Mohon tunggu...
Cerpen

Aku Kasihan Padaku

31 Mei 2015   09:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:26 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Mengapa setiap orang yang aku temui seringkali mengatakan kasihan pada beberapa orang yang ia temui berpenampilan mohon maaf, gelandangan. Seperti saat ini di depan warung kelontong ada seorang pemuda membawa buntalan besar kemanapun ia pergi. Seringkali ia membeli makanan seharga tidak sampai lima ribu rupiah setiap harinya. Bahkan ia tidak usah mengkhawatirkan persediaan air akan habis selama pengembaraannya. Cukup membawa botol plastik untuk berkeliling di halaman beberapa rumah warga ketika air di dalamnya habis. Dengan sekejap saja botol tersebut akan penuh kembali.
Aku sangat bersyukur berada di desa dengan kekayaan air yang sangat luar biasa. Ketersediaan air akan selalu tercukupi meskipun di musim kemarau panjang sekalipun. Sungai yang mengalir dan mata air galian dari seorang saudagar kaya raya di desa membawa kenikmatan tiada terkira. Aku menyebutnya zam-zamnya Toorep.
“Kasihan orang itu, luntang-lantung bawa barang segede itu. Tidur di pasar atau emperan toko. Mudah-mudahan dia waras.”
Kasihan betul orang yang berbicara seperti itu, iya termasuk diriku sendiri. Pemuda yang membawa buntalan tersebut menurutku malah sangat kaya disbanding kami bahkan sangat waras. Justru mereka yang saat ini berdasi dan memakai jas dengan gadget di tangan kanan kirinya adalah orang gila yang sesungguhnya. Kami begitu miskin sehingga harus mencari harta dan sesuap nasi dengan susah payah. Sedangkan ia sangat tidak mengkhawatirkan hal semacam itu. Cukuplah beberapa suap nasi untuk membuat perutnya terisi. Orang kaya itu cukup. Orang kaya itu tidak susah.
Tidak perlu memikirkan tagihan listrik, sekolah, hingga pulsa internetnya sudah mau habis apa belum. Oh kawanku, saudaraku kau adalah orang kaya yang sesungguhnya. Mengapa orang lain memandangmu lebih rendah hanya karena engkau berpakaian lusuh dan sepertinya tidak memiliki tempat tinggal untuk sekedar tidur di heningnya malam. Bukankah sebenarnya semua manusia ini tidak memiliki hal tersebut. Semuanya hanya buah klaim saja, tidak ada yang mutlak pemilik sebidang tanah atau bangunan di atasnya. Sudah jelaskan kalau semua ini hanya titipan ? Tidak lebih dari itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun