Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terlalu Muda

18 Januari 2022   15:27 Diperbarui: 18 Januari 2022   15:31 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image dari pixabay.com

Usia saya waktu itu 16san tahun, dan saya memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah karena saya tidak memiliki kemampuan untuk beralih ke level intelegensia yang lebih tinggi lagi. Saya hanya ingin berkelana sembari mencari uang, sekaligus mempelajari kehidupan kemudaan saya yang terus berlangsung.

Pekerjaan pertama yang saya dapatkan ada di sebuah pabrik pigura dan saya bekerja di bagian pengamplasan kayu pigura. Penghalusan diperlukan sebelum dilakukan proses pengecatan, sehabis sebelumnya di resize ke dalam beberapa ukuran dimensi pigura sesuai dengan standar ukuran sales. 

Saya pun mulai bekerja dengan giat dan semangat pada awalnya, sehingga hasil amplasan saya mendapat cukup pujian dari toke pemilik usaha pigura ini.

Lu punya kerja itu bagus! Komentarnya saat dia mengontrol seluruh tahapan kerja di dalam bangunan faktori yang mirip gudang pengap ini. Saya mengangguk tersenyum, karena pujian itu saya perlukan di tengah kemonotonan pekerjaan berulang ini. Dan pujian boss yang kerap kontrol dengan pakaian yang selalu sama yaitu celana kolor pendek dan kaus oblong putih cap cabe, sering ditujukan kepada saya sebagai pegawai termuda.  

Setelah berjalan dua minggu, penglihatan saya mulai melihat lebih lebar, bahwa ternyata pekerjaan tidak melulu soal amplas yang membikin tangan saya melepuh lalu kapalan, melainkan juga ada beberapa section tahapan kerja lain yang mulai menarik perhatian saya.

Yang paling dekat adalah downstream dari pekerjaan pengamplasan saya, dimana setelah proses penghalusan, kayu halus dari tangan saya dialirkan kepada bagian pencacahan sesuai ukuran yang mana bagian itu berada disebelah saya. 

Proses pemotongan frame ini ternyata dilakukakn oleh seorang tua berusia lanjut. Satu kali saya mengamati gerak kerjanya, memotong frame kayu ke berbagai size dengan terampil dia menggunakan mesin pemotong yang digerakan oleh kakinya naik dan turun. 

Dan satu hari keingintahuan saya memuncak terhadap kerja pak tua ini dan saya pun menanyakan hal yang mengusik kepala saya kepadanya.

Demi Tuhan! Hanya inikah semua yang bapak kerjakan? Maaf, maksud saya, anda memompa mesin potong hanya dengan menggerakkan kaki anda naik turun selama 8 jam sehari? Apakah ini tidak membuat anda gila? Tanya saya.

Bapak tua itu hanya menengok dan menatap mata saya tanpa memberikan jawaban. Entahlah saya pikir dia sudah berkarat dengan pekerjaannya dan sayapun meninggalkannya kembali ke pekerjaan pengamplasan saya.

Keesokan harinya saya merasakan ada kelainan di dalam atmosfer gudang kerja ini, saya mendapati hampir semua worker tidak mau berbicara kepada saya, berbeda dengan hari kemarin dan sebelum-sebelumnya. Semula saya menanggapi dengan sedikit baper, namun seiring berjalannya hari-hari kerja, saya membiarkannya saja berlalu. Saya berpikir mungkin saya terlalu muda dan hanya ingin mengetahui segala hal yang mengusik hati saya.

Hingga satu minggu kemudian, saya dipanggil ke kantor oleh toke pabrik pigura ini, yang sependek pengetahuan saya, teramat jarang, seorang buruh bisa langsung berhadapan dengan big boss di dalam ruang kantor pribadinya. 

Saya pun berjalan menuju kantor beliau yang berada di lantai dua melewati tangga besi yang sedikit bergoyang-goyang saat anda menjejakkan kaki di anak tangganya. Saya mengetuk pintu kayunya yang tidak rapat.

Masuk! Terdengar suara sang toke, dan saya melangkah masuk, perdana melihat ruang kerja the boss yang ternyata sederhana, tidak ada pendingin hanya sebuah kipas angin kecil yang menyala dengan suara kasar karena kerusakan bearingnya. Ruangannya terasa pengap yang dipenuhi kerangka pigura berbagai ukuran dan warna dengan debu disini-sana.

Si boss tidak banyak bicara sesudahnya. Dia menyilakan saya duduk di depan mejanya dan terlihat dia menuliskan sebuah cek dengan jumlah tertentu dan menyodorkannya kepada saya.

Kami sepakat untuk melepaskan engkau dan tidak lagi bekerja disini! Ujarnya singkat. Saya tak lama berdiri dan mengambil cek yang diacungkannya, lalu berlalu meninggalkannya tanpa sepatahpun.

Saya pun turun dan mengemasi barang barang saya dan membawanya dengan backpack di punggung, berjalan keluar faktori yang selama ini tanpa terasa mengungkung saya. Dan saya merasakan gembira dengan pemecatan saya sebagai pengamplas, hati saya merasakan bahagia bahwa saya telah mempelajari sesuatu pengalaman yang baru di awal kehidupan dunia kerja ini.

Waktu pun berlalu, tanpa terasa sudah sebulan tanpa pekerjaan yang sreg di hati saya, sementara saya tinggal di sebuah penginapan barak sederhana dengan ongkos murah sembari mencari pekerjaan baru. 

Dalam situasi ini, di saban malam saya mencoba untuk tidur, bersama-sama di dalam satu ruangan yang berisi 30 sampai 40 dipan berjajar orang-orang  tidur dengan suara mengorok mereka.  Dan tentu saja situasi ini telah menerbitkan selera keingintahuan saya yang menggebu untuk satu saat mempertanyakan kepada orang-orang terlelap ini, apakah mereka cukup gila dengan tidur mengorok sepanjang malam?  

Dari sini saya kembali merasakan satu lagi pengalaman baru yang menyenangkan dan memperkaya kehidupan generasi zet saya.
Walaupun mungkin saja ini memberikan gambaran perspektif lain kepada anda, betapa ***hole nya saya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun