Menyandang nama besar, dibayangkan anti gusar. Mungkin pernah merasakan arti damai dalam kurun lama atau hanya sebentar. Kadangkala merasakan nikmatnya rasa cukup. Dalam perjalanan itu, pernah paham makna kata tumbuh dan kaya, walau  mengalaminya belumlah tentu.
Kemasyhuran tidak serta merta menyempurnakan kerendahan hati. Integritas, diburu hingga tuntas, tetapi sulit bertahan dari awal hingga akhir. Dalam perjalan panjang, selalu ada yang disembunyikan tanpa berpikir.
Manusia, pada hakikatnya merindukan wangi bunga. Kata dan tindakan adalah porosnya. Dari sinilah asal usul aroma wangi sebuah nama.
Saat bunga masih mekar, decak kagum menghampar. Dikagumi habis-habisan. Diciumi tiada bosan.Â
Seiring dengan perjalanan waktu, banyak hama yang mengganggu. Iri hati sesama penghuni alam, dipicu kagum bercampur dendam.
Lalu beterbanganlah kupu-kupu. Ada yang mendekati, tapi mulai banyak yang menghindari hamparan. Kepak sayap yang ringkih, mengingatkan bahwa hidup itu senang sekaligus sedih.
Memang ada saja yang memantaskan diri sebagai bunga. Inginkan harum nama, wangi reputasi jadi andalannya.
Tetapi, kemurahan hati itu apakah mampu mempertahankan mewangi ? Semakin mendekati masa gugur bunga, putiknya mulai letih. Demi sebuah nama, akhirnya kita tahu mana batasnya, agar tidak terlalu duka dan sedih.