Ipah merampungkan sajak fiksiana di subuh mendung. Dia gemas, sudah dua minggu Suaji tak pernah merespon klik tulisannya. Enggak kayak lajimnya, Suaji ramai memasok tulisan kelayar Ipah, yang udah gregetan enggak bisa emoji love. Maklum masih gres, mereka belum lama jadian.
Marahan, Ipah membungkus sajaknya melayang ke pangeran hatinya. Klik disini!
Menunggu berdetik tik tik, bermenit nit nit. No answer!
Ipah nyaris menangis hampa asa. Sementara lagu kamar nya cucok dengan kalbu halunya, Menangislah bila harus menangis, karena kita semua manusia. Ipahpun terlarut gundah.
"Dasar penyair eksentrik!" dia mengatup laptop apel.
"Bodo amaat.." Ipah masuk kamar mandi. Adus.
Pukul tujuh setengah dia sudah ayu, mau kuliah jam delapan. Lalu mengunci pintu pondokan dan menyundut motornya. Breng!
Ipah mata biru membelah aspal ibukota menuju kampus biru.
Suaji, suaji. Sepanjang kicauan kuliah, Ipah jadi kurang konsen.
"Kamu kok tampak kurang manstaf, Ipah" dosen netral menyapanya.