Jika diamati sepintas, kondisi ini disatu pihak menunjukkan adanya perkembangan yang mengarah kepada perbaikan dan pendekatan peningkatan pelayanan publik kepada masyarakat yang diharapkan akan mensejahterakan penduduk di desa yang baru dimekarkan. Namun di lain pihak perkembangan ini juga menimbulkan kekhawatiran karena beban APBD dan APBN untuk membiayai desa yang dimekarkan akan semakin berat. Lebih dari itu, pemekaran yang marak ini belum tentu akan jauh lebih mengefisiensikan kinerja pemerintahan, mendekatkan pelayanan publik dan belum tentu pada akhirnya akan mensejahterakan rakyat seperti yang dikemukakan dan dicita-citakan para pemrakarsanya.
Meski demikian, tidak semua desa yang dimekarkan mendapat predikat negatif. Walaupun ditemui sejumlah hasil yang menggembirakan namun sejumlah masalah juga muncul dan semakin lama menjadi semakin besar, yakni antara lain; kentalnya warna kedaerahan (termasuk ide dominasi putra daerah) di dalam semua proses dan bidang sosial, politik, budaya serta  ekonomi, lalu ditemukannya potensi konflik kepentingan antar elite yang pada akhirnya berdampak pada konflik antar massa masing-masing pendukung. Ketidakjelasan relasi antar fungsi dalam sistem pemerintahan pusat dengan desa dan antar desa.
Jadi walaupun UU No. 06/2014 tentang Desa membuka ruang untuk dilangsungkannya proyek pemekaran dengan fungsi desentralisasi-otonomi desa sendiri, diperlukan kearifan dari para pengambil kebijakan untuk secara hati-hati dalam meresponsnya, yaitu diperlukan pengkajian ulang yang dapat dijadikan dasar untuk memproses, menyetujui atau menolak usul pemekaran tersebut. (31/10)