"Kamu belum juga bobok, le"
"Sebentar pula nek, nenek tidur sahaja dulu"
"Aku dah kaping pindo, le"
Aku menolehkan senyumku keparas nenek yang berselimut diranjang. Matanya tetap mengatup, yang kontan kembali disusul nafas halus dengkurnya. Lelap lagi.
Aku sendiri masih duduk membaca doa malamku. Doa mengenai pengampunan dosa yang akhir akhir ini menghantuiku. Betul sudah satu bulan terakhir ini aku selalu diikuti suatu rasa bersalah, bahkan disaat kumenyendiri kata hati ini mewujud berupa rasa dosa. Banget.
Mungkin benar, aku kurang amanah menerima segala apa yang terjadi, begitu nasehat bapa ibu juga sesepuh. Banyak berdoa minta ampun kepada Yang Kuasa, begitu petuah mereka. Aku sih oke, menurut saja, namun aku mau melengkapinya dengan suatu perbuatan baik, sebagai penebus dosa, mudah mudahan bisa mengurangi beban rasa ini.
Ya, seperti saat ini, aku berada di hari keempat menemani nenekku  yang tinggal di lereng gunung. Tidak semata itu, pekerjaan rumahpun kueksekusi seperti menyapu, ngepel, cuci baju, nggosok, masak, ngosek dan lain lain,  kujalani supaya aku menjumpai kejembaran hati, menghapus dosa yang masih saja menyesaki rohku. Baik rohani dan jasmani aku gabung untuk mengukuhkan timbangan rasa bersalah ini.
"Kowe, apa tidak capek, le?" nenek menyeruak dari pintu depan, menyeret langkah tuanya saat ku menjemur cucian.
"Tidak, nek. Malah menyehatkan badan"
"Piye sih, panas panasan, Â malah nanti endasmu ngelu" nasehat nenek sambil memegang kepalanya sendiri.
"Biasa aja kali, nek. Aku kan pake topi koboi" kucoba bergurau.