Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Episteme Nietzsche Memahami Nyai Roro Kidul [2]

12 Juni 2019   17:12 Diperbarui: 12 Juni 2019   17:36 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Epsiteme Nietzsche  Untuk  Memahami  Nyai Roro Kidul [2]

Dengan kajian pustaka dan  meminjam 4 tokoh pemikiran ini; Rudolf Karl Bultmann, Paul Ricoeur, Jacques Derrida, Jurgen Habermas maka memungkinkan untuk memahami mitos Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis. Lalu bagimana penjelasan hasil riset ini dikaitkan dengan 4 tokoh ini memungkinkan untuk menemukan mitos Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis.  Jawaban mitos Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis ada pada filsuf Jerman bermana Friedrich Wilhelm Nietzsche [15 Oktober 1844, dan meninggal  25 Agustus 1900]. Mengapa Nietzsche dianggap bisa menjawab Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis.

Karena pada kata Nyai Roro Kidul dimaknai perempuan,  wanita, bunda, ibu, atau dalam pertanyaan apa yang Nietzsche maksudkan dengan kebenaran adalah seorang wanita;  Andaikata metafora kebenaran adalah seorang wanita  lalu bagaimana dapat dijelaskan.   Kedua  menyatakan kebenaran adalah lautan. Maka ada dua kata yang bisa dilakukan oleh Trans Substansi pada makna Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis yakni [a] kebenaran itu adalah wanita; dan [b] kebenaran adalah lautan. Bagimana upaya mencari kebenaran itu sama dengan {wanita, dan lautan}.

Maka cara memahaminya tidak bisa dipahami dibaca dengan cara kasar, dan gegabah; ia membutuhkan rasa subtil, kematangan batin, dan celah rasa paling dalam. Jika tidak memiliki kompetensi semacam itu mungkin sangat sulit memahami hasil riset ini. Diperlukan gigi yang  kokoh, dan perut yang kuat untuk bisa mengunyah materi bahan tulisan ini agar bisa dibatinkan dan dipahami.

Dengan memahami kerangka pemikiran Friedrich Wilhelm Nietzsche tentang kebenaran adalah wanita atau disejajarkan pada symbol Nyai  Roro Kidul, sesungguhnya hasil riset saya bisa menemukan bentuk pemahaman baru tentang arti kebenaran, moral, dogma, dan cita-cita hakekat kehidupan dalam Jawa Kuna atau Indonesia Lama. Metafora dan Symbol  Nyai  Roro Kidul adalah  "wanita abadi" serta pendiri psikologi yang  menjadi ratu ilmu umat manusia.

 Kebijaksanaan  perempuan,   misteri dan sifat dasar dari setiap kebenaran.  Berbicara tentang sifat perempuan, perempuan itu sendiri atau perempuan abadi, dan kesalahan menentukan kebenaran karena selalu di sinonim untuk kognisi makhluk. Alasan  permusuhan perempuan terhadap kebenaran terletak  pada rasa malu perempuan.  Dan rahasia  kebenaran wanita adalah kenyataan   tidak ada kebenaran, tidak ada dasar bagi jurang wujud makhluk yang ingin dicapai oleh ilmuwan dengan dipandu oleh "garis   kabel kausalitas".

Trans Substansi pada makna Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis yakni [a] kebenaran itu disimbolkan sebagai wanita. Bagimana hal ini mampu dijelaskan.

Pada bagian   dimulai oleh Friedrich Nietzsche pada buku  Beyond Good and Evil (diterjemahkan oleh Kaufmann), dan merupakan salah satu tema kerja: kebenaran itu mungkin tidak sesederhana yang kita pikirkan,  itu mungkin sama sulitnya dan malu-malunya seperti  seorang wanita  yang dikejar oleh   rabaan para pria. Sepanjang sebagian besar sejarah, kita hanya meraba-raba kebenaran, dengan gagasan tentang kebenaran yang sederhana, sederhana, dan naif. Maka metafora Bunda atau Wanita dalam pandangan Friedrich Nietzsche  sama sebagai upaya manusia mencari kebenaran. Ibarat laut Selatan sebagai wanita, demikianlah sulitnya menemukan kebenaran dalam artian hidup ini dan tujuan hidup. Seolah-olah kebenaran itu atau wanita itu hanya bisa mencintai tetapi tidak bisa dicintai;

 Nietzsche menguraikan dalam bagian 192: ....Siapa pun yang menelusuri sejarah sains individual menemukan petunjuk dalam pengembangannya untuk memahami proses paling kuno dan umum dari semua "pengetahuan dan kognisi". Di sana, seperti di sini, ada hipotesis gegabah, fiksi, niat bodoh yang baik untuk "percaya", kurangnya ketidakpercayaan dan kesabaran yang dikembangkan terlebih dahulu; indera   belajar terlambat, dan tidak pernah belajar sepenuhnya, untuk menjadi organ kognitif yang halus, setia, dan hati-hati.

Mata manusia merasa lebih nyaman untuk menanggapi rangsangan yang diberikan dengan mereproduksi sekali lagi gambar yang telah dihasilkan berkali-kali sebelumnya, daripada mendaftarkan apa yang berbeda dan baru dalam kesan. Yang terakhir akan membutuhkan lebih banyak kekuatan, lebih banyak "moralitas." Mendengar sesuatu yang baru itu memalukan dan sulit bagi telinga; musik asing yang tidak kita dengar dengan baik. Ketika kita mendengar bahasa lain, kita mencoba tanpa sadar untuk membentuk suara yang kita dengar menjadi kata-kata yang terdengar lebih akrab dan lebih seperti rumah bagi kita;

Apa yang baru menemukan indera kita juga, bermusuhan dan enggan; dan bahkan dalam proses-proses sensasi "paling sederhana" pengaruhnya mendominasi, seperti ketakutan, cinta, kebencian, termasuk pengaruh pasif kemalasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun