Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pertama Kalinya dalam Sejarah Dayak Demo di Depan Istana Negara [1]

30 Agustus 2019   22:25 Diperbarui: 30 Agustus 2019   22:41 5517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama Kalinya Dalam Sejarah  Dayak Demo Depan Istana Negara [1]

Setelah 74 tahun dan 12 hari Indonesia Merdeka, dalam sejarah mencatat pada tanggal 29 Agustus 2019 pukul 09.00 sampai 15.15 Pertama Kalinya Dalam Sejarah  Dayak Demo Depan Istana Negara Negara.

Sungguh mengejutkan dalam sejarah, karena Bangsa Dayak Borneo itu adalah bangsa yang ramah, tidak pernah mau menggangu orang lain. Diganggupun sampai 7 kali tidak akan membalas apa apa.

Jika anda datang ke Tanah Dayak 24  tahun lalu, maka anda akan dilayani dengan memotong ayam diajak nginap dan makan dirumah siapa saja, boleh anda menumpang sampai bisa mandiri. Jika mau tanah tidak usah beli tinggal anda ambil batu lempar sekuat tenaga panjang dan lebarnya diukur itulah milik anda gratis sebagai tamu di tanah Borneo.

Tetapi hari ini atau dalam 5 tahun terakhir, semenjak demokrasi, dan era reformasi kondisi modernitas dan investasi pada tambang, kelapa sawit disertai pembakaran hutan, pengambilahian tanah adat atau lahan dengan begitu meluas maka terjadilah krisis lahan atau terjadi alienasi suku dayak dalam pembanguan akibat kekuasaan, uang, dan jabatan.

Tetap saja masyarakat akar rumput [meskin] menjadi termarjinal dan kalah dalam cara mengelola sumber daya alam. Untuk dicatat dalam sejarah misalnya Palangkaraya sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia sebagai ibu kota Provinsi pernah menerima tranmigrasi.

Pertanyaannya adalah mengapa 5 Provinsi Suku Dayak tergabung dalam Gerakan Dayak Nasonal [GDN] di Borneo Pertama Kalinya Dalam Sejarah  melakukan Demo Depan Istana Negara. Maka jawaban pertama dipahami dalam perspektif sejarah.

Ke [1] Tidak ada dalam tradisi Budaya Dayak sebenarnya demo-demo. Dayak tidak mengenal itu dalam penyelesaian masalah. Semua masalah jikapun ada konflik adalah melalui hukum adat jauh sebelum ada hukum positif negara. Hidup baik adalah beradat, dilakukan dalam tatanan sesuai UU Adat Dayak dalam naskah Tombang Anoi Borneo Tengah pada tahun 1894.

Ke [2] Sebelum Tombang Anoi Borneo Tengah pada tahun 1894, maka jika ada konflik antar suku baik sesama dayak atau diluar suku dayak, maka diselesaikan dengan cara adat masing-masing suku. Iya mohon maaf saja maka dayak tidak kenal istilah demo-demo, solusinya tidak pakai hukum, iya perang saling penggal, saling bunuh, adu mistik, atau saling tradisi mengayau dan kekuatan perang.

Ke [3] Negara ini bagimanapun kejelekan Penjajah Belanda, ada baiknya sebagai penjajah. Yakni mampu memberangus keganasan Suku Dayak menjadi kelemahan untuk ditaklukan dijajah.

Kemampuan Belanda membuat angkat senjata dan menyatakan perdamaian di Tombang Anoi Borneo Tengah pada tahun 1894 adalah awal pemberhentian penggunaan kekerasan, dan penggunaan ilmu mistik yang saling mematikan.

Sisi negative adalah menggantikan kekuataan harga diri melalui kekerasan sekaligus memutuskan rantai ikatan kolektivitas suku dayak, dan kedua sisi positif adalah lahirnya hukum adat sebagai penyelesaian sengketa atau perselisihan. Dan tentu paling kuat adalah memutuskan rantai kolektivitas kesatuan bersama-sama melawan musuh  atau pendatang;

Ke [4] Akibat berjalannya waktu, dominasi hukum positif Negara, modernitas, dan alienasi Agama Kaharingan Dayak, maka peran hukum adat menjadi tidak memadai lagi. Sementara disisi lain ada kelemahan Suku Dayak Borneo selalu mengalah dan diam tidak boleh mengganggu orang lain [maaf yang kadang ditafsirkan pedatang orang lamban, pemalas, lugu, dan bodoh- mohon maaf].

Pada titik inilah masyarakat Dayak menjadi termarjinalisasi dan teralienasi pada tanah airnya sendiri. Mungkin hampir semua sejarah mencatat para pendatang atau perantau di semua Negara didunia ini lebih unggul dibandingkan warga Negara asli. Di Australia yang paling menonjol suku atau pribumi Australia adalah Aborigin-Australia atau Ambon-Australia, Negara Amerikapun juga sama imigran menjadi lebih unggul;

Ke [5] Akibat kondisi pada no [1,2,3, dan 4] maka kondisi kekinian  kondisi modernitas dan investasi pada tambang, kelapa sawit disertai pembakaran hutan, pengusaan tanah lahan oleh manusia non Borneo sampai ribuan Hektar maka 2/5 tanah Borneo sekarang sudah krisis sebagai paru-paru dunia.

Kemudian adanya larangan Ladang Berpindah {Bahuma, Berladang] Suku Dayak dengan membakar Hutan diproses hukum dipenjara, ditangkap dll, padahal sejak mereka tinggal 1000 tahun pada masa lalu mereka memang membakar hutan itupun 1 keluarga hanya membakar paling banyak 3Ha, apinya dilokalisir dengan air atau disapu batas tanah yang boleh dibakar dengan tidak dibakar jadi bohong besar kalau dikatakan Dayak Pembakar Hutan. Itupun lahan di pulihkan kembali ditanam padi tahun 1 sampai ke 3 pada tahap berikutnya adalah tanaman karet, kebon buah-buahan dan seterusnya. Tidak ada Dayak perusak hutan. Investor Sawit, Tambang, dan proyek raksasa lah yang merusak hutan tanah air Borneo;

Ke [6] Para Punggawa Kepala Daerah [Bupati, Walikota, dan Gubernur] dengan hasil pilkada sekalipun dia masih punya darah leluhur dayak, apalagi jika punggawanya bukan darah dayak mungkin mengalami terjebakan oleh system demokrasi nasional yakni mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri, teman keluarga,  dan partai politiknya. Akibatnya sangat jelas;  jika bisa maka mengelaurkan izin tambang sebanyak banyaknya, izin lahan sawit perkebunan dengan harapan atau dalih PAD [penghasilan asli daerah], atau mungkin komisi uang, dan demi uang kemudian rela memakan sesama dayak.

Lalu mengapa setelah 74 tahun dan 12 hari Indonesia Merdeka, dalam sejarah mencatat pada tanggal 29 Agustus 2019 pukul 09.00 sampai 15.15 Pertama Kalinya Dalam Sejarah  Dayak Demo Depan Istana Negara Negara.

Alasan [1] Merasa dimarjinalkan dalam pembangunan Nasional dan kurang diperhatikan oleh Pemerintah pada nasib anak suku Bangsa Dayak Borneo. Maka kedatangan 170 warga Dayak dari 5 Provinsi di Borneo secara swadaya dengan biaya masing masing dikoordinatorkan oleh GDN [Gerakan Dayak Nasional] dengan menginap dianjungan Kalbar Taman Mini Indonesia Indah.

Gerakan ini bertujuan ingin adanya keterlibatan Suku Bangsa Borneo dalam ruang leadership kesamaan di public atau Negara sebagai kebanggan mereka bagian dari NKRI harga mati. Selama 74 tahun, dan 12 bulan Indonesia mereka belum ada Bangsa Dayak menjadi menteri, atau pejabat Negara selevel menteri.  Untunglah sekalipun hanya berjumlah kecil dan dengan semua keterbatasan akhirnya demo ini diterima oleh Bagian Kantor KSP [Kantor Staf Kepridenan] sebagai perwakilan para pendemo.

Ke [2] Maka demo Suku Dayak  tergabung  pada tanggal 29 Agustus 2019 adalah langkah awal yang seharusnya tidak perlu dilakukan, jika Negara dan bangsa di kelola dengan baik, dalam marwah Persatuan Indonesia, sekaligus kebermanfaatan manusia pada martabat mereka dengan baik dan cerdas. Setahu saya Dayak itu pantang mengemis, meminta-minta, dan menjual harga dirinya dengan melakukan tindakan demo diluar system budayanya. Buat mereka tidak usah diganggu budaya dan kehidupan mereka, terus-terusan diambil tanah air, dan hak adat mereka atas nama investasi, pembangunan, tambang, dan sawit. Namun demikian saya menduga dulu bekerja di tanah air mereka, kebon milik mereka, tetapi kini mereka bekerja pada kebon milik orang lain sebagai buruh kuli. Keteraliensi inilah yang membuat mereka melakuan tindakan tersebut;

Ke [3]  Masalah cara kebudayaan mereka, dan Agama Kaharingan belum penuh  diakui oleh Negara, membuat mereka merasa dikesampingkan, kurang adil, kemudian tercerabut dalam akar budaya, yang mestinya diakomodasikan oleh Negara dengan baik, dan bijaksana.

Ke [4] Saya menduga ada luka batin akibat struktur politik, mekanisme politik Negara yang dirasakan oleh mereka, sehingga bukan salah siapapun. Hendaknya kita semua sebagai warga Negara terutama para punggawa Negara lebih bijaksana, lebih arif, lebih komprehensip melihat semua sudut pandang. Akibat gagasan Bhinneka Tunggal Ika, justru sebenarnya bangsa ini menjadi lebih dewasa jika mampu melihat banyak cara sudut padang, cara berpikir  berbeda-beda menjadi satu kesatuan yang disebut "Bangsa Yang Cerdas". Alam semesta saja bukan hanya pohon mangga, tetapi banyak jenis pohon, apa lagi cara berpikir manusia hanya satu sisi adalah awal kebodohan, dan rusaknya Negara ini dikemudian hari secara pelan-pelan tapi pasti.

Terlepas pada kesalahan dan kekurangan masing-masing maka setelah 74 tahun dan 12 hari Indonesia Merdeka, dalam sejarah mencatat pada tanggal 29 Agustus 2019 pukul 09.00 sampai 15.15 pertama kalinya dalam sejarah  Dayak Demo di depan Istana Negara, saya menduga sebenarnya ada ketersinggungan laten tak terungkapkan atau bahkan potensi luka batin terpendam; atau mungkin kesalapahaman atau kurang komunikasi,  maka kedepan lebih baik mungkin pemerintah tidak hanya semata-mata melihat dengan kacamata hitam putih, atau benar salah dalam satu logika, tetapi belajar mau mendengarkan pihak lain sepaya tercipta harmonisasi kebangsan milik bersama-sama NKRI harga mati. Maka kita semua warga Negara harus memiliki jiwa mental yang melampaui benar dan salah supaya Negara ini tegak adil beradab;

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun