Saya membaca ulasan menarik dari peristiwa itu melalui esai Dahlan Iskan (DI) di harian Disway, 10-10-2025. Ia menulis soal "hidup-mati" ekspor udang itu yang mengancam 1 juta pekerja di Indonesia karena perusahaan terancam bangkrut. Pak DI mengisahkan konteks yang menurut saya patut dijadikan studi kasus dalam penyajian deep learning ilmu kimia, fisika, biologi di SMA atau sederajat.
Ya, peristiwa semacam itu meskipun sebuah "musibah" bagi dunia perudangan kita, mengandung pembelajaran mendalam tentang keteledoran manusia,---seperti halnya kasus musala pesantren yang ambruk itu jika ditinjau dari ilmu konstruksi (teknik sipil), arsitektur, dan mitigasi bencana. Jadi, setelah diselidiki dari mana udang-udang itu terpapar, diketahuilah penyebabnya sebab tidak mungkin ada asap jika tidak ada api.
Sebagaimana dipahami, Cs-137 merupakan senyawa buatan, tidak terdapat di alam. Ia merupakan radioaktif buatan manusia: produk sampingan dari fisi nuklir berbahan bakar uranium. Mudah pula menelusuri siapa penggunanya, umumnya pabrik baja, pertanian untuk mendeteksi sumber air, dan rumah sakit untuk mendeteksi kanker melalui MRI.
Di kompleks industri Cikande terdapat pabrik peleburan baja dari besi-besi tua. Melalui Bapeten, pemerintah melakukan investigasi. Temuan Bapeten bahwa cerobong dari perusahaan itu mengeluarkan Cs-137 dalam kadar di atas yang diperbolehkan: 0,3. Seharusnya batas yang diizinkan lebih kecil dari 0,1. Waduh!
Cs-137 memang canggih. Ia mampu menempel di kontainer lalu menembus seperti hollow man dan menyusup bak makhluk halus ke dalam jasad-jasad udang siap konsumsi itu. Efeknya memang seperti domino yang pernah dimainkan Pak Menteri satu lagi.Â
Pak DI menulis bahwa di Amerika udang dari Cikande dikirim ke puluhan supermarket milik Walmart. Maka dari itu, pemerintah Amerika mewajibkan Walmart memusnahkan semua udang dari Indonesia itu. Kontainer yang sudah tiba di Amerika disuruh balik badan. Bukan satu, melainkan ratusan kontainer. Kontainer yang masih di perjalanan juga harus putar balik di tengah laut, kembali ke Tanah Air.Â
Bayangan kerugian ekspor udang itu langsung menghantui pengusaha di Indonesia. Total ekspor udang ke AS imencapai 60-70% dibandingkan negara lain. Kalau pihak AS menolak, mau dikemanakan udang-udang malang itu? Apakah dijadikan menu MBG?
Terkait dengan materi pembelajaran mendalam, beberapa konteks itu dapat dilihat dari kacamata kimia, fisika, biologi, ekonomi, dan mungkin juga sosiologi. Hal itu juga menunjukkan bagaimana pemerintah merespons suatu peristiwa. Jadi, bukan soal enteng bahwa udang itu kembali lalu dikonsumsi di dalam negeri karena masih "batas aman".Â
Namun, akar masalah yang sudah ditemukan itu cepat dilokalisasi dan dinetralkan kembali. Apakah memang ada kajian bahwa suatu pabrik yang menggunakan proses dan bahan radioaktif boleh berdekatan dengan pabrik pembekuan atau pengawetan makanan? Jika hanya satu kontainer yang terpapar, mengapa ia boleh terpapar, sedangkan yang lain tidak?
Terkadang Kita Memang Santuy
Indonesia disebut salah satu negara paling bahagia di dunia, mungkin karena cenderung santuy menghadapi persoalan hidup ini yang karut-marut. Pemerintah santuy dan rakyatnya juga santuy.Â
Musala dan bangunan pesantren yang ambruk serta menewaskan lebih dari 50 orang itu dianggap sebagai takdir. Korban diberi santunan lalu dibadalkan umrah oleh pihak pesantren yang meminta maaf sebagai kekurangan dalam pelayanan.Â