Mohon tunggu...
Travel Story

Karena Terus Memikirkannya

12 Desember 2016   20:30 Diperbarui: 20 Desember 2016   18:49 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karena Terus Memikirkannya

Bagi saya yang sudah mengidam- idamkannya selama 18 Tahun, berdiri di Pelawangan Sembalun sambil menatap Danau Segara Anak yang memantulkan sunset berwarna jingga adalah moment yang sejenak membuat Saya “terlupa” sedang berada di mana. Ini betul- betul sekeping Tanah Surga. Teman seperjalanan menyebutnya “Efek Surga Bocor” . Saya tidak bohong jika saya mengatakan bahwa Saya betul- betul menangis saat itu, padahal saya sudah lupa bagaimana caranya untuk menangis. Dua “rasa” yang membuat saya menitikan air mata, yakni rasa haru karena saya sudah dapat meraih mimpi saya, dan rasa sedih atas kekurangan dan ketidakmampuan ekonomi saya sehingga impian itu terpending cukup lama. Sebagian orang dapat dengan begitu mudahnya naik ke Rinjani, bahkan dapat berkali- kali. Sedangkan saya harus menunggu 18 Tahun lamanya untuk dapat naik ke puncak tersebut.

Saya pernah sekilas membaca tentang The Power of Thinking. Just Thinking, Not Doing ! Kekuatan dari pikiran. Pikirkan saja terus menerus, setiap waktu, dan, simsalabim… . Semuanya akan terwujud. Demikian juga seperti yang disinggung oleh Agus Mustofa di dalam bukunya “Mengubah Takdir”. Kita dapat mengubah takdir kita menjadi seperti apa yang kita pikirkan, dengan hanya memikirkannya.

Dalam fisika, identifikasi gelombang umumnya dikaitkan dengan panjang gelombang atau frekwensi-nya. Dalam gelombang otak ini yang akan kita tinjau adalah fekuensi-nya. Apakah frekuensi itu? Ya, jumlah pulsa (impuls) perdetik dengan satuan Hz (Hertz).

Ada beberapa macam gelombang otak yg didasarkan pada tingkatan konsentrasi /focus pikiran kita sendiri atau kondisi fisik kita, yakni ;

Gamma 31 – 100 berpikir dg keras sekali dan suasana tegang (stress )
 Beta 14 – 30 hertz – aktif berpikir ( seperti menghitung/analisa )

Alpha 8 – 13,9 Hz – alam bawah sadar, imajinasi dan relaksasi

Tetha 4 – 7,9 Hz - intuisi

Delta 0,1 – 3,9 Hz – saat tidur

Ketika kita berpikir, merenung ,berdoa atau apa pun juga aktivitas batiniah, dalam otak kita sedang berlangsung suatu proses psikodinamika, yg menghasilkan gelombang elektromagnetik, nah gelombang tersebut bisa terpancar keluar, bisa menimbulkan resonansi pada orang lain. Begitu pula halnya ketika kita beribadah dengan khusyu, konsentrasi yg tinggi, maka akan tinggi pula gelombang elektromagnetiknya, yg berkorelasi dengan kualitas ibadah kita.

Nah, yang paling kuat resonansinya, adalah gelombang otak Alpha dan tetha, namun paling susah juga untuk bisa kita bangkitkan, dibanding gelombang beta yang kita gunakan saat berpikir sehari hari, sebagaimana halnya susah untuk berkonsentrasi.

Dalam kisah perjalanan saya ini, lontaran gelombang otak Alpha dan Tetha dari pikiran sayalah yang menyebar ke luar, merambat melalui udara, sehingga menggerakkan partikel- partikel udara di sekeliling saya, mempengaruhi orang lain untuk merapat serta membentuk suatu koordinasi, lalu melakukan hal yang saya harapkan. Kemudian semuanya seperti sudah berada di tempatnya masing- masing. Tiket pesawat yang terbeli, teman mapala yang menyediakan sekretariatnya di Mataram untuk tempat berteduh. Padahal dua jam sebelumnya saya masih kebingungan selama empat jam lebih masa transit di Jakarta tentang nasib perjalanan soloist saya ke Lombok. Guide yang tiba- tiba sudah tersedia, teman seperjalanan yang berasal dari Pasuruan yang tiba- tiba datang malam hari sebelum esoknya kita berangkat ke Rinjani, yang di kemudian hari malah menjanjikan saya untuk menemani saya ke Semeru jika saya mau datang ke Pasuruan setelah turun dari Rinjani. Seolah- olah alam semesta saat itu berlomba- lomba menjadi pendukung saya, sehingga saya dapat menggapai mimpi saya yang terpendam selama 18 Tahun lamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun