Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ampuhnya Story Telling dalam Karya Tulis Ilmiah

8 September 2023   06:47 Diperbarui: 8 September 2023   15:25 2005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi elemen penting dalam teknik story telling. Sumber: Shutterstock via kompas.com

Stephen Hawking tak menyangka bukunya bertajuk A Brief History of Time laris manis. Edisi pertama bukunya bertengger di daftar best seller Sunday Times selama 237 minggu--sesuatu yang tidak terjadi pada buku nonfiksi lainnya. Bukunya bahkan diterjemahkan ke dalam 40 bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Konon, katanya, ada 1 bukunya untuk setiap 750 laki-laki, perempuan, dan anak di dunia. Wow!

Salah satu kekuatan yang dimiliki buku Hawking adalah penyajiannya secara ilmiah populer--mudah dipahami dan menarik. Hawking membukanya dengan berkisah. 

Seorang ilmuwan terkenal (ada yang bilang Bertrand Russel) pernah mengadakan kuliah umum astronomi. Dia menjabarkan bagaimana Bumi mengelilingi Matahari dan Matahari mengelilingi pusat gugusan bintang yang kita sebut galaksi. Pada akhir kuliah, seorang perempuan tua kecil di bagian belakang ruangan berdiri dan berkata, "Yang Anda katakan barusan itu omong kosong. Dunia ini bidang datar yang berada di atas punggung kura-kura raksasa." Si ilmuwan tersenyum, merasa unggul, sebelum menjawab, " Kura-kura itu berdiri di atas apa?" "Anda pandai sekali, anak muda, pandai sekali, " kata si perempuan tua. "Ada kura-kura, banyak kura-kura, terus sampai ke bawah!" (Hlm. 1)

Teknik pengisahan (story telling) untuk menjelaskan sains telah lama digunakan, terutama oleh ilmuwan dan akademisi Barat saat mereka menuliskan bukunya. Mereka percaya bahwa pengisahan merupakan bagian dari cara "menunjukkan" yang lebih mengena daripada cara "memberi tahu" yang kurang disukai pembaca.

David Eipstein dalam bukunya Range yang mengungkap soal keunggulan manusia generalis juga membuka dengan kisah. Ia memulainya dengan bab "Pendahuluan: Roger Vs Tiger".

Mari kita mulai dengan dua kisah dari dunia olahraga. Mungkin Anda mengetahui kisah yang pertama ini.

Ayah dari anak lelaki itu tahu ada sesuatu yang berbeda pada diri anaknya. Pada usia enam bulan, anak itu sudah bisa menyeimbangkan diri di telapak tangan ayahnya saat mereka berjalan di rumah. Pada usia tujuh bulan, sang ayah memberinya tongkat golf untuk dijadikan mainan, dan anak itu menyeretnya ke mana-mana sambil berputar-putar dengan alat bantu jalannya yang bulat. Pada usia sepuluh bulan, ia merayap turun dari kursi tingginya, merangkak ke tongkat golf yang telah dipendekkan sesuai dengan ukuran tubuhnya, dan mengayunkannya seperti yang pernah ia tonton di garasi rumah. Karena sang ayah belum bisa bicara dengan putranya, ia membuat beberapa gambar untuk menunjukkan bagaimana cara memegang tongkat golf. "Sulit sekali untuk memberi tahu cara mengayunkan tongkat ketika anak masih terlalu kecil untuk bicara," katanya kelak.

Mengapa pengisahan atau sering disebut wacana narasi ini menarik? Narasi sejatinya dapat diidentifikasi dari kisah-kisah faktual (nonfiksi) di samping kisah-kisah fiksi dalam bentuk karya sastra dan film. Narasi berfungsi sebagai bantuan untuk memaknai pelaporan pengalaman. Cara terjadinya yakni dengan menghubungkan antara perilaku/tindakandan peristiwa secara logis, bersinambungan atau timbal balik lalu dengan menyediakan unsur tokoh dan tempat yang memiliki karakter yang tetap serta dapat dipahami (realistis).

Walter Fisher, pakar yang meneliti tentang paradigma naratif mengungkapkan bahwa esensi dari sifat dasar manusia adalah menceritakan kisah. Dengan demikian, paradigma naratif mengedepankan keyakinan bahwa manusia ialah seorang pencerita dan bahwa pertimbangan akan nilai, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku manusia. Dengan kata lain, manusia lebih mudah terbujuk oleh cerita yang bagus dibandingkan argumentasi yang baik.

alamyphoto/Panther Media GmbH
alamyphoto/Panther Media GmbH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun