Mohon tunggu...
Bambang Iman Santoso
Bambang Iman Santoso Mohon Tunggu... CEO Neuronesia Learning Center

Bambang Iman Santoso, ST, MM Bambang adalah salah satu Co-Founder Neuronesia – komunitas pencinta ilmu neurosains, dan sekaligus sebagai CEO di NLC – Neuronesia Learning Center (PT Neuronesia Neurosains Indonesia), serta merupakan Doctoral Student of UGM (Universitas Gadjah Mada). Lulusan Magister Manajemen Universitas Indonesia (MM-UI) ini, merupakan seorang praktisi dengan pengalaman bekerja dan berbisnis selama 30 tahun. Mulai bekerja meniti karirnya semenjak kuliah, dari posisi paling bawah sebagai Operator radio siaran, sampai dengan posisi puncak sebagai General Manager Divisi Teknik, Asistant to BoD, maupun Marketing Director, dan Managing Director di beberapa perusahaan swasta. Mengabdi di berbagai perusahaan dan beragam industri, baik perusahaan lokal di bidang broadcasting dan telekomunikasi (seperti PT Radio Prambors dan Masima Group, PT Infokom Elektrindo, dlsbnya), maupun perusahaan multinasional yang bergerak di industri pertambangan seperti PT Freeport Indonesia (di MIS Department sebagai Network Engineer). Tahun 2013 memutuskan karirnya berhenti bekerja dan memulai berbisnis untuk fokus membesarkan usaha-usahanya di bidang Advertising; PR (Public Relation), konsultan Strategic Marketing, Community Developer, dan sebagai Advisor untuk Broadcast Engineering; Equipment. Serta membantu dan membesarkan usaha istrinya di bidang konsultan Signage – Design and Build, khususnya di industri Property – commercial buildings. Selain memimpin dan membesarkan komunitas Neuronesia, sekarang menjabat juga sebagai Presiden Komisaris PT Gagasnava, Managing Director di Sinkromark (PT Bersama Indonesia Sukses), dan juga sebagai Pendiri; Former Ketua Koperasi BMB (Bersatu Maju Bersama) Keluarga Alumni Universitas Pancasila (KAUP). Dosen Tetap Fakultas Teknik Elektro dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Surapati sejak tahun 2015.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

LAMPU MERAH DI OTAK KITA: Basal Ganglia, Kebiasaan Buruk di Jalan, dan Budaya Korupsi di Indonesia

22 Agustus 2025   08:09 Diperbarui: 22 Agustus 2025   09:01 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lampu Merah di Otak Kita (dokumen pribadi).

Mengapa begitu banyak orang di Indonesia merasa wajar menerobos lampu merah atau masuk jalur busway? Neurosains memberi jawaban sederhana: otak belajar dari pola berulang.

Pertama kali seseorang melihat orang lain melanggar aturan lalu lolos tanpa sanksi, otaknya mencatat pola itu. Ketika ia sendiri mencoba dan berhasil, sistem dopamin di limbic loop memberikan sensasi reward. Lama-lama, jalur ini diperkuat di basal ganglia hingga menjadi habit.

Inilah sebabnya berhenti di lampu merah bagi sebagian orang justru terasa "aneh," sementara melanggar terasa "normal." Dengan kata lain, otak kita sudah rewired untuk menganggap pelanggaran sebagai perilaku wajar.

Fenomena ini diperkuat oleh mirror neuron system (MNS). MNS, yang pertama kali ditemukan pada kera oleh Rizzolatti dan koleganya (1996), adalah sel saraf yang aktif ketika kita melakukan suatu tindakan dan ketika kita melihat orang lain melakukannya. Sistem ini adalah dasar dari "otak sosial" manusia.

Artinya, ketika satu pengendara masuk jalur busway, otak pengendara lain yang melihatnya langsung "tercermin," lalu terdorong menirunya. Inilah mengapa pelanggaran lalu lintas cepat menular - karena otak sosial kita bekerja dengan cara menyalin perilaku di sekelilingnya.

Dari Jalanan ke Gedung Pemerintah

Fenomena serupa berlaku dalam birokrasi. Banyak pejabat tidak langsung melakukan korupsi dalam skala besar. Mereka mulai dari "hadiah kecil," uang transport, atau fasilitas tambahan. Begitu otak mereka mencatat pola reward - uang instan, rasa dihargai, atau keuntungan jaringan - basal ganglia memperkuat jalurnya.

Setiap kali diulang, perilaku ini semakin otomatis, hingga menjadi budaya organisasi. Tambahkan efek MNS: bawahan yang melihat atasan korup akan terdorong melakukan hal serupa, seolah itu bagian dari "aturan tak tertulis."

Akibatnya, korupsi menular dari satu pejabat ke pejabat lain, dari pusat ke daerah, dan dari elit ke masyarakat bawah. Kasus-kasus besar seperti suap proyek e-KTP, mafia migas, hingga jual-beli jabatan hanyalah puncak gunung es dari habit buruk yang diperkuat sistem otak sosial.

Korupsi dan Lalu Lintas: Dua Wajah Satu Masalah

Jika kita perhatikan, pola di jalan raya dan di dunia birokrasi memiliki kesamaan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun