Mohon tunggu...
Bambang Syairudin
Bambang Syairudin Mohon Tunggu... Dosen - Bams sedang berikhtiar untuk menayangkan Sekelebat CERPEN: BERTEMUNYA DUA ORANG HEBAT (6). Semoga bermanfaat. 🙏🙏

========================================== Bambang Syairudin (Bams), Dosen ITS ========================================== Kilas Balik 2023, Alhamdulillah Peringkat # 1 ========================================== Puji TUHAN atas IDE yang Engkau alirkan DERAS ==========================================

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Monolog 10: Kekosongan

4 Juni 2021   19:00 Diperbarui: 4 Juni 2021   18:59 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi merupakan dokumen karya pribadi (Karya Bambang Syairudin)

Monolog 10: Kekosongan

Anakku, ada baiknya engkau perlu memahami makna kekosongan lewat satu cerpen singkat ayah di bawah ini,
dan apa tanggapanmu ?
 
Rumah Kosong
 
Seorang tua sedang duduk termenung memandangi segala sesuatu yang terjadi di luar jendela.
Hujan menambah suasana rindu dalam hatinya. Rindu akan masa lalunya yang benar-benar telah berlalu.
Hilang dan tak bisa kembali.
Suasana itu bila lama-lama ia bayangkan, seolah menjadi semacam belati yang mengiris-iris ulu hatinya.
Ia tak tahu. Yang jelas sekarang ia tengah merasakannya.

Mengingat usianya yang telah lanjut, ia nampaknya optimis
bahwa keadaan semacam itu akan segera berakhir seiring dengan kepergiannya kelak meninggalkan dunia yang wajar ini.
Setidak-tidaknya apabila ia tidak keliru menafsirkan dunia ini. Yaitu dunia yang dibatasi oleh awal dan akhir,
sementara didalamnya penuh berjejal-jejal ketidakpastian.
Ketidakpastian.
Menurut dia, kita terus menerus dipaksanya untuk menelan mentah-mentah aksioma itu.
Aksioma yang menerangkan kepada kita akan ketidakberdayaan kita--ketidakberdayaan kita
dalam menghadapi nasib dan takdir -- bahkan ketidakberdayaan untuk memenuhi harapan-harapannya sendiri,
rencana-rencana, program-program, algoritma-algoritma, dan lain-lain.
Termasuk ketidakberdayaan atas ketidakberdayaan itu sendiri.
Entahlah......seraya ia menarik nafas panjang. Nafas yang sempat masih bisa dia nikmati hari ini.
Walaupun tarikan nafasnya itu ia maksudkan untuk mewakili suatu pengertian akan ketidakberdayaannya itu.

Di luar, hujan belum menunjukkan tanda-tanda hendak berhenti
sebagaimana degup jantungnya juga belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti,
walaupun degup itu telah lama menemaninya sejak ia lahir ke dunia ini.
Ia semakin merasakan bahwa dirinya ternyata adalah sendiri,
ketika ia sadar bahwa rumah yang ia diami selama ini adalah rumah kosong;
dalam arti yang sebenarnya: Tanpa ia berada didalamnya !!!.

Begitulah, anakku, dan ayah kira tidak perlu terlalu detil mengajarimu.
Anakku, Fia, kekosongan itu adalah kesunyian yang sempurna.
Dalam arti hakekatnya sama, kemampuannya sama.
Pernahkah engkau mengalami kekosongan, sebagaimana si tokoh dalam cerpen itu ?
Di dalam kekosongan, hakekat isi menjadi nyata dan tak berhingga.
Di sana engkau tidak akan menemukan hakekat dirimu, melainkan hakekat perjumpaanmu.

Anakku, Fia, ketika kutuliskan kalimat ini, usiamu masih 20 bulan. Tapi engkau sudah pandai berjalan,
juga pandai berkata-kata.
Kau juga sudah bisa bilang "ma'afkan " tapi dalam bentuk ucapan " ma'askan ".  
Sering, ketika mendengar engkau mengucapkan kata itu, ibumu tertawa.
Suasana rumah menjadi riang dan lucu dengan kelakuanmu itu.

Sedikit cerita tentang kehamilan ibumu, banyak orang salah menebak tentang kau. Termasuk ayahmu.
Walaupun engkau masih dalam kandungan, kamu sering aku panggil " ale ",
ketika itu sedang terjadi pertandingan sepakbola perebutan juara dunia di Perancis.
Dan nyanyian ale-ale menjadi semacam maskot untuk setiap pertandingan.
Ibumu, sering marah-marah kepada ayahmu ini, karena ibumu menyangka itu nama anak laki-laki.
Dan oleh ibumu, aku tidak boleh terlalu ceroboh menebak engkau sebagai calon anak laki-laki.
Hasil dari USG juga salah.
Tapi bagi ayahmu dan ibumu, juga bagi saudara-saudaraku, dengan kehamilan ibumu ini, mereka senang.
Semua senang, apakah engkau akan lahir sebagai anak laki-laki atau pun perempuan adalah sama.
Dan aku akhirnya bangga engkau lahir sebagai anak perempuan, sebagaimana aku bangga terhadap ibumu,
juga aku bangga terhadap nenek pekalonganmu, juga mbah nggalekmu.
Bagiku wanita adalah sebuah galaksi jagad raya dimana isi bisa memenuhi kekosongan,
atau sekaligus kekosongan bisa memenuhi isinya.
Perlu engkau ketahui anakku, bahwa engkau dan ibumu sangat berarti dalam hakekat perjumpaanku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun