Mohon tunggu...
BamsBulaksumur
BamsBulaksumur Mohon Tunggu... Dosen - BamsBulaksumur

Peneliti Akuntansi Forensik dan Media Sosial

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Apakah Peran Buzzer Media Sosial dalam Meredam Wabah Corona?

24 Maret 2020   10:30 Diperbarui: 24 Maret 2020   10:56 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media sosial saban hari semakin menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Bahkan media sosial bisa digunakan untuk berbagai keperluan, seperti mencari informasi, berdiskusi, menyalurkan aspirasi hingga mendekatkan diri warganet. Artinya, jelas media sosial itu semakin menjadi kebutuhan pokok yang mulai wajib dimiliki oleh setiap warga Indonesia.

Selanjutnya, masyarakat pengguna media sosial kemudian disebut sebagai warganet atau dikenal warga internet. Sedangkan warganet sendiri memiliki beberapa klasifikasi berdasarkan tingkat keaktifan.

Oke, kita bahas klasifikasi warganet terutama "buzzer". Dikarenakan klasifikasi buzzer ini merupakan paling banyak dibicarakan oleh publik. Pasalnya selama ini masyarakat masih menilai buzzer lebih identik dengan akun-akun media sosial penyebar hoaks dan bayaran. Tapi sebentar, jangan asal bunyi dulu dan menuduh begitu karena banyak asumsi yang beredar seputar buzzer tanpa landasan teori yang kuat.

Dalam penelitian ternyata saya menemukan bahwa definisi akun buzzer adalah, sosok akun media sosial baik anonim atau nyata (real) yang setiap saat menyebarluaskan, mengkampanyekan dan mendengungkan suatu pesan atau konten bisnis kepada warganet dengan tujuan memperkuat suatu pesan atau konten bisnis tersebut menjadi opini publik.

Nah tapi, kata kunci dari buzzer itu adalah memperkuat suatu pesan atau konten. Bentuknya bagaimana? Cara kerja buzzer itu adalah memperkuat suatu konten dengan cara "me-retuit, me-repost atau me-repost" bahkan untuk di grup whatsapp bisa dilihat dari akun-akun yang suka share dengan tujuan untuk memperkuat suatu pesan agar semakin viral. 

Artinya, bila kita suka melakukan me-retuit, me-repost atau me-reshare dengan tujuan memperkua suatu pesan atau konten tersebut maka kita sudah layak disebut sebagai buzzer media sosial. Begitulah definisi buzzer yang sesungguhnya.

Dengan kata lain, jangan marah dong bila nanti kalian disebut buzzer. Sebab selama ini banyak akun-akun media sosial yang suka melakukan aktivitas tersebut hingga menaikkan trending topik di Twitter tapi tidak mau disebut buzzer. Aneh bin ajaib namanya. Tapi bila anda belum bisa menerima sebutan buzzer kepada anda, maka guw sarankan segera banyak baca buku dan pelajari teori buzzer. 

Lanjut. Dalam wabah virus Corona, ternyata banyak akun-akun buzzer yang menggunakan kesempatan untuk menyebarkan virus-virus ideologi lain. Sebut saja dengan kata kunci khilafah. Tujuan mereka jelas ingin memperkuat kata kunci khilafah. Selain itu ada pula para buzzer yang memperkuat pesan merendahkan pemerintahan Presiden Jokowi. Nah dari identifikasi tersebut, mereka layak disebut sebagai buzzer karena telah ikut memperkuat suatu pesan yang ingin mereka viralkan.

Kemudian, soal dibayar atau tidak bagaimana bro? Itu bukan urusan gue, mau dibayar atau tidak itu urusan personal masing-masing. Tapi yang jelas banyak buzzer yang tidak dibayar alias sukarelawan karena muncul solidaritas sosial. Masak sih retuit aja kudu dibayar?.

Oke bagaimana dengan kasus Corona bro? Ini gawat emang karena masyarakat Indonesia banyak yang suka ngeyel alias sulit dineasehati, terutama agar bisa berdiam diri dirumah saja dan mengurangi pengumpulan massa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun