Festival balon udara di Wonosobo, tradisi penerbangan balon udara yang akan meraimakan perayaan idhul fitri pada tahun 2025. Festival ini akan digelar pada 1 April 2025-6 April 2025 dengan lokasi meluputi desa Candiyasan, Semayu, Kembaran, Jogoyitanan, Simbang, Mirombo, Mudal, Miromobo, Lamuk, Reco, Tanjungsari, Jaraksari, Gondang, Wiringin Anom, Tempel, dan berakhir penentuan final yang biasa diadakan di Alun-Alun Wonosobo. Bagi pariwisatawan tentu sedikit yang tahu mengenai sejarah terbentuknya Festival Balon Udara Wonosobo, berdasarkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wonosobo disebutkan bahwa Festival Balon Udara ini sudah ada pada pertangan tahun 1900-an, menurut penuturan masyarakat terciptanya festival balon udara berupa bentuk dari ide Atmo Goper. Pada saat muda Atmo Goper pernah melihat pendaratan balon udara berpenumpang di Alun-Alun Wonosobo. Atmo Goper merupakan seorang ahli pangkas rambut dan seniman berupa pengarajin lampion, pengarjin sangar burung, dan seniman musik rebana, dengan keahlian yang Atmo Goper miliki kemudian dia mencoba membuat balon udara yang ingin dia terbangkan. Balon pertama yang Atmo Goper terbangkan terbuat dengan kertas pilus yang dikombinasikan dengan kertas payungs, selai itu bahan tersebut dia beli menggunakan dana yang dibantu oleh warga pada kala itu, untuk bahan lainnya berupa lem dia buat sendiri dari parutan ubi kayu yang diperas dan kemudian dimasak menjadi lem. Penerbangan pertama kali yang bapak Atmo lakukan di depan Mushola Krakal dengan disaksikan kerumumnan warga. Inovasi penerbangan ini kemudian menyebar menuju desa lain sehingga menjadi sebuah momentum yang ditunggu-tunggu oleh masyakarat. Memasuk era 1950-an penerbangan balon udara tersebut mulai menyebar di daerah-daerah lainnya, seperti desa Kembaran, kecamatan Kalikajar. Pada festival balon tidak jarang terjadinya balon jatuh di pemukiman warga lain, kemudian muncul sebuah ide bahwa orang yang menemukan balon tersebut mencoba menyembunyikan balon temuannya, sementara pemiliki balon dan warga pemiliki balon mencari balon tersebut. Hal tersbut kemudian bisa menyebabkan adanya gesekan antar kampung. Untuk menghindari kejadian tersebut pada tahun 1984 diadakan pertemuan antar tokoh desa yang diisiasikan oleh Dr. Moh. Ridwan dan menhasilkan sebuah kesepakatan bahwa balon boleh diterbangkan pada hari ke dua hingga hari tujuh lebaran agar tidak mengganggu tradisi silahturami antar warga, balon yang lepas kemudian ditemukan oleh warga lain pada hari ke dua hingga hari ke tujuh lebaran harus dikembalikan kepada pemiliknya, pemiliki balon bertanggung jawab penus atas kerusakan yang ditimbulkan dari adanya aktifitas penerbangan balon, setiap kampung didorong untuk dapat membuat balon sendiri dengan dibantu oleh bimbingan pembuat balon yang sudah ada atau dapat membeli dari pembuat balon, balon yang diterbangkan setelah hari ke tujuh lebaran kemudian jatuh didesa lain dan ditemukan warga maka balon tersebut dapat dimiliki oleh warga tersebut dengan catatan penemu harus membalas surat berlampirkan alamat pemiliki balon dan perangko balasan yang tertempael di balon tersebut. Semenjak adanya kesepakatan ini tindakan gesekan antar desa dapat diatasi dan sudah sangat jarang ditemui.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI