I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Profesi dokter memegang peran krusial dalam sistem kesehatan, sehingga integritas dan kompetensinya harus dijaga melalui mekanisme hukum yang jelas. Dalam praktiknya, kasus pelanggaran seperti malpraktik, pelanggaran etik, hingga tindak pidana (misalnya kekerasan seksual) menuntut penegakan disiplin yang tegas. Regulasi terbaru, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024), dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2024 (Permenkes 12/2024), memperkuat kerangka hukum untuk menjamin akuntabilitas profesi kesehatan. Artikel ini menganalisis mekanisme sanksi dan pemecatan dokter berdasarkan ketiga instrumen hukum tersebut.
2. Tujuan Artikel
- Menguraikan kewenangan lembaga seperti Majelis Disiplin Profesi Kesehatan (MDPK) dan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) dalam penegakan disiplin.Â
- Menjelaskan dasar hukum sanksi administratif hingga pemecatan dokter.
- Memberikan contoh implementasi regulasi dalam kasus konkret.
II. Landasan Hukum Sanksi dan Pemecatan Dokter
1. UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
- Pasal 198: Mengklasifikasikan dokter sebagai tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang wajib memenuhi standar kompetensi dan etik profesi.Â
- Pasal 283 ayat (4)-(5): Pemerintah pusat dan daerah berwenang menjatuhkan sanksi administratif, termasuk pencabutan Surat Izin Praktik (SIP), kepada tenaga kesehatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.Â
- Pasal 304: Majelis Disiplin Profesi Kesehatan (MDPK) bertugas menerima pengaduan, memeriksa, dan memutus kasus pelanggaran disiplin profesi tenaga kesehatan.Â
2. PP No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang KesehatanÂ
- Pasal 42 ayat (1): Kepala dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota berwenang menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, denda administratif, hingga pencabutan izin.Â
- Pasal 695 ayat (3) huruf d: KKI mempunyai tugas melaksanakan rekomendasi sanksi disiplin yang ditetapkan oleh MDPK.Â
3. Permenkes No. 12 Tahun 2024 tentang Tata Kerja Konsil Kesehatan Indonesia dan Majelis Disiplin Profesi KesehatanÂ
- Mengatur tata cara pengangkatan anggota KKI dan MDPK, mekanisme penerimaan pengaduan, pemeriksaan, persidangan, hingga penetapan sanksi oleh MDPK.Â
- Pasal 712 ayat (2): MDPK dalam melaksanakan tugasnya wajib menjamin proses pemeriksaan dilakukan secara objektif, adil, transparan, dan akuntabel.Â
III. Peran Lembaga dalam Penegakan Disiplin Profesi
1. Konsil Kesehatan Indonesia (KKI)
- Registrasi dan Lisensi: Menerbitkan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) sebagai persyaratan bagi tenaga kesehatan untuk menjalankan praktik (Pasal 260 UU Kesehatan).Â
- Pelaksanaan Sanksi Disiplin: Menindaklanjuti dan melaksanakan putusan sanksi disiplin yang ditetapkan oleh MDPK, termasuk pembekuan atau pencabutan STR dan SIP.Â
2. Majelis Disiplin Profesi Kesehatan (MDPK)
- Proses Pemeriksaan dan Persidangan: Menerima pengaduan dugaan pelanggaran disiplin, melakukan verifikasi, pemeriksaan, dan menggelar sidang dengan prinsip audi et alteram partem (mendengarkan kedua belah pihak).Â
- Jenis Sanksi Disiplin: a. Peringatan tertulis. b. Rekomendasi untuk mengikuti program perbaikan kompetensi. c. Penonaktifan sementara STR dan/atau SIP. d. Rekomendasi pencabutan STR dan/atau SIP (Pasal 306 UU Kesehatan).Â
3. Peran Pemerintah (Pusat dan Daerah)
- Pengawasan dan Pembinaan: Melakukan pengawasan terhadap praktik tenaga kesehatan dan memberikan pembinaan untuk meningkatkan mutu pelayanan.
- Penjatuhan Sanksi Administratif: Berwenang menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran hingga pencabutan izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 283 UU Kesehatan).Â
IV. Mekanisme Sanksi dan Pemecatan Dokter
1. Tahapan Hukum
- Pelaporan/Pengaduan: Dapat diajukan oleh pasien, keluarga, fasilitas pelayanan kesehatan, organisasi profesi, atau pihak lain yang dirugikan kepada MDPK atau aparat penegak hukum (untuk dugaan tindak pidana).Â
- Verifikasi dan Pemeriksaan: MDPK melakukan verifikasi kelengkapan laporan dan melakukan pemeriksaan terhadap terlapor dan pihak terkait.
- Persidangan Disiplin: MDPK menggelar sidang untuk mendengarkan keterangan para pihak, alat bukti, dan pembelaan dari dokter yang diduga melakukan pelanggaran.
- Putusan Sanksi Disiplin: MDPK mengeluarkan putusan yang berisi penetapan ada atau tidaknya pelanggaran disiplin dan jenis sanksi yang direkomendasikan.
- Pelaksanaan Sanksi: KKI melaksanakan putusan sanksi disiplin dari MDPK, dan/atau pemerintah daerah melaksanakan sanksi administratif sesuai kewenangannya.
2. Sanksi Administratif vs. Pidana
- Administratif: Dijatuhkan oleh pemerintah daerah atau KKI (berdasarkan rekomendasi MDPK) berupa teguran, denda, hingga pencabutan SIP, atas pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan atau pelanggaran disiplin profesi.
- Pidana: Diproses oleh aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan) untuk kasus yang memenuhi unsur tindak pidana (misalnya: penganiayaan, penipuan, kekerasan seksual) berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) seperti Pasal 285-286 KUHP (perkosaan). Proses pidana berjalan terpisah dari proses sanksi administratif atau disiplin.
3. Upaya Hukum
- Dokter yang tidak puas dengan putusan MDPK dapat mengajukan keberatan kepada KKI sesuai mekanisme yang diatur dalam Permenkes 12/2024.
- Terhadap sanksi administratif yang dijatuhkan oleh pemerintah, dokter dapat mengajukan upaya administratif (ke atasan pejabat yang menjatuhkan sanksi) atau gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
V. Studi Kasus dan Implementasi
1. Kasus Dugaan Malpraktik
- Contoh: Seorang dokter diduga melakukan kelalaian dalam tindakan medis yang menyebabkan pasien mengalami cacat permanen.
- Proses: Pasien atau keluarga dapat melaporkan kejadian ini kepada MDPK. MDPK akan melakukan pemeriksaan, meminta keterangan ahli, dan menggelar sidang. Jika terbukti ada pelanggaran disiplin terkait standar profesi dan menyebabkan kerugian pasien, MDPK dapat merekomendasikan sanksi berupa penonaktifan sementara atau pencabutan SIP kepada KKI. Selain itu, pasien juga dapat menempuh jalur hukum perdata untuk menuntut ganti kerugian.
2. Kasus Tindak Pidana (Kekerasan Seksual)
- Contoh: Seorang dokter residen dilaporkan melakukan kekerasan seksual terhadap keluarga pasien saat melakukan pemeriksaan di rumah sakit.
- Proses: a. Korban dapat melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian melalui hotline 110 atau layanan pengaduan seperti SAPA 129. b. Proses hukum pidana akan berjalan sesuai dengan ketentuan KUHP. Jika dokter terbukti bersalah di pengadilan pidana, ia dapat dikenakan hukuman pidana. c. Secara paralel atau setelah putusan pidana berkekuatan hukum tetap, laporan juga dapat disampaikan kepada MDPK. Berdasarkan hasil putusan pidana dan/atau pemeriksaan MDPK, sanksi disiplin berupa rekomendasi pencabutan STR dan SIP dapat diberikan kepada KKI.
3. Tantangan Implementasi
- Koordinasi Antar Lembaga: Perlunya sinkronisasi dan kejelasan pembagian wewenang antara MDPK, KKI, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum untuk menghindari tumpang tindih dan mempercepat proses penanganan kasus.
- Kapasitas dan Sumber Daya MDPK: Peningkatan jumlah anggota MDPK yang kompeten dan independen, serta dukungan sumber daya yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan dan persidangan secara efektif dan efisien.
- Pemahaman Masyarakat dan Tenaga Kesehatan: Sosialisasi yang lebih intensif mengenai regulasi terbaru, hak dan kewajiban pasien serta tenaga kesehatan, dan mekanisme pelaporan pelanggaran.
VI. Rekomendasi dan Penutup
1. Rekomendasi Kebijakan
- Penguatan Kelembagaan MDPK: Meningkatkan independensi, kapasitas sumber daya manusia (kuantitas dan kualitas), serta infrastruktur MDPK di tingkat pusat dan daerah.
- Peningkatan Sosialisasi dan Edukasi: Mengintensifkan sosialisasi UU Kesehatan, PP 28/2024, dan Permenkes 12/2024 kepada seluruh tenaga kesehatan dan masyarakat.
- Sinergi dan Protokol Koordinasi: Menyusun protokol yang jelas mengenai koordinasi dan pertukaran informasi antara MDPK, KKI, pemerintah daerah, organisasi profesi, dan aparat penegak hukum dalam penanganan kasus pelanggaran.
- Standardisasi Proses Penegakan Disiplin: Menyusun pedoman yang lebih rinci dan terstandardisasi mengenai tata cara pemeriksaan, persidangan, dan pengambilan keputusan oleh MDPK.
2. Kesimpulan
Pemecatan dokter sebagai sanksi terberat merupakan 'ultimum remedium' yang harus didasarkan pada proses hukum yang adil, transparan, dan akuntabel. Regulasi terbaru seperti UU No. 17/2023 beserta peraturan pelaksanaannya telah memperkuat peran MDPK dan KKI dalam menjaga profesionalisme dan akuntabilitas profesi kesehatan. Namun, efektivitas implementasi regulasi ini sangat bergantung pada komitmen dan sinergi dari seluruh pihak terkait untuk mewujudkan perlindungan hukum yang optimal bagi masyarakat dan tenaga kesehatan di Indonesia.
VII. Daftar Pustaka
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
- Peraturan Menteri Kesehatan1 Nomor 12 Tahun 2024 tentang Tata Kerja Konsil Kesehatan Indonesia dan Majelis Disiplin Profesi Kesehatan.
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI