Demokrasi dan kondisi Indonesia memasuki kehilangan matahari cahaya kebenaran. "Minum air  laut atau  Pantai Selatan atau, Laut Selatan  atau Parangtritis " dengan demikian dapat dijelaskan dalam pencirian berikut:
 [a] Indonesia pada kondisi  Kesadaran yang Tidak Bahagia: Umat manusia menempatkan nilai-nilainya di alam yang sangat masuk akal dan abadi. "Pantai" ini memberi kompas ke kehidupan fana yang terbatas. [b] Indonesia pada kondisi  Nihilisme: "Nilai-nilai tertinggi mendevaluasi diri mereka sendiri." Dunia abadi yang super masuk akal kehilangan kekuatan pengikatnya di atas panggung manusia dan lenyap.Â
Sopan santuan, saling menghormati, sikap tenggang rasa pada martabat manusia telah teralienasi. Keberadaan manusia kehilangan nilainya dan menjadi putus asa. "Celakalah, ketika umat  merasa rindu tanah seolah-olah itu telah menawarkan lebih banyak kebebasan  dan sekarang tidak ada lagi 'tanah'" tempat mencari pijakan kebenaran; Â
[c] metarafora Minum air  laut Pantai Selatan atau, Laut Selatan  atau Parangtritis " dimakni tanpa pantai abadi, manusia juga kehilangan dunia terbatas. Batas benar salah, batas menang kalah, batas etis tidak etik semuanya telah hilang. Keberadaan manusia tidak lagi terjadi dalam ruang yang dibingkai oleh Manuggaling Kawula Gusti.Â
Ruang {MKG} ini telah digunakan kepentingan politik merusak tatanan kebangsaan dan telah dikeringkan. [d] Pantai Selatan atau, Laut Selatan  atau Parangtritis sebagai upaya mencari menemukan " Laut Baru.Â
Bahwa  pencarian nilai-nilai baru, atas kebijaksanaan individu, tetapi selalu dengan mata ketiadaan yang tak terbatas dalam pandangan.  Nilai-nilai martabat manusia kering dan layu; manusia tidak lagi bertindak di atas panggung kosmik. Namun, mungkinkah kita menemukan lautan baru.