Mohon tunggu...
Bagus Prakoso
Bagus Prakoso Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati

hobi menikmati apa yang tuhan berikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Filosofi Islam di Dalam Bangunan Siti Inggil

28 Juni 2022   00:54 Diperbarui: 28 Juni 2022   01:35 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bangunan Siti Inggil yang berdiri  di dalam Komplek Kesepuhan Cirebon ini memiliki filosofi yang sangat kental tentang keislamannya, bangunan ini adalah bangunan tambahan yang didirikan sekitar tahun1800-an, Siti Inggil ini berasal dari bahasa Cirebon, arti dari dua kata tersebut  adalah Siti yang berarti tanah Dan Inggil yang berarti tinggi. 

Filosofi dari dua kata tersebut ialah Allah menjelmakan manusia di muka bumi ini dari tanah dan mengangkat derajatnya agar manusia di muka bumi ini menjadi khalifah dan akan berulang menjadi tanah kembali kemudian mempertanggungjawabkan tugasnya yang telah dia kerjakan kepada penciptanya yang maha tinggi dari manusia itu sendiri.

Bangunan Siti Inggil ini dibentangkan oleh bata merah yang disebut bentar, di atas bentar tersebut terdapat pilar yang disebut laras. Laras itu berarti "sesuai" yang bermakna "Peraturan itu harus sesuai dengan ketentuan hukum". Di Siti Inggil ini terdapat lima bangunan yang masing -- masing bangunan ini berdiri tanpa di iring dinding, bangunan ini pun beratapkan sirap.

Bangunan ini saling berderet. Bangunan yang pertama berdiri dari sebelah barat, bangunan ini bernama Mande Pendawa Lima, bangunan ini memiliki lima buah tiang yang melambang kan rukun Islam di dalam rukun Islam terdapat poin - poin yang berisi :  Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa, Naik Haji. Bangunan Mande Pendawa lima ini Di peruntukan untuk Para Pengawal Raja. 

Dan di bangunan ke dua bernama Mande Malang Seminar atau Mande Jajar, bangunan ini memiliki keunikan yaitu tiang tengah bangunan ini terdapat ukiran yang terukir, tiang tengah ini berjumlah enam tiang yang melambangkan rukun Islam. Bangunan seluruhnya memiliki dua puluh tiang yang melambangkan dua puluh sifat atau sifat ketuhanan, malang Seminar ini di khususkan untuk tempat duduk Raja bila melihat acara yang ditampilkan di alun - alun dan untuk menyaksikan pengadilan terdakwa.

Dan bangunan yang ketiga bernama Mande Semar Tinandu, bangunan ini memiliki dua tiang yang melambangkan dua kalimat syahadat, kalimat syahadat ini berbunyi "Asyhadu alla ilaaha Illah wa Asyhaduana Muhammadar Rasulullah" yang berarti Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Saya bersaksi bahwa (nabi) Muhammad Adalah utusan Allah. Fungsi bangunan Mande Malang Semar Tinandu ini adalah tempat duduk Penghulu atau Tempat duduk Penasihat Raja. 

Dan bangunan yang ke empat bernamakan Mande Karesmen Bangunan ini berarti bangunan kesenian yang berfungsi untuk Tempat membunyikan gamelan sakaten, biasanya acara membunyikan gamelan ini dilaksanakan pada 1 Syawal dan pada 10    Dzulhijjah acara ini di lakukan selepas Shalat Ied. Seperti penjelasan yang terdapat pada bangunan tersebut bahwasanya tempat membunyikan gamelan ini dianggap sopan dan di perbolehkan oleh para Muthabiin di masa dahulu.

Dan bangunan yang kelima adalah Mande Perngiring tempat ini dipakai untuk duduk prajurit yang mengiringi raja, dan digunakan juga untuk menyidang terdakwa yang dituntut hukuman mati oleh jaksa. Dan selanjutnya di sebalah bangunan Mande Perngiring terdapat dua buah batu, batu ini bernamakan Linggan dan Yoni, yang menggambarkan adam dan hawa maksud dari batu ini adalah tanda kehidupan dan peradaban.

Di Siti Inggil ini terdapat dua gapura yang bercorak Bali, gapura yang pertama atau gapura depan ini bernamakan gapura Adi. Dan gapura yang kedua dinamakan Gapura Banteng, dikarenakan Dibawa gapura tersebut terdapat gambar Banteng, hal ini melambangkan keberanian dan kekuatan dalam aparatur negara. 

Dan di Siti Inggil ini ditanam pohon Tanjung, Yaitu lambang Nanjung atau Bertahta. Ada juga pepatah pawikon yang berbunyi " Nanjung Ratu Waskhita Swalinang Parala"  yang berartikan jadi Raja harus mengetahui penderitaan rakyatnya.

Di halaman depan Siti Inggil juga terdapat tanaman pohon sawo kecik, kecik ini berarti baik atau benar. Siti Inggil ini Mengalami Peremajaan pada tahun 1934 -- 1938 namun hasil dari peremajaan itu tidak berubah bentuk aslinya dan bangunan ini masih berdiri hingga saat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun