Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berselisih Paham "Pemikiran Betti"

17 Juni 2018   23:32 Diperbarui: 18 Juni 2018   17:19 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tidak dapat dibantah lagi bahwa ketekunan berabad-abad dalam tradisi akademik Barat telah menghasilkan pemikiran yang  semakin valid, saling melengkapi, saling mengkritik, dan saling menciptakan terminology baru dalam semua ilmu dan percabangannya. Rigoritas, validitas, reliablitas, melawan anomaly, paradoks, dan penyanggahan ilmu ini sebenarnya akibat peran era pencerahan atau filsafat Rene Descartes, tetang skeptisisme ilmu, kepercayaan pada kesadaran manusia sebagai dualitas mind and body.

Maka wajar dalam tradisi heremenutika sejak namanya diambil dari Dewa Hermes Yunani Kuna, sampai saat era kontemporer atau posmodernisme sebuah jejaring waktu yang panjang.  Beberapa macam definisi hermeneutika. (a) Hermeneutika adalah teori penafsiran kitab suci injil (tradisi tafsir pada dokrin magisterium Gereja Katolik, atau ada pada interpretasi secara alegoris yang dilakukan sekolah Alexandria, dan Antiokhia lebih memakai tafsir harfiah atau literalisme)

b. Hermeneutika adalah ilmu yang berposisi sebagai  metodologi umum bahasa (era pencerahan); c.  Hermeneutika adalah ilmu interpretasi  gramatis dan ilmu interprestasi dunia psikologis mental (Schleiermacher); d.  Hermeneutika adalah dasar epistemologi untuk ilmu social kemanusian atau  Geisteswissenschaften, dan  Naturwissenschaften  (Dilthey); e. Hermeneutika adalah fenomena eksistensi atau "Hermeneutik der Faktizitt"  (Heidegger); f. Hermeneutika adalah kecurigaan, dan simbol menimbulkan makna (Ricouer),  g.  hermeneutika adalah peleburan fusi horizon (Gadamer), h.  Hermeneutika  adalah konsep Demitologisasi Bultmann; i,  Hermeneutika adalah wacana Emansipasi atau percakapan dengan tulisan untuk memperoleh pemahaman (Habermas); j, Hermeneutika adalah makna bergerak pada pinggiran, dan memberikan makna sendiri yang terpisah dari teks penulis  sehingga hadir intersubjektivitas (Derrida), dan masih banyak lagi lainnya.

Banyaknya definisi tersebut menunjukkan adanya ketegangan atau perselisihan  hermenutika antara Jerman vs Francis  masih terus terjadi sebagaimana dua manusia tokoh rasionalisme modern (Cartesian vs Kantian). Idialisme Jerman melawan provokasi Francis dengan menggunakan struktur bahasa membuat dua tradisi akademik di Eropa pada umumnya mengalami ketajaman yang melampaui bagimana cara memahami.  

Jerman dengan tokoh-tokoh Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher  (1768-1834), Wilhelm Dilthey (1833-1911), Martin Heidegger (1889-1976), HansnGeorg Gadamer  (1900-2002),  Jurgen Habermas, sementara Prancis dengan tokoh-tokoh Paul Ricoeur, Jacques  Derrida dua world view yang saling berselisih paham dan saling adu kontestasi logika adalah tradisi semanjak Immanuel Kant menulis buku 3 model kritik, terutama pada buku Critique of Pure Reason.

Emilio Betti lahir Italia, 20 August 1890, dan meninggal dunia pada tanggal  11 August 1968. Betti adalah filsuf dan teolog modernis, akhli sejarah hukum.  yang lahir di Italia pada tahun 1890-1968. Karya-karyanya, Zur Grundlegung einer allgemeinen Auslegungslehre [sebuah manifesto hermenentiknya], dan Teoria generale della interpretazione. Pada tahun 1962 Emilio Betti, mendirikan Institut Interprestasi. 

Banyak sekali karya dan tulisan Betti, ada 18 atau lebih meskipun sulit diperoleh buku teksnya selain buku sekunder. Misalnya pada tahun 1955 menerbitkan buku kecil "Die Hermeneutik allegemeine Methodik Geisteswissenschaften"  tentang berselisih paham dengan terutama Gadamer, dan Bultmann, Ebeling. Dan tahun 1954 menerbitkan Manifesto Hermeneutika.

Emilio Betti berselisih paham dengan Gadamer yang menyatakan setiap interprestasi adalah aplikasi pemahaman. Pemahaman seperti ini lebih cocok dalam paraktik hukum (teks UU), atau bidang audit (teks standar audit atau SA). Dimana dua profesi ini memiliki aplikasi praktis kekinian dalam perjumpaan dengan teks. Betti mengkritik Gadamer dengan alasan tidak bisa membedakan interprestasi yang benar dan salah, misalnya seorang sejarahwan tidak ada kaitan antara teks dengan aplikasi.

Tentu saja Gadamer mengirim surat pada keberatan Betti, dengan jawaban bahwa Gadamer tidak mengajukan sebuah metode, tetapi mencoba menjelaskan apakah pemahaman itu atau berpikir universalitas eksplisit apa yang selalu terjadi. Jawaban Gadamer ini kemudian dituliskan Betti dalam catatan kaki artikel yang diterbitkannya bahwa Gadamer tersesat dalam non subyektivitas eksistensial. Gadamer juga menulis buku Metode dan Kebenaran menjelaskan kepada Betti  tentang pendekatan ontologis   bahwa fungsi kesadaran operatif historis bukan sebagai subyektif tetapi sebagai proses ontologis.

Jelas perdebatan ini terjadi karena dua kubu antara Gadamer vs Betti memiliki cara pandang dan pendasaran Grand Theory berbeda. Betti  lebih mengambil posisi berdiri pada teori Wilhelm Dilthey (1833-1911) tentang [Geisteswissenschaften] atau konsep Geisteswissenschaftliches  Verstehenskonzept atau aspek (Understanding) atau  verstehen. 

Sementara Gadamer lebih mengambil posisi berdiri pada teori Hermeneutical Martin Heidegger (1889-1976) pada karakteristik ontologis pemahaman atau dikenal dalam  ["Hermeneutik der Faktizitt"] atau keterlemparan manusia dalam "kecemasan" atau dikenal dengan istilah Daseins kemudian dikenal dengan metode ekspresi eksistensi.

Lalu apa konstribusi pemikiran Betti dalam bidang hermeneutika. Betti memfokuskan pada hakekat obyektif interprestasi itu sendiri. Terdapat tiga rerangka pemikiran Betti dalam bidang interprestasi (hermeneutika)

Pertama (1), obyek interprestasi adalah mental mind (Geist) yang diungkapkan dalam bentuk perasaan. Artinya ada distingsi antara fenomena memberi pemahaman atau sinngebung (fungsi penafsir makna terhadap obyek yang disamakan dengan "auslegung" (penjelasan atau interprestasi), untuk tugas ilmu kemanusian. 

Kompetensi  rekonstruksi makna, transposisi kondisi asing dan berbeda dilakukan dengan mengkonversi makna teks secara  kreatif. Auslegung, yaitu bagaimana mendapatkan sebuah bentuk penafsiran yang valid dan objektif bukan Deutung, atau spekularive Deutung. Pemahaman  atau sinngebung lebih tepat disebut "setuju". Maka ada dua hal indicator kompetensi tersebut (a) kesadaran adanya bayang bayang tradisi (b)  repleksi diri dalam sejarah.

Kedua (2), makna adalah totalitas dari bagian-bagian dalam individu. Terdapat korelasi makna dalam koherensi  dari bagian-bagaian untuk memahami keseluruhan. Memahami satu buku teks harus dipahami perkata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragaraf, paragaraf menjadi satu halaman, beberapa halaman menjadi bab, maka beberapa bab menjadi 1 buku.

Ketiga (3) makna kekinian atau aktualitas  sebagai keterikatan dengan kepentingan penafsir  dalam kondisi sekarang ini yang dilibatkan dalam setiap pemahaman atau kesadaran anak zaman sekarang. Atau pemahaman tidak terpisah dari pengalaman, atau rekonstruksi tentang dunia

Implikasi tulisan ini terutama kita perlu belajar banyak untuk mengambil ketekunan tradisi akademik di Eropa pada umumnya (lihat banyaknya definisi hermeneutika), yang sangat berbeda dengan pada keengganan mahasiswa pada pendidikan sarjana, dan pascasarjana selama saya sebagai pembimbing, promotor, dan co-promotor. 

Pengalaman saya selama ini ada keengganan para mahasiwa pada umumnya (tidak semuanya) untuk merevisi proses hasil bimbingan, hasil telahaan sidang proposal, ujian naskah disertasi, ujian tertutup, bahkan sampai ujian terbuka. Sering sekali  pengalaman (keungganan) pendidik dan peserta didik untuk meniru ketekunan tradisi akademik masih jauh dari idial. 

Pada kasus revisi skripsi, tesisi, disertasi  bukan demi ilmu, tapi demi orientasi lulus. Alasannya macam-macam dibatasi oleh waktu dan masa studi. Alasan bayar lagi, atau alasan apapun yang penting lulus, dan kalau lama dianggap mempersulit. Mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama supaya tradisi akademik ketekunan seperti selisih paham antara Gadamer vs Betti sehingga menghasilkan diskursus yang bermutu. ****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun