Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sigmund Freud: Fenomena Organ Penis dan Vagina [13]

26 Juli 2019   18:03 Diperbarui: 26 Juli 2019   18:31 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sigmund Freud Fenomena Organ Penis dan Vagina [13]

Tulisan ini adalah bagian tinjuan pustaka pada penelitian episteme filsafat seksuasi studi etnografi pada Candi Sukuh Jawa Tengah tahun 2012 lalu. Tulisan ini adalah bedah literature Sigmund Freud [1856-1939] dengan tema [Three essays on the theory of sexuality]. Saya lebih suka menyebut buku ini sebagai Sigmund Freud (1856-1939) pada Tiga Kontribusi terhadap Teori Seksual [1910]. 

Setelah membahas [12] tulisan sebelumnya maka dapat diperoleh konsep tentang Sigmund Freud tentang pemikiran "Tiga Esai tentang Teori Seksualitas", pada Garis besar teori Freud tentang rangsangan seksual dan dorongan seksual pada kata kunci : dorongan seksual, psikoanalisis, neuroimaging fungsional, gairah seksual, motivasi, neurofenomenologi, neuropsikoanalisis. 

Salah satu tugas penting dari neuropsikoanalisis adalah untuk menyelidiki korelasi saraf dorongan seksual. Di sini, mempertimbangkan empat karakteristik pendorong seksual yang digambarkan oleh Freud: tekanan, tujuan, objek, dan sumbernya.

Pada tulisan ke [13] ini saya melakukan trans substansi filsafat  Seksuasi Sigmund Freud [1856-1939] dalam tafsir hermeneutika berdasarkan gagasan hasil riset Prof Apollo [2012-2016] lalu sebagai berikut:

Dalil Umum Prof Apollo [2016]: Seks Adalah kehendak metafisik sebagai wujud penderitaan manusia yang menjadi keabdaian, dalam upaya pelestarian species umat manusia.

Seks dapat dipahami sebagai hakekat manusia menjadi manusia; dan merupakan  aturan umum dalam hidup, tanpa pengecualian.  "Jika seks adalah gambaran penderitaan adalah objek langsung kehidupan, maka keberadaan kita harus sepenuhnya gagal pada tujuannya." Manusia menderita akibat seks. Lalu apa gunanya semua penderitaan mereka; Manusia tidak dapat mengklaim  itu membangun jiwa atau hasil dari kehendak bebas mereka. Satu-satunya kesimpulan yang dibenarkan adalah ["kehendak untuk hidup pelestarian species umat manusia]; yang mendasari seluruh dunia fenomena  dalam kasus kondisi  memuaskan hasratnya dengan memberi makan pada dirinya sendiri."   Keadaan ini adalah penyimpangan manusia yang sebenarnya menyembunyikan  kejahatan tak berguna konsisten dengan gagasan Hindu Candi Sukuh bahwa Brahma menciptakan dunia karena kesalahan, atau dengan gagasan bahwa dunia dihasilkan dari gangguan ketenangan nirwana, atau bahkan dengan gagasan Yunani tentang dunia dan dewa-dewa yang dihasilkan dari nasib. Manusia menjadi manusia justru dengan penderitaan, tanpa penderitaan maka manusia tidak dapat disebut manusia;

Tetapi pada sisi lain  seorang dewa senang dengan penciptaan semua kesengsaraan ini tidak dapat diterima. Ada dua hal yang membuat orang rasional tidak dapat percaya  dunia diciptakan oleh mahluk yang mahatahu, mahakuasa, dan mahakuasa: 1) kejahatan yang meluas; dan 2) ketidaksempurnaan manusia. Kejahatan adalah dakwaan dari pencipta seperti itu, tetapi karena tidak ada pencipta, ia benar-benar merupakan dakwaan terhadap realitas dan diri kita sendiri.

Argumentasi saya untuk menghilangkan semua keraguan tentang cara yang benar untuk melihatnya, Anda tidak dapat melakukan lebih baik daripada membiasakan diri untuk menganggap dunia ini sebagai penjara, semacam hukuman koloni atau theater makan memakan universal. Tanah dimakan cacing, cacing dimakan ayam, ayam dimakan manusia, manusia dimakan tanah" semua atas kehendak melestarikan diri pada penderitaan. Maka Seks adalah  wujud nyata keabadian penderitaan dalam upaya melestarikan diri sebagai species.

Pada akhirnya pada  pandangan Origen, Empedocles, Pythagoras, Cicero , Brahmanisme dan Buddhisme menguatkan dalil saya [Prof Apollo} bahwa kehidupan manusia begitu penuh dengan keabadian penderitaan kesengsaraan.  Jika Anda membiasakan diri dengan pandangan hidup ini, Anda akan mengatur harapan Anda, dan berhenti memandang semua insiden yang tidak menyenangkan ... sebagai sesuatu yang tidak biasa atau tidak teratur; bahkan, Anda   menemukan segalanya sebagaimana mestinya, di dunia di mana kita masing-masing membayar hukuman eksistensi dengan cara khusus [mereka] sendiri.

Bayangkan sebuah hasil seks pada pernikahan manusia [antara pria dan wanita] menghasilkan penderitan hasil seks adalah anak. Anak secara mental adalah membunuh kedua orang tuanya; dalam artian mengambil gaji orang tuanya, mengambil perusahaan bapaknya; mengambil tabungan dan deposito ibu bapaknya; mengambil tanah rumah; mengambil sawah kebon dan ternak oaring tuanya; mengambil mobil bapaknya; dan akhirnya pergi menikah dengan wanita lain; sampai terwujud apa yang disebut masyarakat. Ini adalah ontology penderitaan pada seksuasi umat manusia. Apalagi jika anaknya banyak, maka anak [hasil seks] dipastikan membuat membuat penderitaan yang mematikan mental;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun