Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tak Akan Sampai Kepada Malam

13 September 2020   16:08 Diperbarui: 14 September 2020   05:48 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Siang yang bising. Mesin pompa air menderita pendarahan. Kipas angin terserang gangguan pernafasan. Mungkinkah mereka juga telah terkena wabah?

Sepertinya hari ini tak akan sampai kepada malam.

Di ruang pertemuan virtual, orang-orang berebutan bicara. Tak ada yang mendengarkan. Mungkin karena memang tak ada yang perlu didengarkan. Seperti juga mungkin tak ada yang perlu dibicarakan. Kau yang sedang belajar ilmu hikmah bergumam, "bukankah wabah ini memang datang untuk diheningkan?"

Tampaknya hari ini tak akan sampai kepada malam.

Kau mencariku di tengah kebisingan itu. Kau jadikan aku kata kunci pada berbagai mesin pencari. Kau longok semua lorong digital. Kau sapa siapa saja saat berpapasan di ruang obrolan. Kepada diam yang masih tersisa kau bagi kerisauanmu atas sebuah janji makan malam virtual denganku.

"Tapi sepertinya hari ini tak akan sampai kepada malam," cemasmu

Haruskah kutitipkan pesan kepada siang, mesin pompa air, atau kipas angin bahwa aku tak pernah ke mana-mana? Aku masih berada jauh di bawah sadarmu dan akan mudah ditemukan bila kau menyerahkannya kepada keheningan. Atau kubiarkan saja kau terus mencari, meski tak akan sampai hari ini kepada malam?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun