Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Meta Semiotika Pertemuan Presiden dengan Sultan HB X

9 Juni 2019   10:25 Diperbarui: 9 Juni 2019   10:53 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya berharap tulisan ini dapat memperluas cara pandang original versi Kearifan local  pada upaya mengali gagasan   menghasilkan kompetensi metafisika makna paling dalam terma "weruh sak durunge winarah" disejajarkan dengan ["mengetahui memahami segala sesuatu sebelum waktunya terjadi"].  Dan kemampuan memahami dengan cara ini sangat unik di Indonesia. 

Mungkin kita membencinya, sekaligus mencintainya; tetapi saya berharap ada cara membaca yang cerdas, kemampuan melampaui teks literasi, melampaui ruang dan waktu teks itulah modal utama dalam cara kerja memahami lebih baik, dan bervariasi untuk menghasilkan orginalitas atau novelty pemikiran. 

Pemikiran yang bisa-bisa akan menghasilkan hal-hal yang bisa, tetapi pemikiran yang beyond misalnya dengan dekonstruksi, posmodernisme,  melampaui kebenaran akan menghasilkan dalil-dail baru dalam berpikir secara akademik yang bertanggungjawab dalam diskursus public;

Maka pada awal analysis dan tulisan ke [2] saya berikan penjelasan logic mengapa kata yang saya pakai secara semiotika judul tulisan  menggunakan kata [Perjumpaan] dan Bukan pakai kata [Pertemuan].

Pendasaran logic ini adalah tranposisi pemikiran Martin Buber (1878-1965) membedakan dua kata ini. Kata  [Pertemuan] vs  [Perjumpaan] menjelaskan ontologis fenomena (encounter). 

Hubungan interaksi atau mekanisme pola komunikasi itu bisa dilakukan dengan kesengajaan atau kesadaran, atau tidak disadari. Gagasan Bubber ini upaya untuk  mengembangkan ide dialog dan eksistensi sebagai pertemuan. 

Semacam cara memahami dengan menggunakan perjumpaan pada batin manusia. Interaksi Aku-Engkau (I-Thou) sebagai seluruh kehidupan adalah pertemuan (all actual life is encounter). Secara khusus Buber menyebut interaksi [Aku dan Engkau atau  I-You] sebagai pertemuan (encounter).

Maka  Meta_Semotika  [4] Perjumpaan Bapak  Presiden Joko Widodo Dengan Radja Jawa Sultan HB X wujud kehendak buta alam semesta pada  Metode dialog eksitensial dengan pendekatan {Aku-Engkau} atau (I-Thou) yaitu perjumpan [dua tokoh bapak Presiden dengan Raja Jawa Sultan HB X] dengan seluruh realitas pada tatanan ilmu sosial dan kemanusiaan, korelasi dengan non manusia.

Makudnya bagimana, jika interaksi [Aku dan Engkau atau  I-You] sebagai pertemuan (encounter) bersifat lahiriah. Maka Metode Dialog atau disebut {"Ich-Du"}; dan (b) perjumpaan dialog antara Aku-Engkau (I-Thou) berbentuk;  Metode monologdisebut {"Ich-Es"}. Metode monolog disebut {"Ich-Es"}  atau (I-It atau Aku-Dia) bahwa kedua pihak sama sekali tidak berjumpa.

Dikaitkan dengan episteme Jawa Kuna atau Indonesia lama khususnya dikaitkan dengan 3 [tiga] Garis imajiner alam madyo [alam kekinian]: Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak; atau  3 [tiga] Garis Imajiner lurus Gunung Merapi, Keraton, Laut Selatan atau Parangtritis, Atau  3 [tiga] metafora pada yaitu Eyang Resi Projopati, Panembahan Senopati, dan Laut Selatan. 

Jelas Tranposisi Martin Bubber dapat dipakai menjadi 3 [tiga] bentuk komunikasi perjumpaan sebagai metode trikotomi {Antara Aku, Kau, dan Dia}. Aku-Kau ("I-You") vs Aku-Dia ("I-It") dan Menurut saya ini dapat dipakai pada worldview (atau cara pandang dunia) seseorang dalam menentukan relasi dengan manusia dan non manusia, bahkan Tuhan (jika mau) menjadi mungkin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun