Banyak desa di Indonesia, anak-anak sering berlarian mencari buah kecil berwarna kuning emas yang tersembunyi di balik kelopak tipis menyerupai lentera kertas. Buah itu adalah ciplukan. Bagi sebagian orang, ciplukan hanyalah tanaman liar yang tumbuh di pinggir sawah atau pekarangan. Namun, di balik kesederhanaannya, tanaman ini menyimpan khasiat yang mulai mendapat perhatian dunia sains dan kesehatan.
Melalui artikel ini, saya ingin mengajak kita untuk mengulas sedikit tentang buah Ciplukan, mulai dari karakteristik botani, kandungan senyawa bioaktif, manfaat kesehatan, mitos dan fakta, hingga peluang pengembangannya sebagai pangan fungsional dan nutrasetikal di masa depan.
Karakteristik dan Identitas Botani
Ciplukan (Physalis angulata L. atau Physalis minima L.) termasuk dalam keluarga Solanaceae, satu keluarga dengan tomat, cabai, dan terong. Tanaman ini dapat tumbuh setinggi 30--100 cm dengan batang hijau bercabang, daun tunggal berbentuk bulat telur, serta bunga kecil berwarna kuning pucat.
Ciri khasnya adalah buah kecil berdiameter 1--2 cm yang terbungkus kelopak tipis menyerupai lentera. Saat muda, buah berwarna hijau, lalu berubah menjadi kuning keemasan ketika matang. Buah inilah yang biasanya dimakan segar, memiliki rasa manis dengan sedikit asam yang menyegarkan.
Kandungan Bioaktif dan Nutrisi
Buah, daun, hingga batang ciplukan mengandung senyawa bioaktif yang menarik perhatian peneliti. Beberapa di antaranya adalah:
Withanolides: senyawa steroid alami yang memiliki aktivitas antikanker, antiinflamasi, dan imunomodulator.
Fisikalin dan flavonoid: antioksidan kuat yang membantu melawan radikal bebas.
-
Vitamin C dan A: penting untuk sistem imun dan kesehatan mata.
-
Polifenol: berperan dalam menurunkan risiko penyakit degeneratif.
Kandungan ini menjadikan ciplukan berpotensi sebagai pangan fungsional yang bisa mendukung kesehatan lebih dari sekadar fungsi dasar gizi.