Mohon tunggu...
ayub badrin
ayub badrin Mohon Tunggu... Penulis - Ayub Badrin seorang jurnalis

Selain menggeluti dunia Teater saya juga aktif di media masa lokal.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hujan Terik

12 Desember 2018   05:06 Diperbarui: 12 Desember 2018   05:16 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Saat aku membaca tentang hujan, aku masih di kamar mandi.
Saat itu hujan bukan lagi cerita tentang sepatu, tetapi telah menjadi kasur dan
bantal, sabun mandi dan odol gigi.

Lalu kemana perginya gerimis dan buliran air yang beranak pinak dalam jerangan secangkir kopi pagi?
Ah begitu sulit untuk melupakan kisah tentang rambut yang basah, sebab hujan tak ingin pulang
Awan telah berkeluh kesah, mereka ingkar janji, hoax di mana mana

Aku belum paham tentang hujan tadi malam. Mengapa aromanya begitu puitis, tetapi Matahari tak menyapa pagi, dan Bulan kedinginan.

Ini negeri milik siapa? Ada orang membakar hujan. Ada orang berteriak pada sepi. Ada orang mengawini malam. Ada orang menipu resahnya sendiri.

Kami ini hujan yang kemarin. Belum lagi kering kepala kami, mengapa terus ada amuk di mata mu, mengapa tak ada hujan??

Medan, 23 Oktober 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun