Mohon tunggu...
Oktavian Balang
Oktavian Balang Mohon Tunggu... Jurnalis - Kalimantan Utara

Mendengar, memikir, dan mengamati

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Catatan Seorang Kurir dalam Tiga Babak

1 November 2020   01:23 Diperbarui: 1 November 2020   20:46 1132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu kali ada percakapan via telpon dari teman lama yang katanya kangen. Di tengah-tengah percakapan muncul sebuah pertanyaan yang bikin tensi saya naik

Teman: kamu foto di mana itu, emang kamu bikin apa d isitu ?

Saya: O, itu di dermaga perahu milik masyarakat, di Desa Pejalin, Tanjung Palas. Ya, kerjalah, ngantar paket. Aku sekarang kerja di Ninja Xpress, sudah hampir 2 tahun lebih, lah.

Teman: Enak dong jadi kurir, kerjanya cuma ngantar-ngantar doang, kan? Cuma modal hp, sama motor. Tinggal lihat alamat, terus paket tinggal diantar ke pelanggan. Pekerjaan selesai.

Saya: Gigimu, tu nah! (logat Kalimantan Utara, sebagai nada protes) Kau kira enak, kah, jadi kurir?

Sebuah gambaran umum yang sering terlintas di pikiran masyarakat luas, yang menganggap bahwa profesi seorang kurir hanya pekerjaan yang remeh. yang tidak membutuhkan skill atau keterampilan di dalam setiap penanganannya. 

Padahal pada kenyataannya, bagi saya pribadi, profesi kurir merupakan pekerjaan yang sangat menantang, penuh dengan tekanan, dan resiko yang cukup besar bila di jalani. Sungguh pekerjaan yang menguras tenaga dan pikiran.

Bagaimana tidak, katakanlah dalam 1 hari ada 70 paket yang harus diantar, demi mengejar target yang sudah di tetapkan oleh perusahaan. Mau nggak mau kurir harus memutar otak agar semua paket dapat diantarkan ke alamat tujuan tanpa melewati batas waktu yang sudah di tentukan. 

Ya, namanya juga pekerjaan, pasti ada saja kendala dan masalah yang disebabkan berbagai faktor mulai dari ban bocor, respons lama dari pelanggan.

Bahkan dari faktor cuaca yang tidak bersahabat (banjir dan hujan) yang justru membuat segala rencana awal yang sudah tersusun rapi menjadi berantakan. Secara tidak langsung, situasi tersebut akan mempengaruhi emosi. Syukur-syukur kalau kurir tersebut bisa sabar, lain lagi bila si kurir orangnya bertempramen tinggi.

Kurir dan pelanggan juga manusia, yang terkadang bisa spontan dalam mengeluarkan emosinya ketika ada satu hal yang mengusik prinsip atau nilai-nilai yang diyakini yang menyebabkan perdebatan bahkan pertentangan antara pelanggan dan kurir bahkan sebaliknya.

Bagi saya, Hal tersebut sudah menjadi makanan saya sehari-hari yang berujung ajang adu nyali demi mempertahankan ke-aku-an semata.

Namun, di balik itu semua, ada banyak pelajaran dan pengalaman yang saya dapatkan yang justru menambah deretan daftar panjang penguasaan materi dalam memecahkan permasaahan saat dilapangan. 

Tidak ada musuh yang abadi, sama seperti yang saya alami saat berhadapan dengan pelanggan saat terjadi konflik, sekalipun terjadi cekcok antara kami, hal tersebut malah menciptakan ikatan emosional yang kuat diantara kurir dan pelanggan, sederhananya, setelah konflik, kami menjadi akrab layaknya teman lama.

Hampir di keroyok Pelanggan 

Kejadian berapa bulan yang lalu. Ceritanya, sesampai di alamat yang dituju, saya bertemu dengan istri si pemilik paket, ternyata si penerima paket bersangkutan tidak ada di tempat. 

Segera saya melaporkan hal tersebut di aplikasi Ninja Driver yang tersedia di Hp android saya, bahwa penerima tidak ada di tempat.

Sesuai dengan SOP yang berlaku, saya meninggalkan sebuah pesan pemberitahuan ke pelanggan.

"Selamat malam pak, saya kurir ninja xpress, saya sudah datang kerumah dengan membawa paket, namun bapak tidak ada di rumah, di tambah nomor seluler bapak tidak aktif. Sebagai pemberitahuan dari saya, bila bapak membaca pesan saya, mohon untuk segera merespons pesan saya. Terima kasih."

Beberapa hari setelah saya mengirimkan pesan tersebut, ahkirnya si pelanggan merespons. Segera saya tindak dengan mengecek kembali paket pelanggan tersebut di aplikasi Ninja Driver.

Hasilnya, paketnya sudah di kembalikan secara otomatis ke pihak pertama selaku pengirim paket oleh sistem dikarenakan sudah melewati batas yang telah ditentukan.

Rupanya, si pelanggan tidak terima. Dia melakukan protes saat itu juga setelah membaca chat dari saya.

Pelanggan: Kenapa bisa dikembalikan paket saya, saya sangat berharap paket itu sampai di tangan saya?

Saya: Maaf sebelumnya pak, 2 hari yang lalu saya sudah ke rumah bapak, tapi bapak tidak ada di rumah, kan? Tak cukup itu saja pak, saya pun sudah mengirimkan pesan ke bapak. Kemarin saya sempat mengecek WhatApps bapak, ternyata sudah centang biru, yang sebelumnya hanya centang satu, tapi kenapa bapak tidak merespons? Bila bapak serius untuk mengambil paket tersebut, pasti bapak akan "peka" akan pesan yang sudah saya sampaikan. Tapi kenapa hari ini baru direspons pak?

Ketika mendengar kata-kata "peka" yang menurut menurut Kamus besar bahasa Indonesia yang berarti sensitif, mudah merasa, sontak membuat si pelanggan marah tak karuan, dia mengatakan bahwa kata "peka" itu bearti kata-kata kasar bila diucapkan menurut adat yang bersangkutan.

Muncullah perdebatan sengit, yang ahkirnya si pelanggan meminta saya untuk mempertanggungjawabkan ucapan yang sudah saya keluarkan dengan nada yang keras agar saya segera datang ke alamatnya. Dengan yakin akan diri saya sendiri, saya menjawab tantangan tersebut untuk bertandang ke tempat yang sudah kami tentukan.

30 menit berjalan, ahkirnya tibalah saya di tambangan perahu TJ-Palas seorang diri dengan niat baik untuk meluruskan masalah, yang ternyata disalahartikan oleh anak si pelanggan yang menganggap saya datang untuk berduel dengan ayahnya. 

Di ruang tunggu tambangan tersebut, saya melihat si pelanggan sudah tiba lebih awal, dengan bahasa tubuh menantang matanya sudah menatap tajam ke arah saya, dengan tenang dan yakin pada kemampuan diri sendiri.

Saya berjalan dengan yakin sambil menghampiri pelanggan tersebut sambil melakukan perbincangan yang di permasalahkan oleh si pelanggan. Dengan waspada sambil menatap tajam ke arah pelanggan.

Saya memperhatikan satu per satu kawanan si pelanggan mulai berdatangan dengan tatapan mata mengancam duduk di sebelah kanan kiri saya, kemungkinan ada 8-9 orang yang datang yang bertujuan untuk membela dan menjaga si pelanggan sekalipun mereka tidak tahu duduk permasalahan yang ada. Dengan perlahan saya menarik dan menghembuskan asap rokok dji sam soe kretek ke arah atas.

Perdebatan sengit terus berlanjut, antara saya dan pelanggan sama-sama kuat untuk mempertahankan argumen masing-masing.

Di tengah perdebatan, salah satu diantara mereka ada yang datang dan menghampiri saya, entah gertak atau sungguhan, dia datang untuk memukul saya, segera hal tersebut di lerai oleh beberapa dari antara mereka.

Namun, hal tersebut tidak membuat saya goyang, saya tetap mengambil sikap tenang dan santun di tengah keadaan yang terus menekan serta memojokkan saja, perdebatan tersebut tetap tak kunjung selesai pula.

Sekalipun saya sudah ditekan oleh kawanan si pelanggan, di tengah lalu lalang ruang tunggu tambangan perahu yang juga di saksikan oleh beberapa orang, ahkirnya saya mengambil sebuah langkah mengalah agar permasalahan ini selesai secepatnya,

"Ya, sudah pak, sekalipun saya beranggapan saya benar, saya tetap minta maaf, dan sekalipun saya salah, saya tetap minta maaf," demikian kata saya.

Sebuah keputusan yang sangat sulit bagi saya, apalagi saya seorang laki-laki yang berprinsip anti mengucapkan kata "maaf" walaupun saya benar. Sambil menyodorkan tangan kanan saya ke arah pelanggan, si pelanggan tersebut pun bereaksi.

"Nah, itu kata-kata yang saya tunggu mas, kamu itu sudah salah masih ngotot juga," katanya.

"Ya, pak, sekali lagi saya minta maaf," ujar saya.

Sambil dia menyodorkan tangannya dan ahkirnya kami bersalaman, seketika suasana yang awalnya tegang, ahkirnya menjadi renggang. Perbincangan yang menjurus ke arah silahturahmi pun terjadi, layaknya kawan lama yang lama tak berjumpa, seperti itulah yang terjadi ketika sebuah kata sakti (Baca: maaf) itu diucapkan.

Berhadapan dengan si preman yang konon kebal senjata 

Wajar bagi seorang kurir mempertanyakan alamat tujuan kepada si pelanggan dengan rinci karna kurir belum 100% persen menguasai rute pengantaran yang ada saat itu. 

Dan parahnya, si pelanggan juga orang baru di daerah tersebut. Si pelanggan terpancing emosinya, saya juga demikian.selang beberapa menit, pelanggan tersebut mengambil inisiatif, dia memerintahkan keponakannya untuk menghampiri saya, dan kami pun bertemu, saya ikuti saja kemana dia membawa saya.

Setelah melewati gang sempit yang kira-kira 500 meter dari jalan raya, ahkirnya bertemu pula saya dengan si ibu itu, dengan lantang dia berkata:

Si ibu: Di daerah ini, tidak ada yang tidak kenal dengan suami saya, sebut saja namanya, semua orang pasti tau !!!

Saya: Maaf bu, saya nggak sempat bertanya.

Setelah transaksi paket selesai, suami dari ibu itu pun datang, dengan wajah yang tegang, menatap ke arah saya,

Suami si ibu: Kau, kah orangnya? orang mana kau?

Saya: Ya pak, maaf, saya baru belum sepenuhnya menguasai daerah ini. Maaf saya merepotkan.

Entah apa salah saya, saya di interograsi dan ditekan dengan nada bernuansa menjatuhkan mental.

Suami si ibu: Kau nggak kenal saya, kah? Saya si Metal (bukan nama sebenarnya) 9 tahun di penjara, kasus pembunuhan. Sambil memukul-mukul dadanya yang saat itu dia hanya bertelanjang dada saja. 

Usut punya usut, konon beliau merupakan sosok yang disegani karena kebal, sebagaimana cerita beberapa teman yang mengenal orang itu.

Ternyata beliau memiliki minyak bintang, yang dipercaya sebagian masyarakat kalimantan bahwa minyak tersebut memiliki beberapa khasiat seperti mengobati luka bacok, bahkan menghidupi kembali orang yang dalam keadaan sekarat maupun sudah mati, dan hanya bereaksi pada malam hari saja bila terkena sinar bintang. 

Berdasarkan cerita dari teman-teman yang mengenal orang itu, ketika orang itu berada di dalam sel, di membunuh teman satu selnya, kejadian itu tidak diterima oleh keluarga korban. Ahkirnya keluarga korban datang dengan membawa masa yang bersenjatakan senjata tajam demi membalas dendam.

Si Metal pun ahkirnya mati dengan tubuh yang mengenaskan di dalam sel, seketika jenazah dibawa ke Tarakan saat itu juga demi kepentingan otopsi, dan kejadian itu malam hari kala sinar bintang besinar, menurut cerita yang beredar, tubuh Metal hidup lagi berkat minyak bintang itu.

Saya tetap menyikapi orang tersebut dengan tenang tanpa niat buruk sedikit pun. Dengan perlahan-lahan saya menjawab beberapa pertanyaan yang sudah dia lontarkan kepada saya.

Syukur, lah, entah apa yang dipikirkan si Metal, dia melunak. Nada bicaranya pun sudah berubah.

Semenjak kejadian itu, tiap kali berpapasan di jalan, sesekali dia memberhentikan saya, untuk menanyakan kapan paket yang sudah dia pesan akan datang, hubungan antara kurir dan pelanggan pun terjadi, terjalin interaksi.

Dari situ, saya mulai memahami si Metal, yang ternyata, tak seperti yang saya bayangkan. Begitu banyak pelajaran yang saya dapatkan dari si metal.

Sekali pun dia cukup disegani di daerahnya, ternya beliau orang yang sangat menyayangi istrinya, dia berusaha keras untuk membayar semua pesanan paket yang telah dipesan oleh istrinya, sekali pun tak punya uang.

Membela rekan kurir yang sempat diancam dengan pisau 

Kebetulan, pada hari ini paket untuk rute pengantaran Lagi banyak-banyaknya, ahkirnya paket yang totalnya 100 di bagi 2 untuk rute pengiriman, bila di hitung waktu, jarak tempuh dari TJ-Selor ke TJ-Palas memakan waktu 15 menit jika melewati jalur darat.

Dibaginya paket tersebut bertujuan untuk meringankan beban saya, dan guna meminimalisir waktu yang ada. Singkat cerita, kala sinar matahari tepat berada di kepala, sebuah panggilan masuk yang berasa dari dari rekan kurir.

Teman: Bro, sekarang di mana? kita bisa ketemu, kah? Saya sekarang berada di Hiir.

Saya: Ini baru sampai di Hilir, bagaimana kita ketemuan di Tambangan saja?

Ketika bertemu, dia menceritakan kejadian yang tak mengenakkan hatinya. Bermula saat dia mengantarkan paket ke pelanggan.

Memang pada saat itu si pelanggan bersikap ragu akan kedatangan paket tersebut karena dia berpendapat tidak pernah memesan paket, mungkin karena dikuasai oleh rasa penasaran tersebut, ahkirnya si pelanggan menerima paket COD (cash on delivery) atau bayar di tempat ketika pesanan itu sudah di depan mata. 

Dari awal rekan saya sudah menjelaskan kepada ibu tersebut, bahwa bila ragu, lebih baik paketnya ditolak saja, karena takut paket tersebut bila diterima, lalu dibuka, dan hasilnya mengecewakan.

Sementara di aplikasi sudah disukseskan, yang otomatis uang COD tersebut sudah otomatis masuk sistem, yang secara prosedur perusahaan, barang yang sudah dibuka tidak bisa dikembalikan kembali apapun kondisi fisik paket tersebut.

Bila dikembalikan otomatis paket tersebut akan jadi tanggung jawab rekan kurir saya, berapa pun harga paket tersebut, bila dikembalikan, otomatis teman saya harus nombok atas kesalapahaman tersebut.

Cerita punya cerita, setelah transaksi sukses yang di mana si ibu pun sudah menerima dan membuka isi paket tersebut, dan sementara teman saya pun sudah menyukseskan paket tersebut, tak berapa menit berjalan, teman saya dihubungi kembali si pelanggan.

Si ibu menegaskan bahwa paketnya tidak sesuai dengan pesanan, tapi paketnya tetap dia terima dengan membayar, ya, sama saja si ibu sudah menyetujui transaksi tersebut.

Dengan pikiran yang mumet, teman saya kembali memenuhi panggilan tersebut, terjadi perdebatan, sehingga suami dari pelanggan tersebut keluar sambil menyodorkan pisau kearah teman saya. Ya otomatis teman saya mengembalikan uang yang sudah ia sukseskan dan menerima kembai paket yang sudah dia buka. Artinya, teman saya harus menggantikan uang COD seharga paket yang berkisar Rp 300 ribuan.

Sebagai rekan kerja, saya prihatin akan kejadian tersebut. Langkah pertama, saya mempertanyakan apa tindakan orang kantor dalam memecahkan masalah tersebut. Dan jawabannya, mereka malah meminta agar teman saya mengalah, akan kejadian tersebut, segala kerugian yang ditanggung rekan saya akan digantikan oleh staff.

Namun, bagi saya, hal tersebut bukanlah solusi yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan. Bagi saya, sudut pandang orang kantor berbeda dengan kami yang berada di lapangan. Uuntuk menyelesaikan masalah tersebut, saya mempunyai cara sendiri untuk mengahadapi kejadian tersebut.

Dengan semangat dan berapi-api, saya mengajak rekan saya untuk kembali ke alamat pelanggan tersebut, tanpa memperdulikan todongan pisau atau kemungkinan buruk nantinnya.

Ibu pelanggan: Ada apa lagi, mas?

Saya: Begini bu, mohon maaf menganggu. Di sini saya memposisikan diri saya sebagai penengah. Saya tidak berpihak pada siapapun termasuk ibu dan teman saya, bila nantinya teman saya yang salah, saya tidak segan-segan untuk menampar teman saya bila dia salah.

Di sini saya berbicara berdasarkan prosedur yang ada, jadi sekiranya kita mendapatkan solusi atas kejadian ini, saya berharap ibu juga mau bekerja sama sesuai dengan prosedur yang beraku, karna bu, ibu posisinya pelanggan saya, walaupun kita tidak pernah kenal sebelumnya, namun kita akan tetap berhubungan di kemudian harinya .

Si ibu mulai mendengarkan pekataan saya,

Saya: Bu, bila mana paket yang ibu terima tidak sesuai dengan pesanan, langkah yang seharusnya ibu lakukan ialah melaporkan kejadian ini kepada pihak pertama selaku si pengirim paket dengan menyertakan kondisi fisik paket yang ibu terima dengan membandingkan dengan pesanan awal yang sudah di sepakati.

Nah, bila laporan tersebut sudah di terima si pengirim paket, si pengirim paket akan mengantikan uang atas kesaahan yang telah di buat oleh si pengirim paket. Karena terus terang bu, kami, kurir, sebagai pihak ke 3 hanya menyampaikan pesan dari pihak pertama, setelah transaksi antara kurir dan pelanggan sukses, berarti urusan ibu selaku pihak ke 2 dengan kurir selaku pihak ke 3 pun sudah berahkir.

Setelah mendengarkan penjelasan dengan seksama ahkirnya :

Ibu pelanggan: duh mas, saya rugi mas,

Sambil mengembaikan uang cod ke rekan saya.

Ya syukurnya, suami dari si ibu pelanggan tidak ada saat itu.

Sekelumit permasalahan yang sering kami ( kurir ) hadapi saat berada di lapangan, yang terkadang kami harus rela menerima resiko yang ada demi sebuah nafkah, sebuah hikmah yang saya dapatkan dari persoalan selama di lapangan. 

"Bekerjalah dengan nilai kejujuran dan ketulusan sekalipun keadaan tidak berpihak padamu, niscaya sang esa akan selalu memberikan kemurahan hati serta hikmat yang besar ketika berada di persoalan yang begitu pelik"

Terima kasih ,
Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun