Mohon tunggu...
Bagja Putra
Bagja Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

A dedicated and integrated young author who have the powerful spirit to explore ideas, knowledge, and experiences through leadership, discussion, and team work, love to build wider relationship as well as keep responsibility.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Upaya Pemertahanan Nilai-nilai Budaya Bangsa di Tengah Gencarnya Era Revolusi Industri 4.O

13 Januari 2020   13:06 Diperbarui: 13 Januari 2020   13:07 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh Bagja Putra

Budaya merupakan cerminan dari suatu bangsa, baik dari segi bahasa, kepribadian maupun peninggalan-peninggalan bersejarah yang masih tersimpan. Secara bahasa, budaya berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Buddhi atau Budhia yang berarti akal yang lantas melahirkan gagasan, ide, pengetahuan, adat istiadat, hukum, serta karya-karya baik berupa benda mau pun non benda.

Pada 2017, Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Bidang Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (The United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization) atau akrab disebut UNESCO menilai bahwa Indonesia merupakan negara super power dalam bidang kebudayaan.

Tidak diragukan lagi, Indonesia memiliki begitu banyak peninggalan budaya besar di dalamnya yang masih terus diwariskan dari generasi ke generasi. Misalnya, ratusan bahasa daerah, peninggalan-peninggalan bersejarah berupa tempat-tempat ibadah (seperti candi-candi dan masjid), busana (seperti batik dan songket), kuliner yang beragam cita rasa, senjata tradisional, dan juga tarian-tarian lokal.

Tidak hanya itu, perlu kita sadari pula, bahwa budaya suatu bangsa itu tidak hanya dititik beratkan pada bentuk fisiknya saja, tetapi juga ditekankan pada kearifan serta pemikiran (ideologi) yang menjadi falsafah hidup bangsa tersebut.

Indonesia memiliki Islam dan Pancasila sebagai senjata pemersatu bangsa dan ketahuilah, Pancasila merupakan cerminan jati diri leluhur bangsa Indonesia. Bangsa yang dikenal religius, penuh tenggang rasa, musyawarah, adil, dan menjunjung tinggi persatuan. Namun, faktanya pada zaman sekarang, nyaris seluruh kearifan budaya bangsa kita memudar, terutama di kalangan generasi milenial. Budaya ramah dan gotong royong yang bertukar menjadi cuek, individualisme. Budaya bekerja keras, berubah menjadi malas, santuy, serba pragmatis, dan hedonisme.

Selain itu, banyak juga orang yang masih melanggar hukum yang berlaku. Baik itu hukum adat, hukum agama, maupun hukum negara. Bangsa Indonesia tengah dijangkit oleh keadaan yang kritis akan pelbagai hal, termasuk disintegrasi nasional, lunturnya jiwa kebangsaan (Patriotisme), serta cacat moral dengan jiwa dan pemikiran sekular-liberal yang semakin berkembang pesat seiring kemajuan teknologi yang tak bisa dipungkiri keberadaannya, tetapi efeknya begitu fenomenal.

Misalnya, korupsi terjadi dalam segala aspek kehidupan (dalam ranah terkecil saja, masih banyak sekali siswa yang suka mencontek), suap-menyuap (pada saat pemilihan kepala daerah atau kasus lainnya), perjudian, pornografi, pergaulan bebas, narkoba, pembunuhan yang marak terjadi, dan pelbagai pelecehan lainnya, yang menggambarkan betapa pudar penerapan nilai-nilai budaya bangsa kita yang sesungguhnya, Pancasila. Apalagi setelah gencarnya revolusi industri yang terjadi di seluruh dunia, semakin memperluas pemikiran yang serba kapital.

Menurut budayawan Acil Bimboo dalam suatu talkhow yang ditayangkan media kompas.com, mengatakan bahwa masyarakat kita saat ini tengah mengalami kerusakan dari sisi budaya. Yang lebih dominan muncul saat ini adalah karakter egois, individualis, konsumtif, kehilangan nasionalisme, krisis kreatif dalam berseni. Ia bahkan khawatir anekdot yang pernah menyatakan, "Jika ingin merusak suatu bangsa, maka hancurkan saja kebudayaannya," itu terjadi. Semua itu karena tidak terkendalinya dampak negatif dari arus globalisasi.

Menurut pengamatan saya pula, salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perilaku seseorang dewasa ini adalah tontonan dan bacaannya (Literasi). Menurut hasil penelitian Program for International Student Assessment (PISA) rilisan Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD) tahun 2015, rating grade pendidikan Indonesia menempati posisi ke-62 dari 70 negara, sungguh miris, bukan? Padahal majunya suatu bangsa tergantung pada sistem pendidikannya.

Bagaimana tidak? Kita dapat menyaksikan banyak tontonan tidak sehat tersebar luas nyaris di seluruh televisi. Tontonan yang banyak mengajarkan perilaku negatif seperti pacaran, rencana pembunuhan, dan sebagainya, juga berita-berita buruk yang sangat sering ditayangkan, bahkan dalam suatu kasus yang hangat diberitakan pada tahun 2019, yakni pembunuhan ayah dan anak yang dilakukan oleh seorang ibu karena memiliki hutang sebesar 10 milyar. Saat diklarifikasi, wanita itu merespons bahwa dia terinspirasi dari sinetron yang kerap dia tonton (Dikutip dari CNN News Indonesia).

Lalu banyak juga talkshow yang kurang bermanfaat, lebih difokuskan pada kehidupan orang-orang kaya (Selebrities) dan gaya hidup hedonis. Sementara, untuk informasi perkembangan prestasi anak-anak bangsa yang menginspirasi seperti menjuarai pelbagai perlombaan tingkat nasional dan internasional, perjuangan anak-anak kalangan bawah dalam memperoleh pendidikan layak, perjuangan guru-guru hebat, dan lainnya sangatlah sedikit keberadaannya, bahkan jika ditayangkan di acara-acara televisi hanya selewat.

Budaya berpikir begitu penting. Bahkan kebangkitan suatu kaum, tergantung pada pemikirannya. Lantas, apakah kita mau melihat Indonesia hancur hanya ulah kita yang tak mau mempertahankan nilai-nilai budaya luhur bangsa? Perkembangan zaman tidak akan dapat kita elakkan. Semua itu adalah tantangan.

Tidak salah mempelajari serta menghargai budaya dan bahasa asing, tetapi jangan sampai kita bagaikan "Kacang lupa kulitnya". Kita juga wajib kembali pada nilai-nilai agama karena pada hakikatnya, itulah budaya kita yang sesungguhnya. Kita dapat memulai segalanya dari perkara yang sering kita anggap sepele apalagi jika dikolaborasikan dengan teknologi digital yang marak berkembang di zaman sekarang.

Berikut upaya-upaya yang dapat kita kerahkan guna melestarikan nilai-nilai budaya bangsa yang kian memudar, supaya tidak lenyap ditelan zaman:

1. Kembali Bersandar pada Nilai-Nilai Agama

Agama adalah akar dari segala peraturan. Bangsa Indonesia hidup dengan aturan yang menyejukkan jiwa. Setiap agama mengajarkan kita kepada kebaikan dan dengan penerapan aturan-aturan agama akan ada konsekuensi yang kita perbuat dalam kehidupan kita, surga atau neraka. Kita adalah bangsa yang religius. Kita diajarkan untuk memegang moral serta akhlak yang luhur. Tercantum dalam poin pertama Pancasila, "Ketuhanan yang Maha Esa".

Ketuhanan berarti agama atau hal-hal yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan, dan Esa berarti satu, pertama, dan utama. Dalam konsep ini, agama yang diutamakan, tentu ini amat bertentangan dengan ajaran yang sekular. Ingat, jangan lupakan nilai-nilai agama karena agama adalah prinsip atau dasar dari kehidupan kita.

2. Perbanyaklah Belajar

Belajar tidak harus mengusai enambelas pelajaran di sekolah. Kita pun wajib menambah literasi kita. Kita dapat mengekplorasi diri kita dengan beragam ilmu pengetahuan yang sama sekali tidak kita peroleh di sekolah. Misalnya, dengan mempelajari bahasa serta budaya daerah kita. Misalnya, saya berasal dari Suku Sunda, maka saya dapat meempelajari kesenian Sunda seperti suling, kawih, dan pupuh. Jika kita mampu mempromosikannya kepada dunia, kita tentu akan memiliki nilai jual yang tinggi.

Kita bahkan mampu mengalahkan para klub band Korea. Selama kita cinta dan tidak merasa gengsi pada kebudayaan lokal kita. Sebenarnya kita adalah bangsa yang cerdas. Kita hanya malas dan terlalu terobsesi dengan budaya luar yang dianggap lebih keren daripada budaya kita. Padahal kita lebih memiliki etika dan atitud yang luhur dengan bermodalkan kukuhnya Pendidikan Agama dan Pendidikan Moral Pancasila.

3. Gunakan Teknologi yang Ada dengan Sebaik-baiknya

Era revolusi industri tidak pernah menjadi rintangan. Segalanya tergantung pada pilihan kita, teknologi yang kita gunakan janga hanya dijadikan sebagai penghibur semata. Misalnya, gawai kita bahkan mamupu berdakwah dengannya, di sisi lain, kita bisa menciptakan bermacam-macam inovasi guna memperkenalkan kebudayaan bangsa kita seperti dengan membuat vlog, menulis blog, dan bahkan mengikuti pelbagai kegiatan (event) baik itu nasional maupun internasional.

Seperti hal yang pernah saya lakukan, dengan menjadi seorang Duta Bahasa Pelajar Jawa Barat Periode 2018/ 2019, lalu giat menulis novel dan buku antologi cerpen yang berisikan nilai-nilai agama dan budaya di dalamnya, mengikuti pelbagai kegiatan perlombaan menulis esai tingkat internasional, bertajuk, "Creating Society Full of Kindness" diselenggarakan oleh Badan perdamaian Jepang, Yayasan Goi Peace didukung oleh UNESCO pada 2017, 2018, dan 2019.

Saya berupaya untuk memperkenalkan budaya alam Sunda dan Indonesia di dalamnya, yang penuh dengan harmoni kehidupan meskipun hanya menjadi peserta, tetapi  saya tetap bangga, dapat memperkenalkan budaya kita, kepada dunia internasional dan saya kembali menyalurkannya melalui blog. Kini saya pun tengah mencoba untuk menciptakan sinematografi budaya anak-anak lokal yang akan kembali diikutsertakan dalam acara International Conference Children's Health, Environment, and Safety (INCHES) 2020 di Amsterdam, Belanda.

Indonesia memang memiliki kemajemukan dalam hal budaya, tetapi bukankah semua itu indah dan utuh bila bersatu, maka dari itu, mari kita mulai mengubah pola pikir (mind-set) dan tata laku kita. Ketahuilah, bangsa yang hebat adalah bangsa yang mau menghargai serta menjaga bahasa dan budayanya sendiri. Kita adalah generasi penggerak perubahan, penggenggam masa depan, kita wajib berani untuk mengubah segalanya menjadi lebih baik karena segalanya tidak akan pernah berubah jika bukan kita yang memulainya dengan bukti yang nyata.
________________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA
[1], [2], [3], [4], [5]
Myu, Aby. 2017. Story of Mya. Kabupaten Sukabumi : Jejak Publisher

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun