Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Seni Mimesis [228]

18 Januari 2019   15:13 Diperbarui: 28 April 2019   22:52 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat Seni Mimesis [228]: Episteme Seni Tarian| Dokumentasi pribadi

Di Indonesia banyak sekali model tarian saya miliki data ada 620 macam tarian di Indonesia dari berbagai daerah. Pada tahun 2014-2016 penelitian Apollo Daito, dan Pia Oliang  melakukan penelitian pada Tarian Dayak Kaharingan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, khususnya tarian Wadian. 

Wadian perempuan adalah Wadian Dadas, dan Wadian Laki-laki disebut Wadian Bawo. Dan Pada tahun 2015-2017 penelitian Apollo Daito, dan Pia Oliang  melakukan penelitian pada seni tari Tari Bedaya,  Tari Merak , Tari Lawung Ageng, Tari Rara Ngigel, Tari Kumbang Yogyakarta, Tari Beksan Srikandi Suradewati, Tari Klono Rojo Yogyakarta,  Tari Golek Ayun-Ayun Yogyakarta, Tari Arjuna Wiwaha, Tari Satrio Watang Yogyakarta, Tari Golek Sulung Dayung, Tari Langen Asmoro.

Maka untuk memahami tarian tersebut kami tim peneliti telah menggunkan kerangka pemikiran episteme "seni tari" Dayak, dan Jawa Jogja dengan beberapa hasil pemikiran sebagai berikut:

Salah satu fitur yang ada pada seni  tarian Jawa dan Dayak sebagai seni pertunjukan yang telah sering dicatat adalah   bergerak dan berubah, baik selama setiap pertunjukan tertentu dan dari waktu ke waktu. Ungkapan umum untuk ketidakkekalan semacam ini   mencerminkan tidak adanya "objek" seni yang sepenuhnya stabil dalam setiap kasus maka  "tarian adalah seni yang sementara".

Ini tidak berarti tarian itu tidak penting atau tidak serius sekaligus penting dan serius. Sebaliknya, apa yang dimaksud ada sesuatu yang vital tentang pertunjukan dan acara dansa yang hilang saat pertunjukan. Hal  ini mungkin atau mungkin tidak membedakan tarian dari teater atau musik, meskipun tarian tampaknya kurang bergantung pada rekaman dan notasi tertulis dalam pembuatan dan pertunjukan tarian secara keseluruhan.

Tarian Jawa Kuna dan Dayak Wadian Kaharingan adalah tarian "ada sebagai titik lenyap abadi", Seni tari ada dalam "suatu peristiwa yang menghilang dalam tindakan materialisasi." Tarian telah luput dari proses  revolusi industri "justru karena  tidak cocok dengan reproduksi ..." Bahwa intepretasi ontologis "paling aman" pertunjukan tari adalah berlangsung satu kali tidak ada yang tetap sama pada semua peristiwa sementara. Jika hal ini terjadi, itu berarti  idak ada "tipe" abadi yang merupakan karya seni tari yang "ditandai" oleh berbagai pertunjukan pertunjukan dan memungkinkan komunikasi dengan metafisik.

Ini berarti bahwa "paradigma klasik" beberapa pertunjukan tari bersifat sementara tetapi bukan yang lain, maka paradigma klasik masih perlu memperhitungkan pertunjukan-pertunjukan yang tidak cocok, seperti ontologi musik yang harus berurusan dengan ontologi pertunjukan opera yang sangat atau seluruhnya improvisasi  tampaknya "satu kali" dan  tidak disimpan melalui rekaman.

Konstruksi seni tari Jawa dan Dayak adalah  ketidakstabilan karya seni tari adalah masalah yang disebabkan oleh pelestarian dan rekonstruksi tarian yang buruk daripada fitur yang memberi tahu  sesuatu yang bermakna tentang sifat tarian untuk model komunikasi dengan metafisik dalam wujud mencari memberi pertanyaan dan menerima jawaban. Melalui wujud bentuk kesurupan atau hadirnya ketidaksadaran penari diberikan kepada kesadaran penonton atau yang memiliki acara tersebut.

Tarian Jawa Kuna dan Dayak Wadian Kaharingan sebagai seni fana berpendapat   harus menghargai, bukannya mengutuk, sifat tarian yang terus berubah dan menghilang sebagai sesuatu yang membuat pertunjukan langsung tarian yang tidak terjadi lagi dengan cara yang sama, menjadi pengalaman penting bagi para penari dan penonton. 

Tarian Jawa Kuna dan Dayak Wadian Kaharingan sama dengan tema pada  Filsuf Yunani Kuna "Herakleitos dari Efesus menyatakan "segala sesuatu berubah, tidak ada yang tetap, satu-satunya yang tetap adalah perubahan itu sendiri". Istilah ["panta rhei kai uden menei"]   berarti, "semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap." Kita tidak mungkin menyentuh air yang sama ketika mencuci handuk di kali Ciliwung. 

Air disungai Ciliwung terus mengalir dan berubah, dan keabadian ada dalam perubahan itu sendiri atau siklus kemenjadian. Memahami seni tarian tidak pernah membuat definisi final atau "ide fixed" dalam pemahaman konsep ilmu. Anjing lahir, 2 menit yang lalu berbeda dengan 4 menit kemudian, 4 tahun kemudian dewasa, dan mati (memahami anjing tidak ada finalitas). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun