Mohon tunggu...
Bagus Herwibawa
Bagus Herwibawa Mohon Tunggu... Dosen - http://thinkthank-thinkthank.blogspot.com

http://thinkthank-thinkthank.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Nature

Benih : Teknologi Pemusnah Massal

29 Maret 2013   07:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:02 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Jika Anda menguasai benih, Anda akan menguasai seluruh sistem pangan : apa yang akan ditanam, input apa yang digunakan, dan di mana produk akan dijual”, begitulah disampaikan Pat Roy Mooney seorang ekonom Kanada, yang konsen di bidang pertanian, keanekaragaman hayati, dan teknologi baru.

Perkataan tersebut tentu saja merupakan angin segar bagi geliat perkembangan perusahaan benih. Berbekal dukungan The International Union for The Protection of New Varieties of Plants Convention atau Konvensi Internasional untuk Perlindungan Varietas Tanaman Baru pada tahun 1961, sebagai ketetapan “Hak Pemulia Tanaman”. Perusahaan benih mempunyai hak atas pembayaran royalti, mengendalikan penjualan, serta pemanfaatan atas temuannya.

Berdasarkan data The International Union for The Protection of New Varieties of Plants (UPOV), status 5 Desember 2012 telah tergabung 70 negara dari seluruh dunia. Meskipun sampai saat ini Indonesia belum bergabung.

Perlu diketahui bahwa negara-negara berkembang memang tertinggal jauh dari negara-negara industri, dalam perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) berikut penerapannya. Sehingga hampir tidak mungkin mencegah petani menyimpan atau menyebarkan benih dari tahun ke tahun.

Negara - negara berkembang disadari merupakan pasar besar bagi perusahaan benih Internasional. Akhirnya perusahaan-perusahaan tersebut berupaya mencapai apa yang diinginkan dalam bentuk kesepakatan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS). Hasil kesepakatan tersebut memberikan perlindungan atas penemuan-penemuan perusahaan, termasuk rekayasa genetik.

Secara khusus, TRIPS mewajibkan semua negara anggota World Trade Organization (WTO) untuk menggunakan paten atas semua rekayasa dalam proses biologis yang esensial. Sehingga Indonesia yang tergabung dengan WTO sejak 1 Januari 1995, juga diwajibkan mengikuti keputusan TRIPS tersebut.

Indonesia memiliki UU No.14/2001 tentang Paten, dan UU No.29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT). Hal tersebut tentu saja dirumuskan agar sesuai dengan TRIPS, melalui revisi dan pengembangan serangkaian undang-undang HAKI yang berkaitan dengan materi biologis dan rekayasa genetik.

Meskipun telah diatur dengan undang-undang, ternyata masih banyak petani skala kecil melanjutkan tradisi turun-temurun mereka, yaitu menyimpan benih dari satu musim kemudian menanamnya kembali pada musim berikutnya. Kalau dibiarkan terus berlanjut, tentu saja akan mengurangi permintaan pada produsen benih. Akhirnya perusahaan-perusahaan benih merasa dirugikan, dan berusaha keras mencegah hal tersebut.

Berdasarkan argumen dari industri benih untuk menolong ketahanan pangan, karena mendorong petani berhenti menggunakan benih yang tidak produktif. Dalam perkembangannya, perusahaan-perusahaan benih tersebut berusaha menciutkan kesempatan petani untuk meregenerasikan sendiri.

Sudah banyak teknologi yang dikembangkan, yang pada intinya membuat benih generasi kedua tidak subur sehingga tidak dapat ditanam kembali. Hal itu menyebabkan petani akan selalu membeli benih kepada perusahaan, dan akhirnya mengakibatkan ketergantungan yang diinginkan perusahaan. Sedikitnya ada dua teknologi yang terkenal sedang dikembangkan, yaitu “Hibrida” dan “Terminator”.

Woerjono Mangoendidjojo, Guru Besar Ilmu Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (FP-UGM), mendefinisikan hibrida sebagai hasil persilangan dua induk yang menghasilkan keturunan pertama (F1). Sedangkan varietas hibrida merupakan F1 yang mempunyai sifat heterosis positif, yaitu punya penampilan lebih baik dibandingkan dengan penampilan rata-rata kedua induknya (F1 > ½ (P1+P2), atau lebih baik daripada induknya yang terbaik (F1> P1>P2). Hal tersebut selaras dengan pendapat Weish, Poehlman, dan Allard ahli pemuliaan tanaman yang telah diakui secara Internasional.

Namun benih hibrida unggul yang digunakan dalam Revolusi Hijau tidak dapat bereproduksi dengan baik, karena akan mengalami pemisahan sifat baik dan dapat berganti dengan munculnya sifat kurang baik, sehingga tanaman tidak seragam dan produksinya rendah. Hal tersebut memaksa petani untuk selalu membeli benih setiap musim tanam.

Meskipun demikian benih hibrida belum juga memuaskan perusahaan, karena benih masih dapat disimpan dan punya harapan untuk ditanam kembali, bahkan untuk pengembangan varietas tanaman baru. Akhirnya dikembangkan teknik yang membuat benih tidak subur melalui rekayasa genetika. Pengembangan oleh industri untuk meraih keuntungan sebesar mungkin tersebut, dikenal sebagai teknologi “Terminator”.

Terminator adalah teknologi untuk memodifikasi benih agar tumbuh hanya sekali, benih keturunan kedua (F2) menjadi mandul, sehingga tidak dapat tumbuh ketika ditanam kembali. Hal tersebut tentu saja akan menghilangkan hak petani atas benih, dan menciptakan ketergantungan pada pasar benih. Akhirnya teknologi tersebut akan mengancam kedaulatan pangan dan ketahanan pangan masyarakat.

Hal tersebut dipertegas Murray Robinson, Presiden Delta and Pine Land Company, pemegang hak paten (US Patent 5,723,765) atas teknologi terminator, kepada Rural Advancement Foundation International (RAFI) : “Kami berharap akan mempunyai implikasi global, terutama di pasaratau negara yang tidak mempunyai peraturan tentang paten atau peraturannya lemah”.

Diketahui bahwa prinsip teknologi terminator tersebut mirip istilah genetika, yang menurut Triwibowo Yuwono, Guru Besar Ilmu Mikrobiologi, FP-UGM merupakan sebutan untuk bagian gen yang berada di hilir gen struktural, dan berfungsi memberikan sinyal pada enzim RNA polymerase agar menghentikan proses transkripsi, sehingga proses kehidupan berhenti.

Berikut akan dijelaskan lebih rinci tentang teknologi “Terminator”, dalam judul The Terminator : Memahami Prinsip Kerja Teknologi Pemusnah Massal secara Sederhana”.

13644912851708397006
13644912851708397006

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun