Sebagai tambahan, studi dari Rusin, Maxwell, dan Gerba (1998) menunjukkan bahwa permukaan dapur, terutama wastafel, adalah salah satu tempat dengan tingkat kontaminasi bakteri tertinggi di rumah. Bahkan lebih tinggi daripada pegangan toilet. Ini menjadi peringatan bahwa dapur, yang seharusnya menjadi tempat persiapan makanan bersih, justru bisa menjadi sumber infeksi jika tidak dirawat dengan baik.
Dalam pendekatan keamanan pangan untuk skala rumah tangga, prinsip dasar yang harus diterapkan adalah "mencegah kontaminasi silang". Ini berarti, semua media yang berpotensi menjadi tempat berkembang biaknya bakteri, seperti air sabun bekas, harus segera dibuang. Selain itu, peralatan makan harus dibilas bersih dari busa sabun dan dikeringkan dengan baik.
NSF International (2013) juga menguatkan hal ini. Mereka menemukan bahwa spons, kain lap, dan wastafel adalah tempat dengan jumlah mikroorganisme tertinggi di rumah tangga biasa. Oleh karena itu, kita pasti pernah terbesit mendengar penjelasan bahwa busa cuci piring harus dibilas, kemudian melakukan penggantian air sabun, pembersihan rutin wastafel, dan pengeringan area dapur menjadi langkah penting dalam menjaga higienitas rumah tangga. Tujuannya, supaya tidak terdapat akumulasi bakteri yang membentuk lapisan biofilm pada permukaan busa, wastafel, dan dapur.
Mengapa air sabun bisa "basi"? Jawabannya kini sudah jelas. Istilah "basi" bukanlah tentang bahan kimia sabunnya, melainkan air sabun yang telah tercemar dan menjadi sarang bakteri. Proses dekomposisi bahan organik dalam air tersebut menurunkan kualitas air, mengubah pH, dan mempercepat pertumbuhan mikroba. Hal ini sejalan dengan konsep dalam mikrobiologi pangan, di mana setiap bahan organik dalam kondisi lembap berisiko menjadi media tumbuh mikroba jika tidak segera dibersihkan.
Mengandalkan sabun saja tanpa mempertimbangkan faktor lain seperti waktu, suhu, dan keberadaan bahan organik tidak cukup untuk menjaga kebersihan. Inilah sebabnya dalam praktik keamanan pangan profesional, semua air bekas mencuci alat makan harus segera dibuang dan area kerja harus dikeringkan untuk mencegah pertumbuhan mikroba.
Kesimpulan
Dari semua penjelasan ini, saya akhirnya memahami mengapa membuang air sabun bekas setelah mencuci piring itu penting. Ini bukan soal malas atau hemat sabun, melainkan soal menjaga dapur tetap menjadi tempat yang aman untuk menyiapkan makanan bagi keluarga.
Sejak memahami hal ini, saya selalu memastikan bahwa setelah selesai mencuci piring, air sabun segera dibuang. Area wastafel dibilas bersih, dikeringkan, dan spons cuci piring dijemur agar tidak lembap. Kebiasaan kecil ini terasa sepele, tapi dampaknya sangat besar dalam menjaga kesehatan rumah tangga.
Karena itu, lain kali setelah mencuci piring, jangan ragu untuk membuang air sabun bekas. Anggap saja itu investasi kecil untuk mencegah penyakit besar.
Daftar Pustaka:
Flores, G. E., Bates, S. T., Knights, D., Lauber, C. L., Stombaugh, J., Knight, R., & Fierer, N. (2017). Microbial biogeography of public restroom surfaces. Applied and Environmental Microbiology, 77(11), 3785-3794. https://doi.org/10.1128/AEM.00062-11
Gao, L., Song, P., Li, X., & Ding, Y. (2014). Biofilm formation of Escherichia coli on various food-contact surfaces and its resistance to cleaning and disinfection. Food Control, 36(1), 241-246. https://doi.org/10.1016/j.foodcont.2013.08.019