Tahun 2020 sekarang sebelumnya diharapkan sebagai tahun matahari terbit yang membawa iklim usaha mulai kembali beraktivitas normal kembali. Siapa yang menyangka akan terjadi pandemi penularan virus corona COVID-19, yang sampai hari ini, sampai dengan tulisan ini diketik, masih berlangsung.Â
Sampai kapan berakhirnya masih belum jelas. Salah satu ilmuwan kita Dr. Sutanto Sastraredja, dosen Universitas Sebelas Maret, membuat analisis persamaan matematika pertimbangan ekonom vs pertimbangan para medis (kesehatan), yang menaruh tanggal 10 Juni 2020 menjadi patokan berhasil atau tidaknya kita memberhentikan penyebaran wabah virus corona ini (webinar; video sharing di facebook, 24 Maret 2020).Â
Sebagian meyakinkannya hal ini sangat berdampak pada resesi ekonomi global dan akan kembali benar-benar normal baru setelah akhir bulan Oktober 2020. Artinya hanya tertinggal 2 bulan; November dan Desember yang tersisa di tahun ini. Para pemimpin dan pengusaha pun dituntut untuk menjadi pribadi yang agile.
Sementara tahun ini (2020), Indonesia akan berusia 75 tahun. Sudah saatnya bangsa kita memiliki SDM Unggul yang memiliki jiwa kepemimpinan yang tangguh. Berawal dari belajar memimpin diri sendiri. "Leadership is an inside job" [Geil Browning, 2017]. Kepemimpinan yang baik bermula dari diri sendiri. Mengenal dirinya lebih baik, memahami orang lain dengan baik, dan bagaimana dirinya dapat dimengerti oleh orang-orang sekitarnya. Memahami diri sendiri artinya tidak menebak-nebak, sampai kita betul-betul mengenal diri kita sendiri dan memahami nilai-nilai, akar, dan etika kita, yang bisa jadi menyulitkan orang lain dalam memimpin.
Coaching your brain, before coaching your team. Pahami diri, aktifkan pre-frontal cortex, tingkatkan kesadaran, kenali pola berpikir dan berperilaku, minimaliskan pikiran-pikiran otomatis kita. Kejar apa yang kita cintai dan bawa keseimbangan homeostasis pada diri sendiri, saat itulah kita bisa menjadi "neuroleader"Â yang sukses, pemimpin orang lain yang lebih efektif.
Ada pemimpin yang ditakuti, bukan disegani, karena amarah menjadi gaya kepemimpinannya sehari-hari (cortisol generator). Ada juga profil pemimpin yang selalu dirindukan kehadirannya, senantiasa memeriahkan suasana (dopamine generator), gemar mentraktir timnya, namun belum tentu juga efektif, karena tugas-tugas yang diberikan kepada timnya banyak yang tidak dijalankan. Pemimpin yang sukses memimpin dengan penuh cinta dan kasih sayang, menimbulkan trust (dopamine + serotonin + oxytocin).
Kepemimpinan berbasiskan kinerja otak sehat tidak sekedar seni memengaruhi orang lain. Kita sebagai generasi muda penerus bangsa hendaknya melanjutkan perjuangan pahlawan terdahulu dengan cara mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif; bermoral dan beretika. Seperti kita ketahui bersama, lingkungan bisnis berubah sangat cepat. Perubahannya yang disruptif, bergejolak, penuh ketidakpastian, rumit, dan membingungkan, serta terlalu banyak perbedaan (diversity).
Untuk memahami perbedaan-perbedaan tersebut, dan agar efektif dan efisien dalam memimpin secara inklusif, serta berkomunikasi mencapai hasil yang optimal (harnessing diversity), menuju Indonesia Maju. Dibutuhkan kader-kader pemimpin tangguh, yang tidak hanya cerdas, tapi juga berahlak mulia dan bisa saling bahu-membahu. Pemimpin yang selalu membawa pengaruh baik kepada timnya, bagaimana dapat berkomunikasi efektif kepada berbagai macam manusia Indonesia dengan latar belakang semakin beragam, terutama generasi milenial yang sangat lekat dengan teknologi digital menggenggam gadget ke mana-mana.
Tahukah Anda? 96% generasi Z punya smartphone, rata-rata menghabisi waktu 6 jam seharinya. 40% lapangan pekerjaan di dunia akan digantikan robot. Ada 4 pekerjaan yang akan bertahan; 1) pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kreativitas, 2) pekerjaan-pekerjaan yang rumit dan stratejik, 3) pekerjaan-pekerjaan empatik, dan 4) pekerjaan-pekerjaan yang belum diketahui. Rencanakan pengembangan soft skills tim kita kepada; menentukan prioritas, mengidentifikasikan program dan jadwalnya, mengamankan anggaran, serta mempertimbangkan skalabilitasnya.
Menjadi Seorang Great Neuroleader
Neuroleader itu benar-benar memahami kebutuhan, perasaan juga emosi anggota timnya, dan menghargai serta menghormati keanekaragaman - harnessing diversity [Mitchel et al. 2015]. Dia melibatkan anggota tim dalam pemecahan masalah bersama, termasuk dalam proses pengambilan keputusan.Â