Abstrak
Pesugihan dalam budaya Nusantara selama ini dipahami sebagai praktik okultisme dengan keterlibatan makhluk gaib. Artikel ini menawarkan reinterpretasi sains-metafisika, dengan memandang pesugihan sebagai bentuk transmigrasi jiwa antar dimensi paralel. Pendekatan ini menggunakan kerangka teori multiverse (Everett, 1957; Tegmark, 2003) serta konsep kesadaran non-lokal (Penrose & Hameroff, 2014), untuk menjelaskan fenomena ritual, perpindahan jiwa, serta implikasi kosmik terhadap struktur realitas.
---
1. Pendahuluan
Pesugihan sering kali dikaitkan dengan kontrak mistik dan tumbal. Namun, bila dimaknai melalui teori multiverse, fenomena ini dapat dipandang sebagai pergeseran kesadaran dari satu realitas menuju realitas lain.
Dalam interpretasi banyak-dunia (many-worlds interpretation) yang diperkenalkan oleh Hugh Everett (1957), setiap keputusan manusia melahirkan cabang realitas baru. Dengan demikian, versi diri seseorang dapat eksis dalam kondisi sosial-ekonomi yang berbeda di tiap dimensi. Pesugihan, dalam kerangka ini, bukanlah kontrak gaib, melainkan akses paksa ke cabang realitas alternatif.
---
2. Landasan Teoretis
2.1 Multiverse dan Realitas Paralel
Everett (1957) mengusulkan bahwa fungsi gelombang kuantum tidak runtuh, melainkan bercabang, menghasilkan realitas paralel.
Tegmark (2003) mengklasifikasikan multiverse ke dalam empat level; fenomena pesugihan paling relevan dengan Multiverse Level I–III, di mana distribusi kondisi dan cabang kuantum memungkinkan variasi nasib.