Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nestapa Dua Balita di Kota Salatiga

1 November 2018   15:26 Diperbarui: 3 November 2018   03:13 1519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adil dalam pangkuan Bamset, Syafii dipangku kakeknya (foto: dok pri)

Pasangan Parli dan Sutiyem dengan dua cucunya (foto: dok pri)
Pasangan Parli dan Sutiyem dengan dua cucunya (foto: dok pri)
Menolak Diadopsi

Menurut Parli, dengan upah sebesar Rp 100.000 per hari, dirinya harus pintar- pintar membaginya. Dari mulai untuk makan keseharian yang mencapai Rp 30.000, transport dan susu buat cucunya. Karena jatah beras berikut lauknya di rumah juga sangat diperlukan, otomatis susu bubuk sering tidak kebagian.

"Kalau normalnya satu dus susu untuk empat hari, agar awet, neneknya menjadikannya seminggu," jelasnya.

Rumah yang ditempati Parli dan Sutiyem sendiri bukanlah bangunan mewah, rumah berdinding papan serta triplek ini hanya berukuran 6 X 8 meter. Tidak ada fasilitas hiburan apa pun, bahkan listrik pun menyalur dari tetangganya. Satu- satunya yang disebut kamar hanyalah ruangan yang diberi sekat kain. Kendati begitu, kondisinya lumayan bersih.

Bamset diskusi dengan bu Sutiyem (foto : dok pri)
Bamset diskusi dengan bu Sutiyem (foto : dok pri)
Perihal keberadaan dua cucunya yang malang, Parli menuturkan, sebelumnya pasangan Agus dan Tika tinggal di rumah besannya di Kota Semarang. Hingga tiga bulan lalu, usai melahirkan Syafii, mendadak perangai Tika mulai berubah. Ia sering bicara sendiri, bertingkah aneh serta menolak merawat bayinya. Hal itu berlangsung setiap saat, sehingga membuat suaminya jengkel.

"Agus meninggalkan anak istrinya tanpa pamit," kata Parli.

Raibnya Agus, rupanya membuat mertuanya geregetan. Karena selain mengurusi Tika yang dirawat di RSJ Kota Semarang, mereka juga harus merawat dua balita. Karena jengkel dengan keadaan, 2,5 bulan lalu, Adil dan Syafii diantarkan ke Salatiga, intinya diserahkan pada keluarga Parli.

"Mau tak mau ya harus kami terima, karena itu memang cucu kami," tutur Parli didampingi Sutiyem.

Syafii dalam pangkuan kakeknya (foto: dok pri)
Syafii dalam pangkuan kakeknya (foto: dok pri)
Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata Sutiyem kelimpungan juga merawat dua balita berikut harus memenuhi segala keperluannya. Hal inilah yang mengundang orang- orang untuk menyampaikan keinginan mengadopsi Adil mau pun Syafii.

"Saya menolak keras keinginan orang yang mau mengadopsi cucu saya, makan tidak makan tetap akan saya rawat," ujar Sutiyem seraya memohon agar Agus pulang.

Hingga 2,5 bulan merawat dua cucu balitanya, Tika selaku ibu kandung Adil mau pun Syafii pernah datang sekali menjenguknya. Yang membuat Sutiyem perihatin, penderita Pospartum depression itu belum memperlihatkan indikasi kesembuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun