Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Metode, dan Hipotesis Marburg School, Natorp (tulisan 3)

20 Juni 2018   04:09 Diperbarui: 13 Juli 2018   22:59 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemikiran Metode, dan Hipotesis  Marburg School:  Natorp (tulisan 3)

Gadamer sebagai mahasiswa Natorp  dikemudian hari menyusun mahakarya buku Truth And Method, (Kebenaran, dan Metode).  Gadamer pada buku Truth And Method, (Kebenaran, dan Metode), menggunakan kata "dan" menunjukkan adanya ketegangan dan secara konstruktif  menyusun metode empirik untuk bidang ilmu humaniora. 

Dan untuk mencapai kebenaran kompetensi hermeneutika mesti diubah menjadi peleburan fusi horizon dalam dialektika. Metode menurut Gadamer justu menghambat kebenaran, sedangkan dialektika terus menerus dilakukan untuk mengumpulkan serpihan-serpihan kebenaran sehingga menjadi bulat, dan utuh.

Maka interprestasi  Marburg School:  Natorp kata metode, dengan menulis :"The word "method", metienai, implies not a mere "going" or movement in general; nor, as Hegel believes, a mere accompanying [going-with]; rather, method means a going towards a goal, or at any rate in a secured direction: it means "going-after" [pursuit]". 

Kata Metode,  metienai, dimaknai bukan hanya "pergi" atau gerakan secara umum, atau seperti dipercayai Hegel, hanya sekedar menyertai {pergi dengan}; lebih tepatnya pergi menuju tujuan, atau pada tingkat apapun dalam arah aman: itu berarti pergi setelah [pengejaran].

Natorp bahwa tujuan berada pada metode, menggunakan kemampuan pancaindra dipandu ide regulative atau konsep batas (Grenzbegriffe).  Natorp ingin mereparasi pemikiran Kant pada apriori yang didasarkan pada pikiran murni (pure reason), mengatur recognisi pemaham subjek terhadap objek, melalui desain penelitian yang rigor, kemudian mengkoordinasikan dengan temuan ilmu baru.

Dengan meminjam 12 kategori transendental Kant, jika subyek memahami sesuatu  maka objek yang ketahui adalah objek yang terberi sesuai kategori. Konsekuensinya maka sebenarnya manusia tidak pernah mengetahui objek itu pada dirinya sendiri.  

Atau disebut Kant, bahwa manusia dapat mengetahui objek yang terberi kepada kita" (das Ding fr uns) atau fenomena atau Penampakan (Erscheinung) dan kita tidak tahu "objek pada dirinya sendiri" (das Ding an sich), atau noumena.  Maka dapat disimpulkan satu cara mengetahui objek itu hanya melalui kategori-kategori. 

Dan kategori-kategori/kacamata itu telah selalu mem-frame setiap objek apa saja sesuai dengan 12 kategori tersebut. 12 Kategori-kategori transendental ini adalah pikiran murni (pure reason), pikiran tanpa isi. Maka hanya berbentuk bentuk pikiran. Isi yang dipikirkan oleh pikiran adalah penampakan objek yang terberi melalui Ruang, dan waktu. 

Maka berpikir adalah mensintesiskan 12 kategori-kategori tersebut. Objek mengarahkan dirinya (dalam bentuk penampakan) kepada subjek untuk diresepsi (secara pasif) dan kemudian subjek melakukan determinasi (secara aktif) pada  penampakan itu melalui 12 kategori transendental tersebut.

Maka Natorp berselisih paham pada Kant tentang 12 Kategori-kategori transendental ini adalah pikiran murni (pure reason) hanya membatasi pengalaman (begrenzt). Bahwa objek pada dirinya sendiri" (das Ding an sich) benda itu sendiri bukanlah X pikiran yang bebas, melainkan X yang tersirat berarti fakta kemajuan ilmiah atau totalitas kemajuan pengetahuan ilmiah.  

Maka mengingat objek ilmiah dengan dalil otonomi nalar maka proses ilmiah tidak bisa dirumuskan secara final atau tidak ada jawaban akhir atau finalitas. Benda itu sebagai  X memiliki tugas tak terbatas. Maka Natrop berpendapat tekad total inilah  sebagai {"metode"} pencarian ilmu. Upaya pencarian ilmu dilakukan dengan hipotesis. Dan  hipotesis itu adalah metode.

Pencarian  ilmu adalah hasil dari hipotesis yang dilakukan bersamaan secara aktif.   Natorp memaknai  "hypothesis" adalah upaya aktif. Kata atau term "hypo-thesis" sebagai  "setting-down" atau meletakkan dibawah", atau saat melatakkan  atau dibawah ("Ge-setz") atau ("Grund-legung"). Jadi hipotesis adalah  proses pemikiran berlangsung dan menjadi pengalaman.

Natorp menulis dalam metafora: ..{the risk [Wagnis] [of hypothesizing] is inevitable if the process of experience should begin and continue moving: just as my foot must take a stand if it is to be able to walk. This taking a stand is necessary, but the stand must in turn always be left behind"}. Risiko membuat hipotesis (wagnis) tidak dapat dihindari jika proses pengalaman harus dimulai dan terus bergerak. Sama dengan kaki berjalan sikap ini diperlukan, dan sikap ini juga harus ditinggalkan.

Natorp menyatakan pencarian  ilmu melalui hipotesis, maka hipotesis sebagai hukum ("Ge-setz") atau ("Grund-legung") adalah landasan filsafat transcendental untuk pengalaman ilmiah berupa kegiatan legislasi (legislating ) secara rasional memahami fenomena. Bukan fenomena experience (Erlebnis) tetapi sudah dimasukkan dalam tahap konstruksi interprestasi. 

Konstruksi  interprestasi didasarkan pada hipotesis. Inilah yang membedakan fenomena obyektif (ilmiah)  sebagai lawan fenomena subyektif masuk akal dan dapat diterima. Karena fenomenanya ditentukan oleh pikirian obyek. Semua sains berkembang melalui waktu berevolusi (fieri).

Natorp, dan Cohen mengidefikasikan hipotesis sebagai hukum (Ge-setz, posit); pengalaman terbatas mungkin hanya diberikan hukum (Gesetz) kemudian berguna melakukan groundwork (Grundlegung). 

Hal ini sesuai dengan asumsi dasar pengalaman dalam bentuk  Erfahrung, dan bukan hanya Erlebnis, untuk pendasaran pencarian  ilmu. Semua pengalaman berada dibawah hukum formal murni, yang diatur secara berkelanjutan untuk menghasilkan objek tertentu dari Erfahrung. Pengalaman (Erfahrung) adalah pengetahuan indrawi, berada dalam ruang dan waktu yang bersifat apriori.

Dan pada akhirnya Natorp, dan Cohen tidak lah anti pada pemikiran Kant, bukan menghilangkan syarat kebenaran (the true) menjadi syarat benar (the right) pada aplikasi metode atau hipotesis. 

Dengan cara ini metode atau hipotesis sebagai upaya mencari kedalaman dan keluasan pencarian ilmu. Selain syarat-syarat tersebut Natorp memahami pencarian ilmu ada hal-hal terjadi diluar kemauan manusia, dan sesuatu terjadi diluar tindakan kita. ***selesai***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun