Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penyakit Sukar Disembuhkan (1)

17 Januari 2018   11:31 Diperbarui: 17 Januari 2018   11:34 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Aku bukan seorang penyair, apalagi sebagai pengarang lagu. Namun tanpa aku sadari beberapa tahun yang lalu, tepatnya pada bulan Ramadhan hari ke 21 tahun 2008, dapat merangkai 12 bait kidung dalam bahasa Jawa, gara -- gara dalam benakku terlintas irama kidung. Dan selanjutnya kidung tersebut, aku beri nama Kidung Pemut (Kidung Pengingat).  

Berikut adalah bait yang ke lima.

Yen wus ngerti sejatining diri iro pribadi

Podho sesantio iro kabeh ngadhani perang suci

Hee manungso ngertenono dununge perang suci

Perang suci mono dhimen slamet diri iro pribadi


Al Qur'an surat Al Ankabuut ayat 6.

Terjemahan bebas.

Bila sudah mengetahui siapa sejatinya diri pribadimu

Berikrarlah anda untuk mengadakan jihad

Hai manusia ketahuilah makna jihad yang sesungguhnya

Jihad itu demi keselamatan dirimu pribadi

Dari rangkaian kata - kata dalam bait tersebut,  mudah - mudahan dapat menjadi pangkal tolak dalam meletakkan pondasi kuat dan kokoh dalam diri manusia. Pondasi dimaksud merupakan suatu keyakinan dan kesaksian, berupa pengakuan yang menyatakan tidak ada keraguan lagi bahwa manusia, apapun suku bangsanya terdiri dari 2 unsur besar.

Pertama, unsur batiniyah atau gaib manusia berupa Ruh Suci, yang oleh leluhur tanah Jawa dikiaskan atau disamarkan dengan sebutan Satriyo Piningit(Sang Suci), berasal langsung dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci. Oleh karena itu, sesungguhnya manusia apapun suku bangsanya memiliki sifat - sifat ke Illahian, layaknya sifat-sifat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci.

Surat Al Hijr ayat 29. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh ( ciptaan )-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.

Surat Shaad ayat 72. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh ( ciptaan )Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepada nya."

Ke dua, unsur lahiriyah atau wadag manusia yang oleh leluhur tanah Jawa dikiaskan atau disamarkan dengan sebutan sandangan atau pakaian, berasal dari sari patinya tanah. Wadag atau sandangan manusia ini ketempatan hawa nafsu, berupa: nafsu amarah, nafsu aluamah ( lawamah ), nafsu supiah dan nafsu mutmainah. Yang ditampakkan dalam perbuatan manusia, diantaranya: angkara murka, serakah, jahil, sirik, dengki, berkeluh kesah, kikir, mengumpat,  mencela, menyebar fitnah, berbohong, menyebar berita bohong, melakukan korupsi  dan melakukan  perbuatan - perbuatan  buruk atau tercela lainnya.   

Surat Al Mu'minuun ayat 12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.

Surat Al Mu'minuun ayat 13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani ( yang di simpan ) dalam tempat yang kokoh ( rahim ).  

Surat Al Mu'minuun ayat 14. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang ( berbentuk ) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

Sesungguhnya manusia dilahirkan dalam keadaan suci, surat Ar Ruum ayat 30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; ( tetaplah atas ) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. ( Itulah ) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui..

Tetapi mengapa disini, manusia dikatakan membawa sifat - sifat buruk? Sebagai ilustrasi, begini. Bayi yang baru dilahirkan, nalar atau pikirannya belum berkembang. Jadi sifat yang dibawanya, berupa cerminan dari sifat kesucian Sang Suci. Begitu bayi sudah bertumbuh dan yang sudah barang tentu dibarengi dengan perkembangan nalar atau pikiran, baru sang bayi pandai minta ini dan minta itu sebatas kebutuhannya, yang disampaikan dengan isarat menangis. 

Misal. Si bayi merasa lapar atau haus, dengan isarat menangis si ibu tanggap, lalu memberinya ASI. Setelah tumbuh besar dan dewasa, tentunya muncul berbagai macam keinginan, seirama dengan perkembangan nalar dan pikirannya. Sehingga tak jarang keinginannya melebihi apa yang dibutuhkan, bila manusia tadi tidak pandai mengendalikan atau tidak pandai mengelola hawa nafsunya.  

Hendaklah ingat (Jawa=eling) dan waspada bahwa keinginan-keinginan seperti ini, tidak lain adalah ujian bagi manusia itu sendiri. Keinginan -- keinginan tadi, pada dasarnya merupakan penyakit yang sukar disembuhkan, mengingat keberadaannya sudah melekat dalam diri setiap manusia sejak dilahirkan, atau dengan kata lain sudah dibawa sejak manusia dilahirkan (Jawa = gawan bayi ). Benarkah penyakit -- penyakit tersebut sukar disembuhkan? Siapa yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut?

Jenis penyakit tersebut, memang sukar disembuhkan karena sudah bawaan sejak lahir. Untuk itu hendaklah kita selalu ingat ( eling ) dan waspada, bahwa hidup diatas dunia ini hakekatnya adalah sedang menjalani ujian Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa. 

Kita seharusnya menyadari dan tahu itu, bahwa semua ujian sesungguhnya ada dalam diri kita sendiri, melalui hawa nafsu yang berkiprah atas kendali iblis, setan dan sebangsanya. Tetapi umumnya orang selalu berprasangka, lalu dengan mudah dan entengnya menyalahkan pihak lain bila menerima ujian-Nya; Dan tak jarang, malah menyalahkan Pemberi ujian. Mestinya harus disadari bahwa dengan berprasangka, sudah merupakan satu kesalahan dan lebih-lebih bila menyalahkan Pengujinya.

Surat Al Israa' ayat 7. Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.

Ditilik dari surat ini, lalu apa manfaat buat kita berbuat jahat kepada orang lain, bila hakekat kejahatan itu bagi diri kita sendiri? Dan mengapa kebanyakan orang merasa puas dan bangga, bila dapat berbuat jahat kepada orang lain? Begitulah bentuk godaan yang dikemas oleh iblis, setan dan sebangsanya, sehingga perbuatan jahat dimuka bumi ini akan tampak indah bagi orang yang rendah derajat ketaqwaannya ( surat Al Hijr ayat 39 ). Bukankah akan lebih mulia bila kita dapat berbuat baik kepada orang lain? Karena berbuat baik kepada orang lain, hakekatnya kebaikan itu bagi diri kita sendiri.

Sejenak mari kita arahkan pandangan untuk melihat kembali riwayat Nabi Muhammad SAW. saat menyebarkan Agama Islam. Meskipun ajaran yang dibawa Nabi merupakan kebenaran hakiki dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, tetapi pada awal penyebarannya tidak dengan serta merta diterima dan diikuti oleh umat dikala itu. Bahkan diwarnai dengan berbagai peperangan, diantaranya perang Badar, perang Uhud dan lain sebagainya. Namun demikian Nabi mengingatkan bahwa peperangan pisik itu hanyalah peperangan kecil, sedangkan peperangan yang sesungguhnya dan besar adalah peperangan melawan hawa nafsu yang terdapat dalam diri kita sendiri.

Kalau mengaku sebagai pengikut Nabi Muhammad, ya mari kita ikuti peringatan Nabi itu agar dapat menghindari peperangan pisik, sehingga tidak mengaburkan peperangan yang sesungguhnya; Yaitu memerangi hawa nafsu, demi terpeliharanya kesucian diri, kesucian jiwa dan kesucian hati kita.

Dengan memahami siapa sejatinya manusia, mari bersaksi bahwa diri kita ( Sang Suci ) merupakan sebagian dan bagian tidak terpisahkan dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci. Kemudian bertekat melakukan jihad atau perang suci, terhadap hawa nafsu yang bersemayam didalam diri kita sendiri. Dengan demikian kesucian diri, kesucian jiwa dan kesucian hati kita tidak tercemar, demi keselamatan perjalanan hidup diatas dunia, maupun demi keselamatan serta kelancaran kembalinya Sang Suci ke sisi Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci, pada saatnya nanti.    

Apabila kita mengharap kemuliaan disisi Allah Swt. Tuhan Yang Maha Adil, hendaklah jihad tidak diwujud -- nyatakan atau tidak dimaknai dengan, membunuh orang lain, mencelakai orang lain,  mencederai orang lain, memfitnah dan menyalahkan orang lain yang berbeda keyakinan atau berbeda pandangan; Dan tidak melakukan perbuatan buruk atau perbuatan tercela lainnya. Hendaklah kita selalu ingat (eling) dan waspada, bahwa perbuatan semacam itu, pada dasarnya adalah tipu daya dan tekat iblis, untuk menjerumuskan manusia kelembah sesat.

Surat Al Hijr ayat 39. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,

Sungguh berat ujian sebagai manusia, untuk dapat memelihara dan menjaga kesucian diri, kesucian jiwa dan kesucian hati. Mengingat ujian sudah melekat sejak manusia dilahirkan, dan merupakan penyakit yang sukar disembuhkan; Sekaligus harus dapat menyembuhkan penyakit bawaan bayi (gawan bayi) ini, agar tidak selalu menghalangi kita dalam berbuat kebajikan. Tinggal mana yang lebih kuat, kita atau iblis, setan dan sebangsanya, yang merupakan musuh kita yang senyatanya.

Hanya diri kita sendirilah yang dapat menyembuhkan penyakit bawaan bayi tersebut, dan bukan orang lain dan bukan pula oleh pemuka agama apapun sebutan dan predikatnya. Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa sekalipun, tidak akan merubahnya atau tidak akan menyembuhkannya, melainkan hanya mengabulkan seseorang atas upaya untuk menyembuhkan dirinya.

Surat Ar Raa'd ayat 11.

Bagi manusia ada malaikat - malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. SesungguhnyaAllahtidakmerobahkeadaansesuatukaumsehinggamerekamerobahkeadaan yang adapadadirimerekasendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. 

Bagaimana bisa sampai ada istilah penyakit bawaan bayi, dan sukar disembuhkan? Baiklah, berikut contoh sederhana saja, dan yang selanjutnya silahkan dicari dalam diri sendiri, lalu dipikirkan bagaimana menyembuhkannya.

Surat Al Humazah ayat 1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.

Ini sebagai contoh ujian-Nya, mari dikaji melalui roso pangroso dengan mengedepankan kejujuran dan menurunkan gengsi, bila kita ingin memperbaiki diri. Caranya dengan mengakui secara jujur dan menurunkan gengsi, terhadap kesalahan atau kekhilapan yang telah dilakukan selama ini, merupakan langkah nyata untuk memperbaiki diri. Adalah suatu hal yang tidak mungkin kita dapat memperbaiki kekurangan, bila kita tidak mengetahui dan mengakui kesalahan atau kekhilapan sendiri, selama ini.

Sebagai ilustrasi. Pada dasarnya hidup karena kebiasaan, oleh karena itu hal -- hal yang sudah membiasa atau membudaya sejak lama, pada saatnya apa yang dibiasakan atau dibudayakan akan dapat terjadi secara spontan. Sebagai contoh nyata ketika aku berkunjung ke Demak tepatnya di Desa Sidomulyo, saat itu berkumpul banyak orang, tiba -- tiba terdengar suara orang bersin ( Jawa = wahing ). Aku menoleh kearah datangnya suara, karena saat bersin terdengar suara aneh.

 Saat bersin, bersamaan dengan keluarnya kata "wajiiiik" ( penganan yang di buat dari beras ketan, santan kelapa dan gula merah ). Mengapa dapat berbunyi demikian saat bersin? Karena yang bersangkutan membiasakan diri, ketika bersin mengucap kata tersebut. Oleh karena itu bila bersin, spontan yang keluar ya kata wajik itu.

Lain lagi ketika aku berkujung ke Tulungagung Jawa Timur, tempat lahir ibuku. Juga saat banyak orang berkumpul, terdengar seseorang bersin. Dan yang menurut hematku, kata yang keluar dari orang tersebut ketika bersin juga terbilang aneh. Seseorang yang bersin secara spontan mengeluarkan umpatan ala Jawa Timuran yang berbunyi "bajiii.....gur"( minuman dari Jahe), meskipun setelah berucap seperti itu yang bersangkutan lalu tertawa   ( kelakar maksudnya ). Mengapa dapat berbunyi demikian ketika bersin? Karena yang bersangkutan membiasakan diri dan akhirnya membudaya, ketika bersin terucap kata tersebut. Oleh karena itu bila bersin, spontan yang keluar ya kata itu.

Aku bersyukur, karena sejak awal membiasakan diri saat bersin mengeluarkan kata yang berbunyi "alhamdulillah". Karena sejak awal, memang membiasakan diri kalau bersin mengeluarkan kata alhamdulillah. Jadi kapanpun, dimanapun dan dalam keadaan apapun bila bersin, spontan yang keluar ya kata alhamdulillah. Hal -- hal tersebut merupakan contoh nyata, bahwa hal yang sudah membiasa atau membudaya akan dapat keluar secara spontan, bahkan saking membiasanya kalau tidak mengeluarkan kata tersebut, tampaknya kurang afdol orang mengatakannya.

Mulanya akupun tidak luput dari penyakit tersebut, biasa mengumpat saat berkendaraan. Pasalnya aku terbiasa berkendaraan dengan santai, dan mentaati rambu -- rambu lalu lintas yang ada. Tetapi pengguna jalan lainnya, belum tentu berbuat seperti itu. Misal, tiba - tiba tanpa sepengetahuanku, pengguna jalan yang lain main trabas saja dan cenderung ugal-ugalan tanpa melihat situasi dan kondisi keramaian dan atau kepadatan lalu lintas yang ada.

 Akibat terkejut dan kaget, ya sudah spontan umpatan Jawa Timuran keluar. Karena sering terjadi hal serupa, apakah umpatan Jawa Timuranku berhenti? Boro -- boro berhenti, meningkat dan tambah bervariasi malah iya, komplit dengan sebutan nama penghuni kebun binatang menyemarakkannya. Dan akhirnya aku berucap syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci, karena  dapat segera menyadari kesalahan atau kekhilafan tersebut; Dan akhirnya dapat menghilangkan kebiasaan yang selama itu menyertai, atas izin-Nya.

Selanjutnya mari kita lihat penyakit bawaan lahir atau gawan bayi lainnya, pencela. Saat ini sangat mudah untuk menemukan penyakit ini. Melalui media sosial, dengan mudahnya dapat menemukan orang -- orang yang hobinya mencela. Baik itu rakyat jelata atau orang kebanyakan, maupun yang katanya orang berpendidikan tinggi dan pejabat tinggi pula. 

Akibat mencela sudah menjadi kebiasaannya atau sudah menjadi budayanya, akan tampak  tidak lengkap bila dalam kesehariannya tidak dibumbui dengan mencela pihak lain. Dan tak jarang celaan - celaan tersebut cenderung membabi buta, dan menempatkan dirinya seolah - olah dialah orang yang paling benar. Karena sudah menjadi kebiasaannya maka setiap perbuatan seseorang, apakah perbuatan orang tadi benar atau tidak, tanpa dipikir langsung dicelanya.

Mengapa orang kebanyakan sampai orang berpendidikan tinggi dan pejabat tinggi, dapat dihinggapi penyakit tersebut? Hawa nafsu itu, tidak pilih -- pilih orang. Apapun suku bangsa orang itu, apapun warna kulit dan bahasa orang itu, apapun status sosial ekonomi orang itu, apapun ras dan agama orang itu, apapun derajat pangkat orang itu, mereka yang namanya orang pasti ketempatan hawa nafsu. Tidak terkecuali diri kita, oleh karena itu jangan hanya pandai melihat pihak lain, namun yang utama adalah kita harus pandai dan berani melihat ke diri kita sendiri. 

Karena tidak menutup kemungkinan, selama ini sudah terbiasa mencela pihak lain, baik disadari maupun tidak; Dan bergegas melakukan langkah tindak untuk menghentikannya, dengan cara memberi apresiasi atas perbuatan orang lain, dan memberikan saran tindak demi perbaikan, bila dirasa perbuatan pihak lain kurang pada tempatnya, tanpa harus mencelanya. Insya-Allah terpeliharalah kesucian diri, kesucian jiwa dan kesucian hati kita; Dengan demikian jihad kita berhasil, karena hakekatnya jihad adalah untuk keselamatan diri kita sendiri.

Surat Al Ankabuut ayat 6. Barang siapa yang  berjihad,  maka  sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar -- benar Maha Kaya ( tidak memerlukan sesuatu ) dari semesta alam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun