Mohon tunggu...
Baldi Petra
Baldi Petra Mohon Tunggu... Jurnalis - Theo Baldy

Nusa Tenggara Timur Theo Baldy

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rekonstruksi Teori Sosiologi dalam RUU Cipta Kerja

19 Oktober 2020   03:27 Diperbarui: 19 Oktober 2020   03:46 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada titik inilah, penyusun NA menjustifikasi bahwa yang dapat terlibat dalam proses analisis risiko, termasuk Amdal, hanyalah masyarakat yang terkena dampak langsung. Hal ini karena mereka dapat menghitung kerugian ekonomi dari risiko yang timbul akibat investasi yang masuk. 

Perhitungan ekonomi ini selanjutnya akan digunakan sebagai currency dalam negosiasi dan transaksi guna mencapai nilai yang disepakati bersama.

Sedangkan organisasi lingkungan yang selama ini juga diberikan hak untuk berpartisipasi dihilangkan haknya dalam NA dan RUU karena mereka bukan kelompok yang bisa menderita kerugian (ekonomi) sehingga keterlibatan mereka berpotensi mengganggu currency untung-rugi. Padahal dalam perkara lingkungan tidak semua aspek yang ada di alam dapat dikonversi dalam bentuk uang sebagaimana model yang dikembangkan Coase.

Selanjutnya, penanggulangan risiko melalui pendekatan ekonomi ini juga mempengaruhi mekanisme penegakan hukum. Dalam hal ini NA mendorong pengkualifikasian sanksi pidana melalui instrumen ekonomi (denda dan gati rugi) di undang-undang yang dianggap 'UU Administratif', termasuk di dalamnya UU Penataan Ruang dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Secara asumtif, sanksi pidana dalam kedua undang-undang ini dianggap masuk dalam kategori administratively-dependent crimes yang artinya sanksi pidana digunakan sebagai sarana untuk menegakkan ketentuan administatif.

Namun sejatinya, banyak diantara ketentuan pidana masuk dalam kategori administratively-independent crimes yang mana tindak pidana dapat terjadi tanpa harus ada pelanggaran terhadap ketentuan administratif. NA mendorong penggunaan model ultimum remidium di mana sanksi administratif dikedepankan, yang artinya membawa kita kembali pada UU Pengelolaan Lingkungan Hidup 1997.

Kerancuan kerangka konseptual tentang sanksi ini berimplikasi pada campur aduknya ketentuan sanksi dalam RUU Cipta Kerja. Misalnya, dalam bab tentang 'Ketentuan Pidana', sebuah pelanggaran atas larangan yang ditetapkan dapat dikenakan 'sanksi administratif' berupa 'denda'. 

Selanjutnya, apabila tindakan tersebut menyebabkan kerugian bagi pihak lain maka dapat ditambahkan dengan sanksi 'penggantian kerugian'. 

Nampaknya, penyusun NA dan RUU belum dapat menempatkan antara genus dan species sanksi dengan tepat. Tidak ada species bernama 'denda' dalam genus 'sanksi administratif' dalam undang-undang tersebut.

Di samping itu, species bernama 'ganti kerugian' merupakan bagian dari genus 'sanksi perdata' sehingga tidak masuk dalam genus 'sanksi pidana' sebagaimana judul bab-nya.

Selain permasalahan kedua landasan teori tersebut, masih banyak permasalahan teoritis lain yang ada di NA. Salah satunya re-sentralisasi perizinan dan pengawasan yang jelas ahistoris dan bertentangan dengan asas subsidiaritas (subsidiarity principle) yang mensyaratkan bahwa pengambilan keputusan atas lingkungan hidup harus diambil oleh kelembagaan yang terdekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun