Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Capres

26 Maret 2019   23:34 Diperbarui: 27 Maret 2019   00:10 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Entah kapan. Tapi rasa itu datang seperti virus. Sangat cepat dan masif, rasa penuh antusias sekaligus kebencian yang membenam. Apalagi sejak survei survei pilpres atas nama integritas dan ilmu pengetahuan, mengungkap angka yang menyingkirkan pilihan membuatku geram. Perutku mual disertai perih seperti teriris sembilu. Namun ketika angin survei berbalik menuliskan angka berpihak kepada pilihanku,  aku mengalami luapan kegembiraan tak tertahan, satu rasa pelepasan dendam yang terindah.

Itulah, aku memasuki fase memuja capres lebih dari segala.

Aku tak mau angka angka survei menyiksaku, itu hanya ramalan, cuman kode, yang bisa aku mistik menjadi angka kemenangan capresku. Seperti kisah silam riwayat angka angka kode hwahwe, sdsb, sampai togel, bisa di utak atik mistik, menjadi angka hoki kemenangan yang membuatku puas dan mabuk berat.

Semua harus sempurna,  kebaikan lawan adalah keburukan, pembalikan kebaikan kucari dari literasi, background bahkan rumor hingga keujung dunia guna memperkuat capres pilihanku. Keburukan capresku adalah kebaikan. Aku memanipulasinya dan memakluminya dengan kekaguman. Dan aku puas.

Sejak itulah aku tak pernah tidur secara normal, pikiranku melulu capresku, hatiku sakit ketika ada yang mengusik kelemahan capresku, aku akan membalasnya dari  pojok  dunia nyata hingga dunia maya.  Tanpa ada yang luput, mulai dari cuitan, grup whatsapp dan buzzer medsos.

Badanku juga mulai terus bergetar didepan layar debat. Bajingan! Kerapku memaki, ketika capres pujaan direndahkan. Mampus! Selalu terucap lewat mulutku ketika menghantam capres seberang. Biasanya malam setelahnya  aku menjadi susah tidur, tubuhku demam, ketiak dan tanganku berkeringat, dadaku gemuruh berdetak  dideru emosi, yang berisi campuran kedengkian capres lawan dan ketakjuban capres idaman.

Mula mula hanya satu minggu satu kali, akhirnya dalam hitungan hari aku keranjingan perdebatan, akalku seperti tak sehat, mulai menagih untuk beradu mulut, adu keras, adu kotor sekalipun  demi capresku. Saban hari dari malam hingga mentari, kugali segala kecacatan semua lawan politik dan kusesakkan diotakku, sebagai amunisi untuk merubuhkan mereka ketanah. Kuburu semua acara debat pilpres untuk ikut memuaskan akal sehatku lewat gemuruh yel yel dan serapah lethal. Setiap hari!

Tak hanya itu, dunia fiksiku pula dipenuhi tautan melulu satu dimensi, menang dan menang, pikiranku linear, tak lagi ada yang namanya semua kawan, kawan adalah satu bangku capres. Tak hanya tulisan, komentar  tak senada, adalah kesumat.

Begitulah meningkat kesetiap menit, otakku hanya menuntut untuk menelusuri kelengahan lawan capres, aku memasuki taraf sakaw  mengharuskanku mengisi nalarku  dengan muslihat menjatuhkan  dan memasuki trance akan negara impian yang diusung capres gacoanku.

Tanpa kuinsafi, tubuhku semakin kurus, menipis karena minim asupan dan tak pernah memejam lelap selumrahnya. Aku menjadi ekstrim dan paranoid. Aku mulai terganggu, di idle malam saat manusia nyenyak bablas, benakku terbelenggu untuk memuntahkan kebencian untuk menghabisi keunggulan lawan seberang. Batok kepalaku selalu berdenyut nyeri bukan kepalang merubuhkan tubuhku menggeletak. Ya, saban tengah malam!

##

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun