Sejumlah penelitian modern telah mengkaji potensi manfaat ciplukan, antara lain:
Antidiabetes: ekstrak ciplukan mampu menurunkan kadar gula darah pada tikus percobaan dengan diabetes (Santos et al., 2013).
Antikanker: senyawa withanolide dalam ciplukan menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan sel kanker in vitro (Wu et al., 2004).
-
Antiinflamasi: ekstrak daun ciplukan terbukti mengurangi peradangan pada model hewan uji (Akinmoladun et al., 2016).
Hipertensi ringan: konsumsi buah segar ciplukan secara tradisional dipercaya menurunkan tekanan darah, meski penelitian klinis manusia masih terbatas.
Dalam pengobatan tradisional Jawa, ciplukan sudah lama digunakan. Daunnya sering ditempelkan pada kulit untuk meredakan bisul atau radang, sementara rebusan akar atau batangnya dipakai untuk mengobati batuk, demam, hingga gangguan ginjal. Buahnya sendiri biasa dimakan segar sebagai camilan atau lalapan.
Kebiasaan ini menggambarkan kearifan lokal yang ternyata sejalan dengan temuan modern tentang kandungan bioaktif ciplukan.
Mitos dan Fakta tentang Ciplukan
Seiring popularitasnya, beredar pula berbagai klaim yang belum semuanya terbukti secara ilmiah. Misalnya, klaim bahwa ciplukan dapat menyembuhkan semua jenis kanker. Faktanya, penelitian memang menemukan potensi antikanker, tetapi masih sebatas uji laboratorium, belum terbukti efektif pada manusia.
Mitos lainnya adalah bahwa mengonsumsi ciplukan mentah dalam jumlah banyak pasti aman. Padahal, seperti tanaman Solanaceae lainnya, bagian tertentu dari ciplukan mengandung alkaloid yang bisa toksik bila dikonsumsi berlebihan.
Potensi sebagai Pangan Fungsional dan Nutrasetikal
Dengan berbagai kandungan bioaktifnya, ciplukan memiliki potensi besar dikembangkan menjadi produk pangan fungsional. Beberapa peluang inovasi yang mungkin dikembangkan adalah: