Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Kejujuran Buku Best Seller

10 Januari 2023   12:50 Diperbarui: 10 Januari 2023   19:20 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
misscherrygolightly/Getty Images

Sering kali atas alasan pasar alias memikat calon pembaca, buku dilabeli best seller atau sangat laris. Naifnya beberapa buku yang merupakan cetakan pertama sudah dilabeli best seller. Tampaknya sebelum buku itu terbit, telah terjadi penjualan secara gaib. 

Saat bergabung dengan sebuah penerbit nasional, saya sempat mempertanyakan perihal ini kepada tim redaksi.

"Mengapa buku cetakan pertama sudah disebut best seller?"

"Biar menarik secara pasar, Pak!"

"Wah, itu pembohongan publik."

Gejala ini memang menjangkiti para penerbit baru, termasuk penerbitan mandiri (self publishing). Dengan alasan menarik pasar, diakuilah buku itu sudah sangat laris. Masalahnya di Indonesia juga tidak ada lembaga resmi yang diakui sebagai pemeringkat best seller, seperti halnya New York Times di Amerika atau Publisher Weekly di Inggris. Ukuran standar tiras penjualan sehingga sebuah buku layak disebut best seller juga tidak ada di Indonesia.

Menurut Anda berapa tiras buku terjual sehingga disebut best seller?

Saya pernah menulis bahwa ukuran best seller itu di Indonesia apabila buku terjual lebih dari 30.000 eksemplar dalam satu tahun. Jika buku itu dicetak 5.000 eksemplar setiap kali cetak ulang, berarti ia mengalami enam kali cetak ulang. Sebenarnya, lebih meyakinkan lagi jika terjual lebih dari 50.000 dalam setahun penjualan.

Memang prestasi best seller itu tidaklah main-main. Rentang satu tahun menunjukkan daya jual buku itu sehingga stok buku tidak perlu "berulang tahun". Hitungan sederhananya begini. Terjual 50.000 eksemplar. Harga buku taruhlah Rp60.000, royalti 10% maka penulis akan menerima Rp6.000 x 50.000 = Rp300 juta. 

Seseorang dengan prestasi royalti Rp300 juta memang layak menyandang predikat penulis best seller. Ia sudah boleh membeli mobil dengan uang itu atau menjadikannya uang muka sebuah rumah.

Bagaimana dengan megabest seller? Ini sudah masuk kategori kakap, seperti J.K. Rowling dengan Harry Potter. Terjual lebih dari jutaan eksemplar dalam rentang waktu tertentu. Penulisnya jelas kaya raya. Di Indonesia penulis semacam ini sudah mengantongi royalti miliaran rupiah dari buku.

Namun, banyak juga yang "halu" dengan best seller ini karena menganggap bukunya sudah dicetak berkali-kali, misalnya lima kali. Setelah diselisik ternyata ia mencetak lima kali dengan tiras @1.000 eksemplar. Artinya, hanya tercetak 5.000 eksemplar. Jika terjual semua, royalti yang diterima (10% dari harga jual) dengan harga Rp60 ribu adalah Rp30 juta. Masih terlalu kecil sebagai penulis best seller karena masih kurang untuk membeli NMax secara tunai.

Bagaimana dengan peringkat best seller di jejaring toko buku? Mungkin status best seller terjadi secara alamiah dan jejaring toko buku itu memiliki standar sendiri berapa buku terjual dalam sebulan atau rentang waktu tertentu yang pantas masuk rak best seller. Alamiah artinya benar-benar dibeli oleh pembaca.

Tidak alamiah? Dibeli oleh penulisnya sendiri atau saudaranya penulis atau temannya penulis yang di-setting memborong buku agar buku itu masuk rak best seller. Pastilah ini penulis kurang kerjaan. Ya, begitulah yang sangat mungkin terjadi demi masuk kriteria best seller.

Tentulah terjadinya penjulan buku sangat laris secara alamiah menjadi harapan penerbit dan juga penulis. Bagaimanapun penerbitan buku adalah sebuah bisnis yang harus mampu terus-menerus mereproduksi dirinya sendiri. Karena itu, perihal sepele mencantumkan label best seller yang sebenarnya bukan best seller dengan alasan apa pun, termasuk pembohongan publik. 

Walaupun begitu, banyak pembaca buku saat ini adalah pembaca cerdas. Mereka tidak serta-merta membeli buku karena ada cap best seller di kover depannya. Beberapa buku dengan cap best seller itu sudah diketahui bukan best seller. Biarkanlah itu menjadi doa dan harapan penerbit serta penulisnya meskipun tidak jujur kepada pembaca.

Salam insaf!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun