Penyebab Kerugian Pertamina
Belakangan ini, masyarakat Indonesia kembali diramaikan dengan isu kasus megakorupsi migas yang menggrogoti tubuh perusahaan BUMN Migas PT. Pertamina.  Kasus tersebut menyeret sejumlah nama petinggi anak perusahaan di PT Pertamina hingga beberapa perusahaan swasta yang diduga terlibat dalamnya, adapun nama-nama tersebut yaitu, Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, Dirut Utama PT Pertaina Internasional Shipping Yoki Firmandi, Direktur Feedstock  and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra  Niaga Maya Kusmaya, dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne, serta tersangka dari beberapa perusahaan broker swasta.
Dari kasus tersebut negara mengalami kerugian sekitar Rp 193,7 triliun per tahun, dari produk klang pertamina subholding pada periode tahun 2018 sampai dengan tahun 2023. Kejaksaan Agung menyebut angka tersebut bisa saja meningkat seiring penghitungan  dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain itu, Pertamina juga mengalami kerugian dalam penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax buntut akibat dari adanya isu pengoplosan yang beredar di masyarakat, di mana Pertamax Ron 92 yang beredar diduga telah dicampur atau dioplos dengan  BBM bersubsidi jenis Pertalite Ron 90, sehingga banyak masyarakat yang khawatir dan beralih ke SPBU swasta  untuk mendapatkan BBM degan Ron 92 yang serupa dengan Pertamax. Hal tersebut membuat penjualan BBM jenis pertamax mengalami penurunan penjualan sebesar 5 persen pada periode Februari 2025.
Ketua Komisi Kejaksaan  RI,Pujiyono Suwadi pada acara kompascomtalk yang digelar di studi 2 Menara Kompas pada Kamis (20/03) dengan tema Megakorupsi Tata Kelola Minyak: Jangan Hanya Ganti Pemain, menjelaskan jika kerugian akibat kasus tersebut seriring akan terus meningkat dengan berjalannya penyidikan dari BPK, selain itu Ia meminta agar masyarakat tetap mengawal kasus tersebut hingga tuntas "Angka pasti dari  total kerugian yang dialami negara pastinya untuk pertahunnya sekitar Rp. 193,7 triliun, namun akan terus bertambah seiring berjalannya penyidikan dari BPK juga," jelasnya di studio 2 Kompas, Jakarta, Kamis (20/03/2025).
Dalam acara tersebut juga dihadiri oleh tokoh masyarakat lainnya, diantaranya adalah anggota DPR Komisi III, Rudianto Lallo; ahli bahan bakar dan pelumnas ITB, Tri Yuswidjajanto; ahli Ekonom Indef, Abra Tallatov; Ketua Masyarakat Anri Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman; dan Ketua Indonesian Police watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso.
Turunnya Kepercayaan Masyarakat Terhadap Kualitas BBM Pertamina
PT Pertamina merupakan perusahaan BUMN di Indonesia yang bergerak dalam bidang energi minyak dan gas, di mana Pertamina juga merupakan simbol keperkasaan dari energi minyak dan gas Indonesia. akan tetapi, saat ini Pertamina tengah dilanda badai kasus megakorupsi dan dugaan penyalahgunaan kewenangan serta baru-baru ini dihadapi juga dengan adanya isu pengoplosan bahan bakar,  sehingga Pertamina kehilangan citra baiknya dan kepercayaan dari masyarakat khususnya konsumen yang membeli BBM jenis Pertamax dari  Pertamina. Lantas apakah saat ini Pertamina dapat menghadapi badai yang sedang berlangsung sehingga dapat memperoleh kembali kepercayaan dari masyarakat?
Isu mengenai pengoplosan BBM bukan hanya sekedar gosip atau sekedar kabar burung belaka, isu tersebut banyak beredar di media sosial yang dibuktikan oleh masyarakat yang mengeluh kinerja dari kendaraannya yang menurun setelah diisi dengan BBM jenis Pertamax. Selain itu, masyarakat juga dibuat semakin resah dengan ditemukannya dugaan praktik kecurangan di tingkat SPBU. Adanya temuan takaran pompa SPBU yang tidak sesuai, ditambah juga dengan temuan pencampuran zat-zat adiktif tertentu pada BBM yang dijual. Dugaan yang paling banyak beredar di masyarakat adalah BBM Ron 90 atau jenis pertalite yang dicampur dengan zat adiktif tertentu sehingga menghasilkan BBM dngan Ron yang lebih tinggi menjadi Ron 92.
Minimnya klarifikasi dan penjelasan langsung dari pihak pertamina membuat keresahan masyarakat semakin meningkat, terlebih terungkapnya kasus megakorupsi yang melibatkan petinggi dari Pertamina. Namun berdasarkan yang terjadi di lapangan, masyarakat lebih berfokus  pada Isu  pengoplosan daripada proses hukum yang berjalan terkait megakorupsi pertamina tersebut dikarenakan merasa dibohongi setelah beruaha untuk meninggalkan produk subsidi agar tidak membebani pemerintah.
"Masyarakat merasa dibohongi dan dikhanati, selama ini masyarakat merasa nyaman dalam menggunakan BBM nonsubsidi seperti Pertamax, tetapi ketika muncul isu pengoplosan BBM subsidi yang dicampur dengan zat adiktif sehingga dijual menjadi BBM non subsidi, ditambah dengan respon yang kurang baik dari pihak pertamina ataupun pemerintah, wajar saja jika  masyarakat memberikan reaksi negatif. Bahkan reaksi tersebut berubah menjadi gerakan persuasif yang besar dari masyarakat di sosial media untuk meninggalkan produk Pertamina dengan beralih ke SPBU milik swasta," ujar ekonom Indef, Abra Tallatov, pada kompascomtalk, di studio 2 Kompas TV, Jakarta, Kamis, (20/03/2025).
Â
 Klarifikasi Isu Oplosan dengan Istilah Blending
Kejaksan Agung dengan para pakar yang ahli di bidang pertambangan minyak dan gas memberikan  jawaban yang  terkait dengan isu oplosan dengan penjelasan adanya tahap blending dalam proses pengolahan minyak mentah menjadi BBM yang dijual dan disupply ke masyarakat. Menurut Kejaksan Agung, istilah penggunaan kata oplosan dinilai kurang tepat, dan dapat memperkeruh keadaan. Kejaksaan Agung menegaskan jika proses  blending merupakan tindakan yang sah ddan resmi dilakukan oleh Pertamina dengan mencampur minyak mentah dengan zat yang telah disesuaikan sebagai proses pengolahan  menjadi bahan bakar. Kejagung juga menegaskan jika proses blending telah diatur dalan Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2004 jo PP nomor 30 tahun 2009 tentang kegiatan usaha hilir minyak dan gas.
Ketua komisi Kejaksaan RI, Pujiono Suwadi menjelaskan, jika oplosan dengan blending merupakan istilah yang berbeda.
"blending merupakan proses yang sah dan legal bagi Pertamina atau perusahaan migas untuk mengolah minyak dan gas bumi, dimana segala zat ataupun proses diawasi langsung oleh undang-undang, sementara itu, BBM oplosan adalah praktik atau tindakan illegal yang diakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dengan mencampur zat adiktif tertentu ke dalam BBM demi keuntungan Pribadi," jelas Pujiono Suwadi, Kamis (20/03/2025).
Selain itu, ahli bahan bakar dan pelumnas ITB, Dr. Tri Yuwisdjajanto juga senada dengan ketua komisi kejaksaan RI terkatit istilah oplosan dan blending. Menurutnya proses blending merupakan  tahap yang penting dalam pengolahan minyak menjadi bahan baka yang digunakan untuk kendaraan, zat khusus diperlukan untuk menghasilkan kualitas BBM tertentu untuk dijual,dan dirinya mengaku jika saat ini Ia masih menggunakan prouk BBM non subsidi dari Pertamina.
"Blending itu diperlukan untuk menentukan kualitas BBM yang akand ijual, dengan mencampurkan zat  khusus untuk mengolah minyak mentah tersebut menjadi BBM. Saya selama ini memakai Pertamax kendaraan saya aman-aman saja tidak mengalami kerusakan setelah diisi Pertamax seperti isu yang beredar, mungkin saja masyarakat yang mengalami  penurunan performa pada kendaraan akibat dari penggunaan Ron yang tidak sesuai dengan kendaraan yang dimiliki," jelas Tri.
Saat ini, memang citra Pertamina sedang buruk dan kurang kepercayaan dari masyarakat terutama akibat dari Isu oplosan saat ini. Kendati demikian, Pertamina seharusnya dapat menggandeng elemen yang memiliki kredibilitas dalam bidang otomotif seperti Influencer, mekanik, ataupun yang ahli dalam bidang minyak dan gas untuk memberikan  edukasi terhadap masyarakat untuk menghilangkan mispresepsi terkait blending atau oplosan serta dapat mengembalikan citra dan kepercayaan Pertamina di Masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI