Mohon tunggu...
Travel Story

Karena Terus Memikirkannya

12 Desember 2016   20:30 Diperbarui: 20 Desember 2016   18:49 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karena Terus Memikirkannya

Tulisan ini saya dedikasikan buat sahabat pendaki saya di seantero negeri tercinta ini, baik mereka berwujud pria ataupun wanita, yang mempunyai impian untuk mendaki satu atau dua gunung yang sangat diidam- idamkannya, namun karena suatu dan lain hal, pendakian tersebut dengan terpaksa harus “delay/ ditunda” dulu.

Sebagai pendaki saya yakin bahwa sahabat pendaki punya satu atau tujuh impian untuk mendaki gunung yang kita inginkan. Alasannya dapat bermacam- macam, bisa karena jalurnya seperti Gunung Raung, bisa karena reputasinya seperti Atap Sumatera Gunung Kerinci, bisa karena keindahan danaunya seperti Gunung Rinjani dan Gunung Semeru, atau bisa jadi karena hamparan edelweissnya seperti Gunung Gede. Banyak alasan untuk itu.

Seperti saya sendiri mempunyai mimpi untuk menjadi Seven Summiter J. Paling tidak Seven Summiter versi tujuh puncak tertinggi di Indonesia. Banyak sekali kendala yang saya hadapi untuk itu, bahkan hingga kini Tuhan baru mengizinkan saya untuk menginjakan kaki di empat puncak tertinggi saja di Indonesia.

Kendala tersebut macam- macam. Begitu ada duitnya, ternyata waktunya yang tidak ada karena kesibukan bekerja biar dapur tetap ngebul. Pas tidak ada duit di tabungan, malah waktunya yang banyak tersisa. Sulit sekali untuk mengumpulkan dua hal itu secara bersamaan di dalam kantung saku carrier saya.

Tahun 1995, karena keterbatasan saya, tanpa sengaja saya ditempatkan dalam posisi harus menumpang tinggal sementara di kamar kecil berukuran 3 x 2,5 meter milik seseorang yang tidak saya kenal sama sekali, karena yang punya kamar sedang pulang kampung. Begitu masuk ke kamar kecil tersebut, saya dibuat terpesona oleh dua buah foto ukuran 14 R yang ditempelkan di dinding.

Foto itu milik si empunya kamar. Di salah satu foto dia berfose sedang berdiri lurus menghadap ke lensa kamera, di medan berbatu- batu dengan membelakangi kawah sebuah gunung yang asapnya sedang mengeluarkan letusan. Sumpah, menurut saya itu adalah dramatis dan indah sekali.  Berdiri pada jarak hanya beberapa puluh meter dari kawah Gunung berapi yang sedang meletus. Tentu saja butuh nyali yang besar untuk berada di sana pada saat letusan terjadi. Sempat terfikir, bagaimana caranya kawan itu menyelamatkan diri yah ? Dan karena kecilnya pengetahuan saya, saya tidak tahu bahwa itu adalah Puncak Mahameru, puncak Gunung Semeru, gunung tertinggi di Pulau Jawa yang dijuluki “Atap Jawa”.

Di foto yang lainnya dia berfose sedang duduk di hamparan luasnya savanna dengan background sebuah puncak gunung. Karena saya terbiasa hidup di daerah pegunungan hijau, dengan hutan hujan yang rindang, berada di tengah savanna Itu juga adalah suatu kesempatan yang menurut Saya sangat eksotis. Serasa berada di luar negeri, seperti di daerah Afrika sana. Dan kembali, karena kekerdilan pengetahuan Saya, baru belakangan hari saya baru tahu itu adalah Rinjani.

Sejak saat itu fikiran saya terus tertuju kepada dua gunung tersebut. Jujur, Semeru dan Rinjani adalah obsesi awal saya. Selalu saja timbul pertanyaan di kepala saya, kapan saya dapat menapakan kaki di kedua gunung tersebut? Sejak saat itu mungkin saya lebih banyak memikirkan Semeru dan Rinjani ketimbang memikirkan – para - kekasih saya (setidaknya saya jujur untuk masa lalu saya J).

Akhirnya saat itu tiba, Agustus 2013 yang lalu saya mendapat kesempatan mengunjungi Rinjani, dan bahkan untuk jangka waktu yang lebih dari cukup, yakni 7 hari di Rinjani. Secara mengejutkan juga, empat hari setelah itu saya sudah berada di Puncak Mahameru. Untuk dua perjalanan pendakian ini betul- betul di luar nalar saya. Walaupun perjalanan itu menghabiskan waktu dua minggu di mana seharusnya saya dapat bekerja dan menghasilkan dolar Singapura di Batam, menghabiskan budget tabungan saya tanpa penyesalan, membuat saya kehilangan hampir 5 kg berat tubuh saya, membuat bibir saya pecah karena hawa dingin dan kulit wajah serta kulit tangan saya hitam legam serta mengelupas di sana- sini karena sengatan hawa panas musim kemarau di Bulan Agustus. Tapi semua itu tidak sebanding dengan kepuasan yang saya peroleh dan saya dokumentasikan dalam 2.250 frame foto.  

Sampai sekarang saya masih tidak percaya bahwa saya dapat mencapai dua puncak gunung tersebut hanya dengan sekali jalan saja, setelah menghabiskan waktu 18 Tahun memikirkannya. Ya… . Saya dapat mendaki dua puncak gunung tersebut KARENA TERUS MEMIKIRKANNYA selama 18 Tahun. 

Lamanya waktu penantian dan pengharapan tersebut mampu membuat saya menangis di Pelawangan Sembalun beberapa saat setelah kaki saya menginjak Pelawangan yang menghamparkan pemandangan spektakuler Danau Segara Anak dalam bayang- bayang redupnya sunset pukul 18:00 WITA. Pemandangan yang sebelumnya hanya dapat saya nikmati di internet dan saya koleksi di satu folder khusus di laptop Saya. FOLDER TARGET RINJANI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun