Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Metafora Sebatang Pohon Kelapa: Knower, Known, Knowing, Knowledge

21 Februari 2018   17:01 Diperbarui: 21 Februari 2018   17:05 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan umum bagimana kita bisa mungkin paham. Tentu saja jawabannya berbeda-beda. Pada artikel ini saya menulis hasil penelitian saya pada tahun 2012 konsep Knower, Known, Knowing, Knowledge.

Secara hakiki, filsafat merupakan upaya  untuk mengenal kemudian mengetahui  atau mengerti sesuatu dengan menganalisis secara sistematis, metodologis segala sesuatu sebagai   'the being in the world'(alam semesta dan segala sesuatu yang ada).   Yang ada atau the being dalam konteks ini artinya sejauh dapat dijangkau  akal   atau budi manusia. Dengan demikian, apa artinya: Mengenal,   mengetahui atau mengerti, menganalisis,   sistematis dan metodologis.

Mengenal adalah menangkap gejala  atau  fenomenon dari realitas atau the being.  Hasil tangkapan itu disebut pengenalan. Mengetahui atau mengerti (subjek=knower) adalah menangkap  inti terdalam atau hakekat realitas objektif (objek=known). Hasil pengetahuan itu adalah pengetahuan atau pengertian. Maka  (a) pengetahuan manusia selalu berada dalam  dua kutub, yakni yang mengetahui (knower = subjek)   dan yang diketahui atau (known =objek) disebut sebagai realitas atau the being, (b)  pengetahuan manusia selalu berawal dari  pengalaman. Jadi mengetahui identik  dengan meng-alami (known to nature). Frans Magnis Soseno (1997:123) menyatakan tokoh peletak dasar pemikiran induktif (empirisme = positivisme) adalah  Francis Bacon (1561-626) yang menyatakan pengalaman merupakan sumber kebenaran yang dapat dipercaya.

Filosof  bukan orang yang sudah mencapai dan memiliki kebenaran, tetapi selalu mengejar dan  mencintai kebenaran.  Filsafat adalah (1)  sebuah tanda tanya, bukan sebuah tanda  seru (!). Filsafat  merupakan sebuah proses pencarian tanpa henti, sebuah quest(bertanya dan/ mempertanyakan) atau sebuah perburuan akan kebenaran tanpa akhir, (2) secara etimologis, filsafat terdiri dari du kata: philein (mencintai) dan sophi(kebijaksanaan). Maka filsafat identik dengan mencintai kebijaksanaan.  Kebijaksanaan pada an sich adalah benar. Berfilsafat identik dengan proses menghayati/mencintai kebijaksanaan itu tanpa henti (etimologi filsafat). Kata "cinta"  setidaknya mempunyai pengertian  untuk dapat diwujudkan dengna nyata apabila ada penyatuan antara (knower = subjek),  dan  (known = objek) melalui proses knowing untuk menghasilkan knowledge yang bermanfaat bagi manusia.

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (epistemedan logos) atau filsafat pengetahuan. Sebagai bagian epistemologi, filsafat ilmu mengkaji hakekat ilmu pengetahuan ilmiah manusia. Dalam pengkajian itu, filsafat ilmu mau menjawab: (a)  persoalan-persoalan ontologis perihal  pengetahuan manusia (akuntansi, auditing,   manajemen keuangan, pemasaran, dan lain-lain. Apa yang  diketahui, hakekat serta relasinya dengan daya serap manusia, (b) persoalan-persoalan epistemologis yaitu  bagaimana proses serta prosedur yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan  tersebut serta syarat-syarat yang diperlukan  untuk memperoleh pengetahuan yang benar, (c) persoalan-persoalan etis  yaitu untuk apa pengetahuan itu diperoleh dan apa  hubungannya dengan norma-norma dan nilai- nilai moral.

Posisi filsafat ilmu dalam bangun besar  terdiri dari (a) philosophy of being (metafisika) meliputi ontologi, kosmologi, antropologi, (b) philosophy of science (epistemologi) meliputi:  TOK (theory of knowledge), dan filsafat ilmu, dan (c)  axiologyterdiri dari  estetika, dan  etika. Filsafat sebagai Actus Reflectionis" adalah Latin 'actus' (action/aksi) dan 'Reflectionis' (reflection/refleksi) mengacu pada  kegiatan akal. Dalam konteks itu, ketika filsafat dikatakan sebagai actus reflectionis berarti pada   hakekatnya filsafat adalah kegiatan akal.  Yang khas dari kegiatan akal adalah 'berpikir'.  Maka berfilsafat adalah identik dengan berpikir   dan seorang filsuf karenanya disebut seorang  'pemikir'. Persoalannya, apa hubungannya  dengan ilmu pengetahuan manusia.

Proses berpikir (knowing) yaitu terjadinya interaksi antara knower dengan known (subjek dan objek), ketika indra sensoris eksternal, mata misalnya melihat sebuah Objek, gambaran tentang objek (known) tersebut masuk ke dalam otak subjek (knower). Di otak terjadi resistensi dan otak memerintahkan mata subjek (knower) untuk melihat kembali.  Gambaran tentang benda atau objek (known)  kembali ke otak dan terjadinya apa yang disebut sebagai fantasi subjek (knower)  tentang objek (known). Fantasi itu kemudian berubah menjadi imajinasi dan kembali ke otak. Pada saat itulah resistensi otak kembali terjadi. Otak membuat determinasi terhadap objek (known) itu. Pada saat itulah subjek mengenal objek (known) tersebut. Itulah pengetahuan manusia.

Dalam konteks itulah manusia merupakan 'animal rationale. Demikianlah secara hakiki, filsafat merupakan upaya  untuk mengenal kemudian mengetahui atau mengerti sesuatu dengan menganalisis secara sistematis metodologis segala sesuatu sebagai 'the being in the world'(alam semesta dan segala sesuatu yang ada). Yang ada atau the being dalam konteks ini artinya sejauh dapat dijangkau akal secara empirik.

Persoalan-persoalan khas filsafat ilmu dalam menghadapi problematika seputar: (a)    bagaimana manusia dapat mengetahui  sesuatu, (b) dari mana pengetahuan itu diperoleh, (c) bagaimana validitas pengetahuan itu dinilai, (d)  apakah pengetahuan yang diperoleh itu pasti benar dan apa prasyarat-prasyaratnya, (e) apa perbedaan antara pengetahuan apriori  dan pengetahuan aposteriori. 

Secara sederhana dapat dikatakan  ilmu merupakan 'kumpulan pengetahuan  manusia'. Walau demikian, tidak semua   kumpulan pengetahuan merupakan ilmu. Sebuah kumpulan pengetahuan    hanya dapat disebut sebagai ilmu jika    memiliki objectum materiale (objek mariil)  dan objectum formale (objek formal). Keduanya merupakan unsur pembeda antara filsafat dengan ilmu-ilmu non filsafat dan antara ilmu non filsafat dengan ilmu non filsafat lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan ilmu merupakan 'kumpulan pengetahuan  manusia'. 

Walaupun demikian, tidak semua   kumpulan pengetahuan merupakan ilmu. Sebuah kumpulan pengetahuan    hanya dapat disebut sebagai ilmu jika    memiliki objectum materiale (objek mariil)  dan objectum formale (objek formal). Keduanya merupakan unsur pembeda antara filsafat dengan ilmu-ilmu non filsafat dan antara ilmu non filsafat dengan ilmu non filsafat lainnya. Objectum materiale:adalah hal yang dijadikan fokus atau sasaran pemikiran (gegenstand), yang diselidiki atau yang dipelajari baik yang bersifat konkret (manusia, hewan, tumbuhan dan bumi), maupun hal-hal yang bersifat abstrak (ide-ide, nilai-nilai).

Perbedaan antara filsafat dan ilmu-ilmu lain dapat di lihat dari objek materil dan objek formalnya. Misalnya "sebatang pohon kelapa". (a) seorang ekonom akan mulai membuat   kalkulasi laba rugi peri hal pohon kepala   (batang, daun, buah, lidi), (b) seorang ahli pertanian akan mulai mempersoalkan apakah tanahnya cocok  subur atau tidak,  (c) seorang ahli biologi akan mengarahkan  sasaran bidiknya pada unsur-unsur pembentukannya, (d) ahli hukum akan tampil mempersoalkan,   siapakah pemilik sah pohon kelapa itu, (e) seorang dokter atau shinesakan mempersoalkan nilai guna air kelapa hijau bagi kesehatan, (f) seorang sastrawan akan tampil menyuarakan keindahan rambut dengan bagian tertentu dari kelapa bahkan menganalogikan daun kelapa dengan tangan manusia, (f) dan seorang budayawan tak ketinggalan, ia  akan tampil menyoalkan mengapa dalam  masyarakat tertentu kelapa hijau dipakai untuk ritus inisiasi.

Pada contoh ini  dapat ditarik sejumlah kesimpulan berikut: (a) ilmuwan atau ahli mengarahkan perhatian  mereka hanya pada salah satu aspek dari  objek materialnya, (b) setiap disiplin atau ilmu menggarap wilayahnya sendiri-sendiri, seolah-olah tak peduli dengan kapling ilmu lain. Inilah yang disebut otoritas keilmuan atau wewenang yang dimiliki oleh seorang ilmuwan dalam   mengembangkan disiplin ilmunya, tanpa  campur tangan pihak lain. 

Di situlah bedanya Filsafat dengan Ilmu-ilmu lain. Ketika ilmu-ilmu khusus itu menghadapi    persoalan-persoalan yang umum  atau    melampaui batas- garapannya, filsafat menyodorkan sejumlah teknik dan jalan  pemecahan.  Hal itu dimungkinkan karena objek  formal  terarah kepada unsur-unsur umum yang  secara pasti terdapat dalam ilmu-ilmu khusus itu. Itulah sebabnya filsafat disebut "philosophia est mater  scientiarum" atau 'mother of knowledge". **)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun