yang nota bene Adam adalah manusia, sebagaimana firman-Nya dalam Al Qur'an. Surat Al Baqarah ayat 34. Dan ( ingatlah ) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur  dan adalah ia termasuk golongan orang--orang yang kafir.

Apalagi bila manusia dibandingkan dengan makhluk - makhluk lain ciptaan Allah, yang berupa tumbuhan atau binatang. Terlebih lagi bila manusia dibandingkan dengan iblis, setan dan sebang-sanya, yang ada tetapi tidak kelihatan. Karena itu, hendaklah manusia selalu berupaya menjaga kesuciannya, agar tidak tercemari oleh hawa nafsu yang berkiprah atas kendali iblis, setan dan sebangsanya.

Manusia diciptakan dari saripatinya tanah, sebagai pembentuk wadag atau jazad manusia. Yang merupakan sangkar atau pakaian (Jawa = sandangan) bagi Ruh Suci, atau ada juga yang menyebut Nur Illahi, atau ada juga yang menyebut Roh Kudus, yang dipercayakan atau diamanat kan kepada manusia. Namun hendaklah kita juga menyadari bahwa, atas kehendak Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Sifat tersebut merupakan suatu penyakit yang sulit disembuhkan, karena sudah ada sejak manusia dilahirkan. Atau dengan kata lain sudah bawaan lahir ( Jawa = gawan bayi ).  Surat Al Ma'aarij ayat 19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.

Sifat kikir ini merupakan salah satu, bahan ujian bagi manusia. Dan hendaklah berupaya agar hidup kita tidak dikendalikan oleh hawa nafsu. Lalu caranya bagaimana? Caranya dengan mengedepan kan rasa syukur atas segala nikmat yang kita terima. Tidak mudah menyerah hanya dengan ber keluh kesah saja, manakala menerima ujian sepahit apapun. Karena sesungguhnya semua ujian yang diterima seseorang, berasal dari Yang Maha Kuasa.

Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas karunia atau nikmat yang telah dilimpahkan kepada kita, hendaklah tidak membuat kita terjebak oleh hawa nafsu. Sebagaimana contoh sederhana berikut. Ada tradisi di desa bila mempunyai hajat, mengirim rantangan ( hidangan lengkap dengan lauk pauk ) kepada kerabatnya, saat  mendekati hari acaranya. Sudah tak dapat dihindarkan lagi, bagi pamong desa dan atau orang -- orang terpandang di desa tersebut, dalam 1 hari akan menerima sampai 5 porsi rantangan yang berasal dari 5 orang pemangku hajat, misalnya. Dalam kondisi seperti ini sebaiknya si penerima rantangan,  tidak lalu berpikiran untuk memakannya sendiri bersama keluarga. Akan lebih baik bila dapat mengukur diri sendiri, artinya dari sejumlah rantangan yang ada, cukup diambil porsi yang sesuai dengan selera dan jumlah keluarganya saja. Sedangkan porsi lainnya pada saat itu juga diberikan  kepada  orang  lain, yang mungkin lebih membutuhkan.

Jangan maunya dimakan semua ( rakus ) dan keesokan hari, sisanya baru diberikan kepada orang lain. Sudah terlanjur basi dan nyisain orang lain. Karena didera keadaan, mungkin pemberian yang sudah basi tadi tetap diterima ( mengenai dimakan atau tidak, tidak tahu ). Walau dalam hati mungkin si penerima ngomong, ooo dasar kikir makanan sudah basi diberikan orang.

Akan lebih baik, bila hanya memakan porsi yang diinginkan saja. Sedangkan porsi yang lain, saat itu juga diberikan kepada orang lain. Dengan demikian kita dapat makan bersama orang lain, walau ditempatnya masing -- masing. Kalau hal ini terjadi, insya-Allah keluarga orang yang diberi rantangan dapat merasakan kegembiraan dan kebahagiaan.  Demikian pula kitapun merasa gembira dan bahagia, karena dapat membahagiakan orang lain dan keluarganya. Perbuatan seperti ilustrasi ini, hakekatnya merupakan ungkapan rasa syukur kita atas karunia-Nya. Seseorang hendaklah memiliki rasa gembira, bangga dan bahagia, manakala dapat memberikan apa yang ada pada dirinya kepada orang lain, dengan  iklas. Mestinya kita harus mengerti, bahwa rasa gembira dan bahagia tersebut, tidak hanya dirasakan oleh pihak yang berkaitan saja,  melainkan Allah ada bersamanya. Sebagaimana tersirat dalam Al Qur'an. 

Surat Al Mujaadilah ayat 7. Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Untuk jelasnya silahkan kata - kata "rasa gembira dan bahagia", digunakan untuk menggantikan kata-kata " pembicaraan rahasia atau pembicaraan, dalam ayat tersebut. Sudah barang tentu ayat tersebut akan bermakna sebagai berikut:

Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada rasa gembira dan bahagia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (rasa gembira dan bahagia antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) rasa gembira dan bahagia antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Kalau perbuatan seperti ilustrasi tadi dibudayakan atau dibiasakan dalam kehidupan sehari--hari, mudah -- mudahan Allah mengabulkan kita menjadi orang yang pandai bersyukur. Karena pada hakekatnya, bersyukur itu adalah untuk diri kita sendiri. Surat Luqman ayat 12. Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu :"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur ( kepada Allah ), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".    

Tampaknya sangat mudah untuk mengatakan syukur. Tetapi dalam pelaksanaannya, ternyata tidak semudah mengucapkannya. Suatu saat penulis dan keluarga pergi ke suatu desa, ditengah perjalanan, melewati kelompok masyarakat yang sedang ramai dan hingar bingar tampaknya. Karena memang saat itu sedang panen raya padi. Penulis berhenti dan turun dari kendaraan, lalu menyapa seseorang yang ada disitu dan mengatakan; Wah senang ya pak, tampaknya panenannya bagus ini kali? Beliau menjawab, ah harganya anjlok ( jatuh ) kok, pak! Menurut saudara. Apakah jawaban seperti itu merupakan ungkapan rasa syukur atas panen yang diterima, atau sebaliknya justru merupakan suatu keluhan? Ternyata tidak mudah menyatakan rasa syukur atas karunia-Nya kedalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata sehari--hari.

Itulah bentuk ujian, bagi diri kita. Mestinya kita memilah keadaan tersebut. Pertama kita bersyukur atas panen padi yang kita terima, kedua menyiasati kondisi yang ada. Misal untuk menghindari anjloknya harga gabah, padi dipanen lalu dikeringkan. Setelah kering, disimpan dan pada saat harga baik, barulah gabah dijual dalam bentuk beras. Artinya kondisi yang semula merugikan, hendaklah dapat memacu kita untuk berkreasi demi hasil yang lebih baik. Tidak hanya dijalani dengan duduk berpangku tangan dan mengeluh belaka, tetapi hendaklah disiasati dengan berkreasi dan kerja keras, agar keluhan berubah menjadi harapan.

Bagaimana upaya mewujud -- nyatakan rasa syukur kita dalam keseharian? Antara lain, berikut sebagai ilustrasi. Umumnya dalam 1 hari orang makan nasi sebanyak 2 sampai 3 kali. Andaikan dalam 1 hari orang membuang nasi setara dengan 5 gram beras, berapa beras yang dibuang setiap harinya, bila dilakukan oleh orang sebanyak 200 juta jiwa.  Dalam 1 hari beras yang dibuang  200.000.000 X 5 gram, sama dengan 1.000.000.000 gram. Sama dengan 1.000.000 kg. Sama dengan 1.000 ton.

Bila disetarakan dengan gabah, maka gabah yang dibuang dalam1 hari sekitar 2.000 ton gabah kering giling. Atau sekitar 2.500 ton gabah kering panen ( maaf angka ini  perkiraan minimal, dari orang desa ).  Bila setiap 1 hektar sawah menghasilkan gabah kering panen 8  ton, maka jumlah ini sama  artinya dengan  300  hektar  lebih  sawah  dipusokan setiap harinya. Bagaimana halnya kalau 5 ton per hektar, bukankah ini sama dengan  500  hektar  sawah  dipusokan  setiap harinya? Bagaimana pula kalau dihitung dalam 1 tahun?

Kalau orang tua dahulu mewanti-wanti anaknya yang sedang makan: nak kalau makan jangan sampai sisa nanti ayamnya mati, ini hakekatnya adalah contoh pembiasaan. Dari ilustrasi ini, hendaklah dapat menyadarkan kita, bahwa 1.000.000 kg beras yang dibuang setiap hari, sesungguhnya bisa untuk memberi makan 4.000.000 orang. Jadi jangan mentang - mentang dapat membeli, lalu dengan gampangnya menyisakan dan membuangnya. Hendaklah kita mengingat, akan kehidupan masyarakat yang masih hidup belum berkecukupan. Diantaranya beginilah mewujud - nyatakan rasa syukur, atas limpahan karunia-Nya.

Kalau penyakit keluh kesah dan kikir merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, lalu bagaimana cara mengobatinya? Untuk mengobatinya, tidak ada jalan lain kecuali mensyukuri atas diciptakannya kita sebagai manusia yang memiliki sifat -- sifat ke-Illahian. Serta dapat mewujud - nyatakan sifat-sifat ke Illahian dalam keseharian kita,  sehingga lulus dari ujian-Nya dan diwisuda menjadi orang yang bertakwa. Mengingat materi ujian telah ada dalam diri manusia, sejak manusia dilahirkan.

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mencoba menuangkan pengalaman dalam mengaji perintah dan petunjuk Allah, baik berupa ayat-ayat Allah yang tertulis ( Al Qur'an ), maupun ayat-ayat Allah yang tidak tertulis berupa jagad raya seisinya termasuk diri manusia. Untuk memudahkan dalam memahami ayat - ayat Allah tersebut, penulis sertakan kisah nyata seorang kakek, sebagai gambaran dalam upaya menggapai derajat takwa. Untuk sementara sekian dulu, dan mohon bersabar menanti artikel kelanjutannya. Terima kasih.

Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah bagi kita semua.

 

Terima kasih bila saudara berkenan subscribe, agar dapat segera mengikuti tulisan selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun