Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Metode, dan Hipotesis Marburg School, Natorp (tulisan 3)

20 Juni 2018   04:09 Diperbarui: 13 Juli 2018   22:59 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maka mengingat objek ilmiah dengan dalil otonomi nalar maka proses ilmiah tidak bisa dirumuskan secara final atau tidak ada jawaban akhir atau finalitas. Benda itu sebagai  X memiliki tugas tak terbatas. Maka Natrop berpendapat tekad total inilah  sebagai {"metode"} pencarian ilmu. Upaya pencarian ilmu dilakukan dengan hipotesis. Dan  hipotesis itu adalah metode.

Pencarian  ilmu adalah hasil dari hipotesis yang dilakukan bersamaan secara aktif.   Natorp memaknai  "hypothesis" adalah upaya aktif. Kata atau term "hypo-thesis" sebagai  "setting-down" atau meletakkan dibawah", atau saat melatakkan  atau dibawah ("Ge-setz") atau ("Grund-legung"). Jadi hipotesis adalah  proses pemikiran berlangsung dan menjadi pengalaman.

Natorp menulis dalam metafora: ..{the risk [Wagnis] [of hypothesizing] is inevitable if the process of experience should begin and continue moving: just as my foot must take a stand if it is to be able to walk. This taking a stand is necessary, but the stand must in turn always be left behind"}. Risiko membuat hipotesis (wagnis) tidak dapat dihindari jika proses pengalaman harus dimulai dan terus bergerak. Sama dengan kaki berjalan sikap ini diperlukan, dan sikap ini juga harus ditinggalkan.

Natorp menyatakan pencarian  ilmu melalui hipotesis, maka hipotesis sebagai hukum ("Ge-setz") atau ("Grund-legung") adalah landasan filsafat transcendental untuk pengalaman ilmiah berupa kegiatan legislasi (legislating ) secara rasional memahami fenomena. Bukan fenomena experience (Erlebnis) tetapi sudah dimasukkan dalam tahap konstruksi interprestasi. 

Konstruksi  interprestasi didasarkan pada hipotesis. Inilah yang membedakan fenomena obyektif (ilmiah)  sebagai lawan fenomena subyektif masuk akal dan dapat diterima. Karena fenomenanya ditentukan oleh pikirian obyek. Semua sains berkembang melalui waktu berevolusi (fieri).

Natorp, dan Cohen mengidefikasikan hipotesis sebagai hukum (Ge-setz, posit); pengalaman terbatas mungkin hanya diberikan hukum (Gesetz) kemudian berguna melakukan groundwork (Grundlegung). 

Hal ini sesuai dengan asumsi dasar pengalaman dalam bentuk  Erfahrung, dan bukan hanya Erlebnis, untuk pendasaran pencarian  ilmu. Semua pengalaman berada dibawah hukum formal murni, yang diatur secara berkelanjutan untuk menghasilkan objek tertentu dari Erfahrung. Pengalaman (Erfahrung) adalah pengetahuan indrawi, berada dalam ruang dan waktu yang bersifat apriori.

Dan pada akhirnya Natorp, dan Cohen tidak lah anti pada pemikiran Kant, bukan menghilangkan syarat kebenaran (the true) menjadi syarat benar (the right) pada aplikasi metode atau hipotesis. 

Dengan cara ini metode atau hipotesis sebagai upaya mencari kedalaman dan keluasan pencarian ilmu. Selain syarat-syarat tersebut Natorp memahami pencarian ilmu ada hal-hal terjadi diluar kemauan manusia, dan sesuatu terjadi diluar tindakan kita. ***selesai***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun