"Kita menitipkan harapan, karena pada titik tertentu, hanya itu yang kita punya dalam hidup. Â Dengan harapan, kita berbagi dengan yang lain dan sadar bahwa hidup tak selamanya."
KUTIPAN kalimat di atas yang saya ambil dari buku "Sesisir Pisang di Surga" karya Oryzya A. Wirawan, mungkin bisa menggambarkan apa yang tengah kita rasakan di masa pandemi virus Corona ini. Saya pernah mendengar pepatah, "Kehidupan adalah karunia yang menyenangkan." Untuk itu, saya mencoba belajar dengan menyenangkan, meskipun di saat yang serba sulit ini. Karena bagi saya, pendidikan bukan hanya menjadi pintar, melainkan bagaimana menjadi manusia yang lebih baik. Itu adalah makna terdalam belajar seumur hidup.
Boleh kita sepakati, bahwa home learning di masa pandemi adalah dua kutub magnet. Masalah yang datang di saat kita melaksanakan home learning selalu mengandung hal yang bertentangan. Mematahkan sebuah magnet batang di tengah-tengah, juga akan menghasilkan dua magnet dengan dua kutub pula. Dan itu, hanya masalah home learning saja, belum lagi masalah hidup-mati kita yang menjadi taruhan di masa pandemi ini.Â
Apakah kalian pernah menentukan sesuatu dari dua opsi menggunakan lemparan koin?Mungkin sebagian dari kalian pernah melakukannya. Sederhananya, kita menggunakan koin karena kita--seharusnya--tahu dan percaya bahwa probabilitas salah satu koin untuk muncul ketika kita lempar adalah setengah (1/2). Sesuai matematika dasar yang pernah kita pelajari, nilai harapan dari lemparan tersebut adalah: 1/2* 100 + 1/2* 0 = 50
Sebagai murid, saya merasa bahwa guru malah memanfaatkan momentum belajar di rumah untuk memberikan tugas lebih banyak dari biasanya. Jika di pertemuan normal, murid mendapatkan materi lebih dahulu, kemudian barulah guru memberikan tugas. Kini murid harus cari materi sendiri buat mengerjakan tugasnya.Â
Tapi, di sini saya juga tidak bisa menyalahkan guru begitu saja. Dalam penerapan sistem kurikulum 2013, murid diajarkan untuk mandiri dan aktif. Mungkin, karena banyak guru yang gagap dengan cara baru ini. Akhirnya mereka hanya terpikir untuk memberi tugas begitu saja. Padahal, tugas dapat berbentuk lain seperti membaca novel atau menonton film, kemudian murid bisa disuruh untuk menulis resumenya. Bagaimanapun jadinya, ada satu hal yang perlu kita ingat sebagai murid, ialah kepedulian para guru kita untuk mendidik dan mengajar dengan kondisi terbatas.