Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mencari Jejak di Slamet Riyadi

20 Desember 2022   11:26 Diperbarui: 20 Desember 2022   11:39 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri puls pixabay.com

Sore turun tak merata. Aku kembali duduk di kursi pedestrian Slamet Riyadi, meskipun pohon begitu kurang aku masih terlindung bangunan. Aku menjadi satu bayangan dengan barisan ruko Slamet Riyadi dan berdiam di dalamnya.

Untuk sore yang jatuh di jantung Solo tidak ada yang istimewa hanya punggung jalan terbesar kota menggelar lintas searah.

Duduk di bangku tepi Slamet Riyadi memang tidak lumrah, ruang yang teramat besar buat manusia yang berhenti, jadi seperti orang tinggal di dalam ruang hampa.

Anda harus berjalan! Sapa seseorang berlalu. Tanah ini bukan untuk tempat berhenti! Lanjutnya.
Aku tau, tapi aku harus berhenti di sini! Jawabku
Lalu satu dua orang menyapa serupa, mereka berjalan menyisakan tatapan ganjil, mereka terus berjalan kerna memang itulah kehendak.

Ada separuh jam aku duduk tanpa berbuat sesuatu, lalu aku berdiri dan mulai berjalan perlahan, sangat perlahan sekali.
Satu dua orang mendahului ku. Anda melangkah terlalu pelan! Tanah ini bukan untuk berjalan perlahan! Kata salah satunya.
Aku tauk, tapi aku mesti berjalan pelan! Jawabku.


Mereka menoleh ku ke belakang, meninggalkan matanya yang sarat sinar aneh, lalu mereka berjalan lebih cepat seakan mereka tak hendak tersandera dengan keadaan ku.

Beberapa menit aku berjalan dan kepalaku mulai tertunduk.
Orang kembali menegur ku. Anda tidak berhak berjalan menatap tanah! Katanya.

Aku tak menjawab, aku masih tetap memandang bumi. Hei apa yang kau cari di jalan Slamet Riyadi? Tanya yang lainnya.
Aku mengangkat wajah dan memandang orang-orang. Aku mencari jejak Erin! Jawabku.

Siapa Erin? Tanya mereka berbarengan. Dia kekasihku! Kataku.
Lalu mereka menundukkan kepalanya seperti mencari sesuatu. Kami ingin menolong anda, tapi kami tidak menemukan suatupun di atas tanah ini! Kata mereka.
Aku tau. Aku sendiri tidak juga menemukan jejaknya hingga kini! Aku menyetujui.

Baiklah! Berikan saja ciri-cirinya, kami akan mencarinya kawan! Pejalan-pejalan itu menawarkan kebaikan.

Dia cantik berhidung mancung, di ujung bibir tipisnya ada sekilas slice mungkin bekas luka namun itu menambah pesonanya, rambutnya hitam berombak lembut, matanya bulat menawan, berkulit puith, posturnya tinggi langsing bergerak serasi. Erin selalu memeluk pinggangku jika kubonceng dengan sepeda motor. Aku menjelaskan detil.  

Dan pelintas-pelintas Slamet Riyadi itu mengangguk-anguk. Baiklah! Anda bisa terus menyusuri jejaknya, sementara kami yang lebih cepat akan mencari dirinya. Setuju!

Aku terharu atas kerelaan batin mereka mencari Erin. Terima kasih! Kataku terbata-bata. Tak lama mereka pun berpencar meninggalkan ku sendiri di terotoar Slamet Riyadi melanjutkan jalan lambatku dengan wajah ke bawah menatap bumi mencari jejak Erin.

Beberapa saat kemudian di saat sore sudah hampir tiba pada batasnya, aku melihat orang-orang kembali berdatangan dan masing-masing telah membawa seorang gadis serupa dengan jatidiri yang telah kuberikan. Mereka mendekatiku satu persatu.

Saya yakin perempuan muda ini Erin! Kata orang pertama. Aku tersipu. Maaf, dia bukan Erin. Jawabku. Kemudian orang kedua besama seorang gadis lain mendekatiku. Ini pasti Erin! Katanya. Kembali aku tersipu malu. Bukan, maaf ya. Dia bukan Erin!  

Orang ketiga bergegas mendekatiku dengan wajah pede. Tidak salah lagi, perempuan yang bersama saya ini adalah Erin! Katanya. Aku menggeleng. Maaf sodaraku, nona ini bukan Erin! Jawabku.

Lalu orang keempat, kelima , keenam dan seterusnya menunjukkan prerempuan yang ditemukannya namun perempuan yang dibawanya serta, bukanlah Erin kekasihku.

Akhirnya orang-orang pelintas Slamet Riyadi itu kembali berbalik bersama wanita Erin yang ditemukannya yang tidak sesuai dengan Erin kekasihku. Mereka tampak kecewa atas jerih payah mereka, namun mereka memaklumi bahkan merasa belas kasihan kepada ku. Akhirnya mereka pamit dan berdoa supaya aku segera bisa menemukan kembali Erin.

Dan sore di jalan Slamet Riyadi telah menghabiskan sisa-sisa warnanya menjadi buram digantikan malam.Lampu jalan mulai menyala dan lampu-lampu kendaraan berpendaran. Beberapa cahaya menerpa bola mataku yang membuatku silau. Aku sendiri masih lanjut berjalan di sepanjang pedestrian Slamet Riyadi yang panjang hingga statoe Letnan Kolonel Slamet Riyadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun