Sekilas di benak, keharuman itu selalu berebut peringkat. Kalau bisa menanjak di tempat utama. Tetapi tidak semua mampu ke sana. Telanjur kering, kelopaknya merana.
Tak semua bunga mampu wangi terpuji. Apalagi jika terkait dengan reputasi. Ingin dikenang, namun salah jalan. Sepanjang hayat jadi bulan-bulanan. Entah kenapa, pragmatisme semakin diburu. Barangkali ingin bermandikan doku.
Mawar itu pasti berduri. Tapi mereka mampu meninggalkan wangi. Itu asli, bukan imitasi. Jauh dari tangisan dan penyesalan. Walau menghadapi duka lara, mereka masih mampu tertawa. Malah jika ditemukan oleh mereka yang sedang jatuh cinta, dijadikan asesori berlutut lama- lama. Tentu untuk kekasih tercinta.
Mawar itu masih mampu meruncingkan duri. "Nglincipi eri" untuk menanggulangi risiko barangkali. Siapa tahu bertemu orang iseng. Mematahkan dahan, tapi tanpa tujuan. Bunga haru itu kering tak ayu.
Ladang bebungaan sering tumbuh di semak belukar. Harap waspada dengan ular liar. "Ana ula ngaub ing sesuketan. Latet anguis in herba". Tak ada salahnya selalu ingat dan waspada.