Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kenali Lebih Dalam Seluk Beluk Dunia Editing dan Editor

22 September 2017   07:35 Diperbarui: 15 Oktober 2017   06:05 9962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:http://www.angelenaboden.com

Di media-media menengah dan besar, editor dipekerjakan, bahkan lebih dari satu orang. Dalam lingkup organisasi yang kompleks, editor malah terbagi-bagi lagi sesuai dengan jenjang dan tugasnya. Ada yang disebut editor akuisisi atau pemerolehan naskah (acquiring/acquisition editor) yang tugasnya mencari penulis dan mencari naskah. Ada editor pengembang (development editor) yang tugasnya mengembangkan naskah dari segi penyajian, desain, dan juga bentuk lain. Ada editor proyek (project editor) yang menangani satu proyek penerbitan tertentu. Ada juga editor yang khusus mengurus kontrak/perjanjian hak cipta (right editor).

Namun, yang paling umum seperti telah saya sebutkan adalah editor nas atau copy editor. Lulusan Prodi Penerbitan seperti Polimedia biasanya menempati posisi editor magang (editor trainee) atau asisten editorial (editorial assistant) saat baru bekerja. Tugas utama mereka adalah memeriksa dan memperbaiki kesalahan pada naskah atau pada cetak coba naskah (pruf) mendampingi editor nas.

Tujuh Fokus Editing

Editor berfokus mengedit pada tujuh hal berikut:

  1. keterbacaan (readablity) dan kejelahan (legibility) dari segi perwajahan dan tipografi pada naskah yang sudah didesain (pruf);
  2. ketaatasasan dari segi konsistensi penerapan kaidah-kaidah pada gaya selingkung (house style) penerbitan;
  3. kebahasaan dari segi ejaan, tata bahasa, dan perjenjangan usia;
  4. kejelasan gaya bahasa (ketedasan) dari segi kemudahan naskah untuk dipahami;
  5. ketelitian data dan fakta dari segi akurasi, validitas, dan relevansi;
  6. kepatuhan hukum (legalitas) dan kepatutan dari segi penghormatan terhadap hak cipta orang lain dan penghindaran konten berbahaya;
  7. ketepatan rincian produksi dari segi spesifikasi produk yang akan diterbitkan.

Walaupun hanya tujuh hal yang menjadi fokus editing, tidak semua editor pemula atau junior diperkenankan untuk memeriksa dan memperbaikinya. Ada fokus yang memang hanya dapat dilakukan oleh editor senior karena terkait dengan pengetahuan, keterampilan, dan tentu saja jam terbang atau pengalaman. Anda dapat melihat multidisiplin ilmu digunakan para editor, tidak hanya ilmu bahasa.

Di dalam kode etik editor hal yang dianggap fatal adalah ketika editor mengedit suatu konten yang sudah benar menjadi salah. Ini sering terjadi karena pemikiran dangkal atau persepsi yang terbatas dari seorang editor. Editor yang melakukannya sering tidak termaafkan dan mendapatkan sanksi berat.

Kompetensi Membaca dan Menulis

Kompetensi utama seorang editor adalah kemampuan membaca dan menulis--kalau perlu, di atas rata-rata. Ya, karena pekerjaan sehari-harinya adalah membaca. Terkadang ia menggunakan teknik membaca cepat, terkadang membaca analitis, dan terkadang membaca sintopikal (teknik membaca beberapa bahan bacaan, lalu menghubungkan semuanya dalam suatu karya baru).

Sangat lucu, tetapi tidak ringan, jika seorang editor sok-sokan mengedit dan memberi saran kepada penulis sementara dia sendiri sama sekali tidak mampu menulis. Karena itu, semasa kuliah dulu, saya membangun kompetensi menulis bersamaan dengan pengetahuan dan keterampilan di bidang penerbitan, termasuk editing. Kemampuan menulis terus saya asah sehingga mampu menjebol gawang redaksi koran nasional dan juga menjuarai beberapa lomba penulisan.

Penulis akan respek terhadap editor yang juga seorang penulis. Itu kunci saya untuk berkomunikasi dan berdiplomasi dengan para penulis yang terkadang karakternya berbeda-beda. Ada penulis yang gampangan alias menyerah sebelum berjuang. Ada penulis yang jaim dan sulitnya minta ampun karena enggan disalahkan serta selalu menyebut-nyebut ia lebih berpengalaman dengan sederet titel di depan dan belakang namanya. Tentu ada juga penulis yang fleksibel--enak untuk diajak berdiskusi serta mau menerima masukan dan yang penting mengerjakannya.

Nasib Editor dan Asosiasi Editor

Hal yang sering saya ulang bahwa editor sudah menjadi nasibnya untuk berada dalam senyap di antara gebyar popularitas sebuah tulisan atau buku. Penulisnyalah yang akan populer meskipun buku itu sedikit banyak adalah hasil kerja editor. Kalau editor mau ikut terkenal, ya dia harus menulis buku juga. Jadi, jangan pernah berharap ia akan dielu-elukan seperti penulis.

Berarti editor juga tidak dapat semakmur penulis? Itu takdir yang dapat diubah karena bukan berarti editor itu sehabis ngedit harus naik motor (melulu). Sekali-sekali menjadi "editbil" sehabis ngedit naik mobil--artinya ya punya mobil. Nah, ini berhubungan dengan standardisasi kompetensi. Honor atau tarif editing itu harus jelas karena editing juga tingkatannya ada tiga: editing ringan, editing sedang, dan editing berat. Selain itu, standar kompetensi juga menegaskan adanya level editor sehingga berpengaruh terhadap jenjang karier editor. 

Bayangkan pada kasus editing buku-buku pelajaran, kerap kali editor harus menulis ulang naskah yang ditulis centang perenang. Penulisnya tenang-tenang saja mendapatkan "nama" dan tentu saja royalti. Dalam kasus ini, editing yang dilakukan sudah editing berat yang tentunya honornya harus lebih besar dari editing ringan (yang sekadar membetulkan ejaan dan tata bahasa).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun